Punten teu diserat dina basa Sunda,
Dua malam lalu, sebelum ditelepon ambu Richa untuk suatu urusan, saya sempat 
menonton suatu acara di TVOne yang mengupas pornografi yang sudah merambah 
anak-anak SMA di Jakarta. Yang membawakan acara tersebut adalah Pongki (bukan 
Pongki penyanyi). Untuk menyelidiki bagaimana anak-anak SMA sudah mempunya 
akses ke bahan pornografi, Pongki mendatangi suatu sekolah di Jakarta dan 
mengumpulkan beberapa anak laki-laki sekolah tersebut dan berpura-pura mengajak 
mereka main game berhadiah dengan sarat mereka menyerahkan handphone mereka. 
Dan saat handphone anak-anak tersebut dibuka galeri multimedianya, massya 
Alloh, mereka menyimpan video porno. Saat ditanyakan darimana gambar-gambar 
bergerak tersebut diperoleh, anak-anak menjawab paling mudah mendapatkan dari 
temannya; sumbernya bisa juga dari Internet.
Yang lebih menghebohkannya lagi, anak perempuan juga menyimpan gambar-gambar 
serupa pada handphone mereka. Waktu ditanya pada seorang anak perempuan yang 
tidak terbawa arus untuk menyimpan gambar tersebut, "apakah ada beda perilaku 
antara anak yang mempunyai akses ke bahan pornografi dengan yang tidak", dia 
menjawab ada. Perbedaannya adalah bahwa anak yang mempunyai akses ke gambar 
porno lebih berani menyampaikan kata-kata / ajakan yang menyerempet.
Saya ini punya dua anak perempuan masih kecil yang masih duduk di kelas 3 SD 
dan TK. Malam itu sampai sekarang juga, saya berpikir bagaimana cara melindungi 
anak saya dari bahan-bahan seperti itu berapa tahun ke depan saat mereka 
menjadi remaja dimana kemungkinan arus informasi semacam itu sangat cepat dan 
sangat banyak. Tidak mustahil ke depan banyak yang menganggap pornografi soal 
biasa dan mentolerirnya karena itu mah urusan rasa.


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to