Layanan Publik Budiarto Shambazy
Kasus bocornya surat dinas sudah terjadi tiga kali dalam 13 bulan terakhir ini. Jika tembok sudah penuh dengan telinga dan surat pun mudah terbaca, terbongkarlah sudah setiap rahasia di antara kita semua. Mereka yang dengan sengaja membocorkan surat telah melanggar etika mengenai kerahasiaan sebuah surat dan juga korespondensinya. Mereka akan menjawab, "Emangnya di negara ini masih ada etika?" Kasus surat bocor terakhir melibatkan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi. Tentu saja Pak Sudi menjadi sangat tidak sudi. Suratnya dipalsukan oleh anak buahnya sendiri yang berinisial A. Surat ditujukan kepada Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, yang isinya meminta PT Sun Hoo diberikan kesempatan pertama menjalani proyek renovasi gedung KBRI di Seoul, Korea Selatan. Asal tahu saja, sudah banyak perusahaan yang mengincar proyek renovasi gedung KBRI sejak masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Sebelumnya bocor pula surat yang berisi perintah penyelidikan terhadap rencana Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) di DPR untuk membentuk tim investigasi soal impor beras. Lain kali, mereka mestinya membentuk juga tim investigasi penyelundupan motor gedè. Kepolisian ditugasi melakukan pengintelan terhadap kegiatan sebagian anggota DPR yang justru sedang menjalankan tugasnya demi kepentingan rakyat. "Intel Melayu" dari dulu memang kerjanya hanya mematai-matai bangsa sendiri. Surat perintah ditandatangani Direktur Intelijen dan Keamanan Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar S Handoko. Gara-gara surat itu, dia akhirnya dipecat dari jabatannya. A dan S Handoko menjadi korban. Di negara ini tak ada pejabat yang dengan bertanggung jawab berani mengatakan, "The buck stops here!" Para pejabat kita sejak dulu memang sering bersikap above the law. Mereka pasti kurang setuju dengan prinsip lagu dangdut, "Kau yang mulai, kau yang mengakhiri". Bulan Februari tahun lalu sepucuk surat dari Sekretaris Wakil Presiden (Setwapres) Prijono Tjiptoherijanto tertanggal 27 Desember 2004 juga bocor. Isi surat merupakan arahan Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada para menteri untuk tidak terlalu menganggap penting rapat kerja dengan DPR karena dianggap membuang-buang waktu dan tenaga. Betul, rapat kerja memang buang waktu dan tenaga. Kenapa sih tidak menggunakan teleconference saja supaya lebih hemat? Surat-surat dinas yang bocor tersebut menjadi alat yang ampuh untuk politicking di negara ini. Mudah-mudahan surat-surat cinta atau surat-surat utang Anda tidak sampai bocor ya? "Surat Bocorgate" membuat situasi politik menjadi agak labil. Hati-hati, skandal "Pentagon Papers" menghancurkan kredibilitas dua presiden Amerika Serikat (AS), Lyndon Johnson dan Richard Nixon, karena mereka ketahuan melakukan kebohongan publik soal perang di Vietnam. Pengintelan atas anggota-anggota DPR lebih kurang mirip dengan pengintaian oleh Partai Republik terhadap Partai Demokrat di AS. Inilah awal dari skandal Watergate yang memaksa Presiden Nixon mengundurkan diri sebelum dipecat legislatif. Isi surat-surat bocor itu juga memperlihatkan secara telanjang praktik politik seperti yang dipopulerkan oleh Lord Acton, "Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely". Maklum saja, isi surat bocor biasanya bersangkut paut dengan rezeki dari suatu proyek. Bocornya surat-surat itu sangat berbahaya bagi keamanan nasional. Kita selalu menghadapi ancaman: teror, bencana alam, wabah penyakit, serbuan terhadap keberagaman, dan kini surat-surat pun bocor. Surat Bocorgate merupakan salah satu hasil dari kebiasaan pejabat/politisi mengutak-atik teks dan maknanya. Jangankan isi surat dinas, UUD '45 pun diamandemen, baik teks maupun maknanya. Apa singkatan UUD? Diubah menjadi "ujung-ujungnya duit". Pasal 33 Ayat 1 UUD '45 berbunyi "perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan". Diubah menjadi "perekonomian nasional dijalankan bersama-sama oleh keluarga pejabat bersama para konglomerat, maka tinggallah rakyat yang tetap melarat". Lihat Ayat 3 dari Pasal 33 itu. "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat," begitu bunyinya. Tarif PDAM mau naik lagi, listrik juga, dan BBM sudah dua kali naik pada tahun lalu. ExxonMobil dan Freeport McMoran jelas bukan BUMN kita. Ini bunyi Pasal 33 Ayat 3 yang baru saja diubah. "Emas kuning, emas hitam. Emas di Papua membungkus seluruh gunung dan tebing, minyak mentah di Cepu siap menyembur dari pusat bumi yang paling dalam. Emas kuning, emas hitam. Kepala kita pening menyaksikan Pertamina dan ExxonMobil kok saling hantam". Lalu Pasal 29 UUD '45 berbunyi, "negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu". Ah, masa? Surat Bocorgate memperlihatkan kebiasaan pejabat percaya kepada nota kesepahaman. Waktu kita bilang itu belum mengikat, pejabat teras menyergah, "Jangan asal bicara jika tidak tahu sejarah Aceh." Surat Bocorgate kembali mengingatkan kita, publik, sering menjadi korban. Konsep layanan publik di negara ini adalah publiklah yang wajib melayani pejabatbukan sebaliknya. http://groups.yahoo.com/group/baraya_sunda/ [Ti urang, nu urang, ku urang jeung keur urang balarea] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/Baraya_Sunda/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/