by : someone (2) Tanggapan atas alasan yang saya buat sendiri di atas adalah sebagai berikut: Saya adalah seorang anak dari 6 bersaudara dan semua laki-laki. Terus terang saja, agak sukar bagi saya menceritakan hal ini, karena terkait dengan aib sendiri. Tapi saya ingin menceritakan hal nyata, agar dapat menjadi ibrah bagi kita. Begini.. Ayah adalah seorang figur bapak yang yah tidak perlu saya ceritakan deh.. Akibatnya ibu harus menjalankan tugas ganda sebagai seorang ibu dan ayah. Ibu bukanlah seorang sarjana, lulus SMA pun tidak. Menikah di usia sangat muda, dengan anak dalam jumlah sangat banyak, tentu sukar dibayangkan. Bagaimana bisa memberi makan??? Tapi, rezki memang bukan dari ibu. Saya dan saudara saya bukan diberi rezki oleh ibu, atau ayah, atau siapa saja. Yang memberi rezki adalah Allah yang Rahman dan Rahim. Allah sudah menjanjikan, bahwa binatang melatapun Allah beri rezki QS 11:6. Ibu ternyata tetap bisa membiaya kami semua. Adaaaa saja jalan yang diberikan Allah, sehingga ibu bisa berusaha. Dari berdagang makanan, menjahit, membuat kerajinan tangan, menerima pesanan kue, dan lain-lain. Kami bersama-sama ikut membantu. Alhamdulillah, ibu tetap bisa mencari nafkah tanpa perlu kehilangan waktunya untuk mengurus anak. Untuk itu, ibu tidak pernah berhenti menuntu ilmu sehingga keterampilan beliau pun semakin bertambah. Tak jarang keluarga atau tetangga meminta tolong kepada ibu, apabila ada perhelatan. Sebagai gantinya tentunya ibu menerima uang sebagai imbalannya, atau dalam bentuk simpati orang lain atas penderitaan ibu. Bantuan dari pihak keluarga juga tidak sedikit Alhamdulillah, berkat pertolongan Allah, kami semua bisa terus sekolah, dan Alhamdulillah, ibu tidak melupakan kebutuhan Agama bagi si Anak, sehingga kami semua, pada umumnya merupakan orang yang senang dengan Agama Islam. Ibrah dari tulisan saya ini adalah: kita harus yakin dan percaya bahwa rezki dari Allah bisa datang dari tempat yang tidak kita duga-duga. 2.Ada hal yang menarik dari pengalaman saya berumah tangga. Rumah tangga saya tentu bukanlah contoh yang ideal sebuah keluarga sakinah. Tapi semoga saya diberikan Allah karunia untuk bisa membangun sebuah keluarga sakinah. Sebelum saya menikah, istri saya adalah seorang wanita pekerja dan tidak menggunakan Jilbab (kalau jilbab wajib atau tidaknya masih menimbulkan polemik juga nggak ya. Saya tidak pernah memaksakan sesuatu kepada dia, karena hidayah memang miliknya Allah. Saya terkadang bercerita tentang buah fikiran saya mengenai Islam. Perlu saudaraku ketahui, istri saya adalah teman sekantor saya. Beberapa bulan sebelum menikah, tiba-tiba saya temui beliau sudah memakai kerudung. Alhamdulillah bisik hati saya, Allah memberikan hidayah pada beliau. Akhirnya kamipun menikah dan dia tetap bekerja. Beberapa bulan menikah, tidak lama kemudian istri saya sudah hamil, beliau tetap bekerja sampai beberapa minggu sebelum bersalin. Akhirnya anak kami lahir, dan istri sayapun memperoleh cuti selama 3 bulan. Proses persalinan cukup berat. Istri saya memperoleh banyak sekali jahitan dan darah keluar sangat banyak. Pertama kali melihat buah hati saya, bergetar hati saya melihat bayi merah dengan mata tertutup dan tangan mungil yang terus terkepal. Saya lakukan kewajiban saya sebagai ayah. Dan subhanallah, dia seperti memperhatikan suara azan itu. Mungkin kebiasaan kami memperbanyak membaca alqur`an pada saat si bayi masih dalam rahim, membuat dia sudah akrab dengan ayat-ayat Allah. Semoga.. bersambung (3) buat pak admin : kenapa kalo kita kirim email > 6 Kb selalu ditolak, bisakah batas tersebut diperbesar ?, thanks. >> Mau kenduri di kantor? Perlu nasi tumpeng? klik, http://www.indokado.com >> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED] Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]