angger kang Aschev mah ari ngadepong teh... meni kacipta... salira ageung... teras ngadepong... he he
abdi bade ngunial heula, 2008/7/24 Aschev Schuraschev <[EMAIL PROTECTED]>: > Meni kayungyun. Wilujeng ngalajengkeun darmana. > Ngadepong deui ah, > Aschev Schuraschev > > > ----- Original Message ---- > From: Ema Sujalma <[EMAIL PROTECTED] <sujalma%40gmail.com>> > To: Baraya_Sunda@yahoogroups.com <Baraya_Sunda%40yahoogroups.com> > Sent: Thursday, July 24, 2008 10:23:49 AM > Subject: Re: [Baraya_Sunda] diajar seuri? > > di wetan mah anu sering pendak jeung kuring mah Kak Kresno (dokter) > anu ngadegkeun kelompok bermain negeri kuncup bunga > duka kumaha eta sakembaran teh resep "ngurus budak" > > kuring boga KB anu eusina diutamakeun ti kulawarga anu teu mampu > hiji conto pernah aya murid anu teu di tarima di TK sanes kulantaran autis > di tempat kuring manehna ditarima, memang bongsor jeung telmi tea he he... > tapi di tempat kuring 5 murid hiji guru ieu nyata. > ku kasabaran ahirna eta budak ayeuna geus nincak SD > > kuring mah ngan saukur ngaabadikeun karya ku ngaliwatan maranehna > ngarang lagu jang budak, teu perlu dikasetkeun, teu perlu royalti, > ku ngan sakadar diapalkeun ku antara 30 - 50 budak dina satauna, > eta cukup ngawakilan karya abadi jang sakadang eminx. > > ku jaman ayeuna memang hese neangan jelema anu daek volunteer > kajaba pendekatan ku kaagamaan yen digawe mah ibadah > ari rejeki mah tos aya nu ngatur... crew simkuring nyarepeng eta. > > - teu aya uang bangunan (tanggungan yayasan) > - spp paling murah > - sarana leuwih lengkep > - diajar ngagambar tos ngangge paintbrush, komo deui game-mah > - jadi jug-jugan studi banding > - nu ayeuna nuju ka dieu mahasiswa psikologi > - nu ngabolayken ti NTB (kulantaran aya acara sanes anu ngadadak) > > tah kapayuna teh ku kuring rek disikepan kujalan tina lukisan > (otak kanan ? he he ) > sugan pareng eta pamaksadan > > baktos heula AA...Ifoel.. . > > 2008/7/23 Rahman <[EMAIL PROTECTED] com>: > > > Anak Indonesia, Tersenyumlah > > Rabu, 23 Juli 2008 | 01:54 WIB > > > > Seto Mulyadi > > > > Memperingati Hari Anak Nasional setiap tanggal 23 Juli, kita diajak > > untuk merenungkan nasib mereka, terutama yang kurang beruntung. Ribuan > > bahkan jutaan anak hidup di bawah garis normal, memaksa mereka > > berkelana di jalan-jalan, bekerja di jermal-jermal, dan lainnya. > > > > Memang, Rabu (23/7) pagi ini, sekitar 15.000 anak-anak akan merayakan > > Hari Anak Nasional (HAN) bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan > > para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu di Taman Mini Indonesia Indah. > > Ribuan anak lainnya juga akan merayakan HAN bersama gubernur, bupati, > > wali kota, atau duta besar di tempat masing-masing. > > > > Anak kurang beruntung > > > > Bila anak-anak ini bisa ceria, bagaimana dengan jutaan lainnya yang > > ada di pinggiran, yang hingga kini belum bisa tersenyum seperti > > teman-teman lainnya? > > > > Berapa banyak anak, dalam usia masih amat belia, sudah harus > > menanggung beban hidup amat berat, baik fisik maupun mental, yang > > menghambat proses tumbuh kembang anak secara optimal. > > > > Belum lagi, anak-anak yang kurang mendapat perhatian dan pengawasan > > dari orangtuanya, bahkan hidup tanpa keluarga, yang kemudian mendapat > > tindak kekerasan fisik, psikis, maupun seksual. > > > > Anak-anak kurang beruntung ini banyak kita jumpai di jalanan, tidur di > > pasar, di emper toko, atau stasiun kereta api, hidup menggelandang, > > mengais rezeki melalui aktivitas kehidupan di sekitarnya. > > > > Kerasnya hidup yang harus dihadapi sering menyeret mereka untuk > > melakukan berbagi tindak kriminal sehingga pada usia yang amat belia > > sudah harus berurusan dengan aparat penegak hukum. Tak jarang mereka > > harus meringkuk di penjara tanpa perlindungan semestinya, kemudian > > mendapat perlakuan sewenang-wenang bagai narapidana dewasa lainnya.. > > > > Belum lagi ratusan ribu anak desa yang terperangkap sindikat > > perdagangan anak. Mereka, yang seharusnya masih bersekolah dengan > > gembira, terpaksa harus pergi merantau jauh ke kota besar, lalu > > dipaksa menjual diri di tempat-tempat hiburan seperti kelab-kelab > > malam, diskotek atau panti pijat. > > > > Menurut catatan Komisi Nasional Perlindungan Anak, jumlah anak yang > > terperangkap perdagangan anak pada tahun 2006 "hanya" 42.771 orang, > > meningkat menjadi 745.817 orang tahun 2007, dan akhir Juni 2008 > > mencapai lebih dari 400.000 orang. Sungguh, situasi yang amat > menyedihkan. > > > > Tidak hanya itu. Dalam dunia pendidikan, yang seharusnya menjadi > > tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak, juga sering ditemui > > kekerasan dalam berbagai bentuk. Misalnya, sarana-prasarana yang tidak > > memadai seperti gedung sekolah yang bocor atau ambruk, kurikulum > > terlalu padat, PR bertumpuk, bullying yang mencekam, guru yang galak, > > evaluasi belajar yang cenderung lebih untuk "kepentingan terbaik" bagi > > pemimpin daripada untuk siswa, semakin membuat anak-anak stres dan > > berkembang menjadi penyandang school-phobia. Belum lagi adanya lebih > > dari 20 juta anak yang terpaksa putus sekolah karena berbagai faktor. > > > > Di bidang kesehatan, selain gizi buruk, berbagai penyakit pun kini > > bermunculan kembali menerjang ratusan ribu anak mungil, seperti TBC, > > malaria, muntaber, flu burung, atau HIV/AIDS. > > > > Belum lagi anak-anak yang terpapar asap tembakau karena mengisap > > sekitar 4.000 racun kimia dengan tiga komponen utama yang berbahaya, > > yaitu nikotin, tar, dan karbon monoksida, sementara negara membiarkan > > kekerasan ini dengan "memberi kebebasan" industri rokok menghancurkan > > kesehatan anak-anak. Kehidupan remaja dikepung iklan yang kian gencar, > > membujuk para remaja untuk menjadi perokok aktif. Hingga kini, > > Indonesia masih tercatat sebagai satu-satunya negara di Asia Pasifik > > yang belum meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control. > > > > Inilah berbagai tindak kekerasan yang dialami anak-anak dan dilakukan > > secara sistematis oleh berbagai pihak, termasuk negara, masyarakat, > > dan orangtua. > > > > Cenderung meningkat > > > > Kekerasan terhadap anak cenderung semakin meningkat karena paradigma > > keliru mengenai anak, yang masih menguasai sebagian besar di antara > > kita. Seolah anak adalah hak milik orangtua yang boleh diperlakukan > > apa saja sesuai ambisinya. Atau anak adalah komunitas kelas bawah yang > > cenderung tidak menjadi skala prioritas sehingga penanganan atau > > kebijakan yang diambil tidak mengedepankan kepentingan terbaik anak. > > > > Kekerasan senantiasa akan berdampak negatif bagi perkembangan jiwa > > anak pada masa datang. Karena itu, langkah penghentian harus dilakukan > > sesegera mungkin bila kita tidak ingin generasi unggul kita semakin > punah. > > > > Hari Anak Nasional akan usai, tetapi selesai pulakah tugas-tugas kita > > bagi anak-anak setelah ingar-bingar perayaan HAN yang sarat seremoni? > > Tidak! > > > > Masih banyak tugas menanti karena pada dasarnya HAN adalah sepanjang > > tahun. Alangkah indahnya bila pada HAN 23 Juli 2008 ini pemerintah > > berkenan untuk mencanangkan "Gerakan Nasional Stop Kekerasan terhadap > > Anak". Karena melalui gerakan nasional ini, masyarakat luas dan para > > pemangku kepentingan perlindungan anak bisa semakin dilibatkan dan > > secara kompak merapatkan barisan untuk bekerja keras bahu-membahu > > melakukan hal-hal terbaik bagi anak. > > > > Dengan demikian, kelak kita dapat melihat wajah-wajah suram anak-anak > > itu berubah menjadi ceria dihiasi senyuman yang memberi harapan akan > > masa depan. Sehingga dengan lantang, kita kelak berani berseru, > > "Anak-anak Indonesia, tersenyumlah! Janganlah bersedih karena bangsa > > ini amat mencintai kalian." > > > > Dirgahayu Anak Indonesia! > > > > Seto Mulyadi Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak > > > > > > > > -- > Ema Sujalma > > [Non-text portions of this message have been removed] > > [Non-text portions of this message have been removed] > > > -- Ema Sujalma [Non-text portions of this message have been removed]