ari numutkeun abdi mah rumal ramal teh sarua jeung maca --- Pada Sen, 30/11/09, Surtiwa <surt...@gmail.com> menulis:
Dari: Surtiwa <surt...@gmail.com> Judul: Re: [Baraya_Sunda] OOT: Manfaat Meramal dalam Konteks Kehidupan Kepada: Baraya_Sunda@yahoogroups.com Tanggal: Senin, 30 November, 2009, 9:48 AM Seratannya ..panjang lebar cenderung banjir..tapi teu ningali esesnsi konsepsi kana topik..atawa patarosan2 ; Kunaon manusa sok ngaramal ? Ari ngaramal teh naon ? Ari ngaramal teh jang naon ? Naon atuh "main driver" tina ngaramal teh ? Aya henteu elmu ngaramal (nujum) ? Naon bentenna sareng forecasting di dunya sains ? Naha seueur wae jalmi anu percanten kana ramalan ? On 11/26/09, semar samiaji <kind_evil_06@ yahoo.com> wrote: Dear Rekan-Rekan, Akhir-akhir ini banyak sekali bentuk-bentuk ramalan yang memberikan pendapat bahwa bumi akan memasuki masa-masa terakhirnya. Konteks kata bumi di sini meliputi semua aspek kehidupan yang di dalamnya termasuk manusia dengan berbagai budayanya. Mulai dari apa yang disampaikan oleh Sujiwo Tedjo atau pun sebagai mana suku Maya. Hingga akhir-akhir ini ada sebuah film yang berjudul 2012 memberikan gambaran bagaimana situasi yang akan terjadi menurut cara pandang sang sutradara, yang juga kemudian menimbulkan penafsiran-penafsir an oleh berbagai pihak. Dalam nuansa di atas, ijinkan saya berbagi warna dengan subyek “manfaat meramal dalam konteks kehidupan”. Makna kata meramal tidak terlepas dari satu titik waktu menuju kepada satu titik tertentu. Jika dikaitkan dengan segala bentuk ramalan yang ada, misalnya suku Maya, itu sudah merupakan rentang waktu yang sangat panjang. Begitu pun sebagaimana ramalan Jayabaya yang akhir-akhir ini ditafsirkan kembali oleh Sdr. Sudjiwo Tedjo. Sepanjang yang saya pahami, belum saya menemukan manusia yang bisa menunjukkan apakah ramalan-ramalan tersebut menyatakan sebagai mana konteks awalnya. Semuanya dalam penafsiran manusia saat ini. Alasannya sangat sederhana, kita hidup di kurun waktu yang tidak sama dengan suku Maya atau pun Jayabaya. Jadi kajian, mengapa manusia saat ini, begitu terpengaruh dengan ramalan-ramalan tersebut? Satu benang merah yang nampak adalah FAKTA kehidupan yang dihadirkan saat ini ternyata memiliki ESENSI sebagai mana kata ramalan-ramalan tersebut. Dan di saat yang sama, sering terlewatkan oleh manusia itu sendiri bahwa “konteks” kehidupan di saat pertama ada dengan saat ini belum tentu sama dalam hal tatanan peradabannya. Ini bisa dibuktikan banyaknya tafsiran-tafisran bentuk ramalan oleh manusia saat ini. Sedangkan, bagi mereka yang sudah meyakini satu keyakinan kepada YMK ada juga yang menyatakan ini adalah rahasia YMK, jadi manusia tidak akan bisa menafsirkannya. Jika demikian kenyataannya, lalu apakah ramalan-ramalan demikian hanyalah satu dongeng belaka atau satu gambaran yang memang nyata nantinya? Inilah warna yang menjadi banyak berita akhir-akhir ini, terutama dengan berbagai kejadian-kejadian sebagai mana gambaran ramalan-ramalan yang ada. Dalam subyek ini saya memberikan kata “manfaat” dan “konteks kehidupan”. Sengaja kata-kata itu dimunculkan agar kita tidak terjebak dengan nada-nada perseteruan tentang isi ramalan dengan ujudnya yang multi tafsir. Mari kita kaji melalui beberapa aspek. Aspek ke-1, “Bentuk Bahasa” Dunia bahasa mengenal ada beberapa bentuk bahasa, yaitu bahasa isyarat, bahasa tulisan, dan bahasa percakapan. Sesuai bentuknya, ketiga bentuk bahasa tersebut mempunyai kaidah-kaidahnya masing-masing. Bahasa isyarat, sebagai contohnya digunakan oleh manusia yang tuna rungu, melalui gerak-gerak jari tangan maka akan menghasilkan bentuk komunikasi. Bahasa percakapan, melalui mulut antar manusia melakukan segala bentuk ujud komunikasi. Khusus, kaidah bahasa tulisan memiliki ciri-ciri disusun dengan huruf, kata, kalimat, dan