cerita sederhana yang bagus.. saya yakin cerita-cerita semacam ini-lah yang
lebih mampu menyerap hati kita yang "sementara gelap" dalam keluarga, kalo
bisa diperbanyak jenis cerita yang lain..(yang berhubungan dengan
keluarga)..

-fin-
pemerhati ponakan

> ----------
> From:         Yulia Dahlan[SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
> Reply To:     [EMAIL PROTECTED]
> Sent:         Wednesday, July 24, 2002 9:26 AM
> To:   [EMAIL PROTECTED]
> Subject:      [balita-anda] FW: Irfan's Seeds: Teriak
> 
> Semoga bermanfaat...
> 
> > ----------
> > From:       Irfan Toni H[SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
> > Reply To:   [EMAIL PROTECTED]
> > Sent:       24 Juli 2002 1:53
> > To:         Undisclosed-Recipient:;
> > Subject:    [Politeknik-UI] Irfan's Seeds: Teriak
> > 
> > Assalamualaikum wr wb
> > 
> > ~Teriak
> > 
> > Suatu ketika di sebuah sekolah, diadakan pementasan drama. Pentas drama
> yang meriah, dengan pemain yang semuanya siswa-siswi disana. Setiap anak
> mendapat peran, dan memakai kostum sesuai dengan tokoh yang diperankannya.
> Semuanya tampak serius, sebab Pak Guru akan memberikan hadiah kepada anak
> yang tampil terbaik dalam pentas. Sementara di depan panggung, semua
> orangtua murid ikut hadir dan menyemarakkan acara itu. 
> > 
> > Lakon drama berjalan dengan sempurna. Semua anak tampil dengan maksimal.
> Ada yang berperan sebagai petani, lengkap dengan cangkul dan topinya, ada
> juga yang menjadi nelayan, dengan jala yang disampirkan di bahu. Di sudut
> sana, tampak pula seorang anak dengan raut muka ketus, sebab dia kebagian
> peran pak tua yang pemarah, sementara di sudut lain, terlihat anak dengan
> wajah sedih, layaknya pemurung yang selalu menangis. Tepuk tangan dari
> para orangtua dan guru kerap terdengar, di sisi kiri dan kanan panggung. 
> > 
> > Tibalah kini akhir dari pementasan drama. Dan itu berarti, sudah saatnya
> Pak Guru mengumumkan siapa yang berhak mendapat hadiah. Setiap anak tampak
> berdebar dalam hati, berharap mereka terpilih menjadi pemain drama yang
> terbaik. Dalam komat-kamit mereka berdoa, supaya Pak Guru akan menyebutkan
> nama mereka, dan mengundang ke atas panggung untuk menerima hadiah. Para
> orangtua pun ikut berdoa, membayangkan anak mereka menjadi yang terbaik. 
> > 
> > Pak Guru telah menaiki panggung, dan tak lama kemudian ia menyebutkan
> sebuah nama. Ahha...ternyata, anak yang menjadi pak tua pemarah lah yang
> menjadi juara. Dengan wajah berbinar, sang anak bersorak gembira. "Aku
> menang...", begitu ucapnya. Ia pun bergegas menuju panggung, diiringi
> kedua orangtuanya yang tampak bangga. Tepuk tangan terdengar lagi. Sang
> orangtua menatap sekeliling, menatap ke seluruh hadirin. Mereka bangga. 
> > 
> > Pak Guru menyambut mereka. Sebelum menyerahkan hadiah, ia sedikit
> bertanya kepada sang "jagoan, "Nak, kamu memang hebat. Kamu pantas
> mendapatkannya. Peranmu sebagai seorang yang pemarah terlihat bagus
> sekali. Apa rahasianya ya, sehingga kamu bisa tampil sebaik ini? Kamu
> pasti rajin mengikuti latihan, tak heran jika kamu terpilih menjadi yang
> terbaik.." tanya Pak Guru, "Coba kamu ceritakan kepada kami semua, apa
> yang bisa membuat kamu seperti ini..".
> > 
> > Sang anak menjawab, "Terima kasih atas hadiahnya Pak. Dan sebenarnya
> saya harus berterima kasih kepada Ayah saya dirumah. Karena, dari Ayah lah
> saya belajar berteriak dan menjadi pemarah. Kepada Ayah lah saya meniru
> perilaku ini. Ayah sering berteriak kepada saya, maka, bukan hal yang
> sulit untuk menjadi pemarah seperti Ayah." Tampak sang Ayah yang mulai
> tercenung. Sang anak mulai melanjutkan, "..Ayah membesarkan saya dengan
> cara seperti ini, jadi peran ini, adalah peran yang mudah buat saya..."
> > 
> > Senyap. Usai bibir anak itu terkatup, keadaan tambah senyap. Begitupun
> kedua orangtua sang anak di atas panggung, mereka tampak tertunduk. Jika
> sebelumnnya mereka merasa bangga, kini keadaannya berubah. Seakan, mereka
> berdiri sebagai terdakwa, di muka pengadilan. Mereka belajar sesuatu hari
> itu. Ada yang perlu diluruskan dalam perilaku mereka. 
> > 
> > ***
> > 
> > Teman, setiap anak, adalah duplikat dari orang di sekitarnya. Setiap
> anak adalah peniru, dan mereka belajar untuk menjadi salah satu dari kita.
> Mereka akan belajar untuk menjadikan kita sebagai contoh, sebagai panutan
> dalam bertindak dan berperilaku. Mereka juga akan hadir sebagai
> sosok-sosok cermin bagi kita, tempat kita bisa berkaca pada semua hal yang
> kita lakukan. Mereka laksana air telaga yang merefleksikan bayangan kita
> saat kita menatap dalam hamparan perilaku yang mereka perbuat.> 
> > 
> > Namun sayang, cermin itu meniru pada semua hal. Baik, buruk, terpuji
> ataupun tercela, di munculkan dengan sangat nyata bagi kita yang berkaca.
> Cermin itu juga menjadi bayangan apapun yang ada di depannya. Telaga itu
> adalah juga pancaran sejati terhadap setiap benda di depannya. Kita tentu
> tak bisa, memecahkan cermin atau mengoyak ketenangan telaga itu, saat
> melihat gambaran yang buruk. Sebab, bukankah itu sama artinya dengan
> menuding diri kita sendiri? 
> > 
> > Teman, saya ingin berpesan kepada kita semua, "berteriaklah kepada
> anak-anak kita saat kita marah, maka, kita akan membesarkan seorang
> pemarah. Bermuka ketuslah kepada mereka saat kita marah, maka kita akan
> membesarkan seorang pembenci, dan biarkanlah mulut dan tangan kita yang
> bekerja saat kita marah, maka kita akan belajar menciptakan seorang yang
> penuh dengki..."
> > 
> > Peran apakah yang sedang kita ajarkan kepada anak-anak kita saat ini?
> Contoh apakah yang sedang kita berikan kali ini? Dan panutan apakah yang
> sedang kita tampilkan? Teman, percayalah, mereka akan selalu belajar dari
> kita, dari orang yang terdekatnya, dari orang yang mencintainya. Merekalah
> lingkaran terdekat kita, tempat mereka belajar, menerima kasih sayang, dan
> juga tempat mereka meniru dalam berperilaku. 
> > 
> > Saya berharap, bisa menjadi orang yang sabar saat melihat seorang anak
> menumpahkan air di gelas yang mereka pegang.  Saya berharap menjadi orang
> yang ikhlas, saat melihat mereka memecahkan piring makan mereka sendiri.
> Sebab, bukankah mereka baru "belajar" memegang gelas dan piring itu selama
> 5 tahun, sedangkan kita telah mengenalnya sejak lebih 20 tahun? Tentu
> mereka akan butuh waktu untuk bisa seperti kita.
> > 
> > Teman, terima kasih telah membaca. 
> > Hope you are well and please do take care. 
> > Wassalamualaikum wr wb. Salam hangat!!!
> > 
> > 
> > Irfan
> > ~temanmu
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor ---------------------~-->
> > Free $5 Love Reading
> > Risk Free!
> > http://us.click.yahoo.com/NsdPZD/PfREAA/Ey.GAA/wf.olB/TM
> > ---------------------------------------------------------------------~->
> > 
> > Link to egroups web site : http://www.egroups.com/group/Politeknik-UI
> > 
> > To unsubscribe from this group, send an email to:
> > [EMAIL PROTECTED]
> > 
> >  
> > 
> > Your use of Yahoo! Groups is subject to
> http://docs.yahoo.com/info/terms/ 
> > 
> > 
> > 
> 
> 
> 
> >> Kirim bunga ke kota2 di Indonesia dan mancanegara? Klik,
> http://www.indokado.com/
> 
> >> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
> 
> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
> 
> 
> 
> 


>> Kirim bunga ke kota2 di Indonesia dan mancanegara? Klik, http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]


Kirim email ke