seterusnya hingga jadilah buku dan sejenisnya. Dalam bentuk bahasa tulisan ada yang disebut dengan gaya pengungkapan, yaitu ungkapan yang bermakna apa adanya dan ungkapan yang bermakna tersembunyi (tersirat). Dalam gaya apa adanya jelas sekali makna dan tujuannya, sedangkan gaya ungkapan masih memerlukan penafsiran lebih lanjut untuk mampu memahami isinya. Lalu, ramalan-ramalan yang ada dalam bentuk bahasa yang mana? Jika merujuk kepada apa yang dikemukakan saat ini, jelas tampak dalam bentuk bahasa tertulis, karena merujuk “katanya” beberapa tulisan dari naskah kuno. Lalu, apakah memang naskah-naskah itu menyampaikan dalam bahasa apa adanya atau ungkapan? Di titik inilah kajiannya menjadi menggelitik. Jika kita merujuk manfaat gaya penulisan yang apa adanya, maka “diasumsikan” itulah adanya kesatuan antara itikad dan tatanan kata yang dibentuknya. Sedangkan, gaya penulisan ungkapan, maka “diasumsikan” adanya “ketidakjelasan” hubungan antara itikad dan tatanan kata yang dibentuk. Gaya penulisan yang apa adanya juga lebih menunjukkan ujud yang konkrit, sebaliknya ungkapan belum tentu konkrit jika asumsi antara si penulis dengan pembacanya belum tersambung. Dalam cara kajian yang demikian, lalu bisa kah kita lebih memastikan bentuk bahasa dan gaya pengungkapan yang lebih menjurus kepada naskah-naskah tentang berbagai ramalan tersebut? Aspek ke-2, “Aspek Penggambaran Pemaknaan” Merujuk kepada aspek ke-1, maka mari kita kembalikan kepada fakta yang ada. Ada pihak yang menterjemahkan pemahaman menurut pola penafsirannya dan ada pihak yang menterjemahkan itu adalah rahasia YMK (dalam konteks kiamat).. Melalui fakta-fakta tersebut maka BESAR KEMUNGKINAN bahasa yang digunakan dalam ramalan-ramalan adalah bahasa tulisan yang menggunakan gaya bahasa ungkapan lebih dominan. Namun, rambu-rambu utamanya bukan berarti tidak jelas disampaikan. Misalnya, semua dokumen menyatakan secara esensi adalah fakta-fakta perbuatan dari pilihan manusianya. Jika manusia itu dalam keyakinan memilih yang dikatakan “kebaikan” dalam kehidupannya konsekuensinya adalah bla..bla..bla… .begitu pun, jika manusia itu dalam keyakinan memilih yang dikatakan “kejahatan” konsekuensinya adalah bla..bla..bla… .dan itu semua diberikan bentuk-bentuknya sesuai kurun waktu yang ada saat itu. Maksudnya, saat malam hadir (sebagai ungkapan kegelapan dalam masal kehidupan), maka siang (sebagai ungkapan terang dalam masal kehidupan) tidak akan hadir. Dan ini selama berabad-abad dijadikan “dendangan” dalam kehidupan manusia. Inilah NUANSA yang manusia dan seluruh semesta alam TUNDUK kepada RULE OF THE GAME-nya. Jika pemaknaan di atas dialihkatakan menjadi “semesta pembicara”, maka semua itu akan kembali kepada setiap manusia memaknai kehadiran nuansa yang demikian. Karena tidak ada satu pun manusia yang akan mampu keluar dari semesta pembicara tersebut. Yang bisa dilakukan manusia adalah MENERIMA atau MENOLAK nuansa demikian sebagai konsekuensi dari pilihan keyakinan sesuai suara hatinya. Jadi kajian, apakah setiap manusia MAMPU dengan kesadarannya menerima atau menolak dan di saat yang sama mendengar hati nuraninya dengan bijak? Untuk satu ini punten..punten… .saya berani nyatakan BELUM TENTU….Saya beri contoh yang semoga sederhana. Jika kita paham permainan bernama catur, ada dua pilihan warna, putih dan hitam. Jadi aturan yang sudah sama-sama diterima, pemain dengan buah putih jalan dulu baru buah hitam demikian seterusnya. Please, jangan dipahami “saling” menghabisi konteksnya, namun itulah rule of the gamenya, yaitu putih dulu baru hitam. Jika kemudian hitam bisa menerima kondisinya, maka si hitam bisa menjadi pemenang dari permainan catur. Sedangkan, putih hanya bisa keluar sebagai pemenang jika memang konsisten dengan pilihan awalnya. Sehingga, makna kata menang atau kalah dalam permainan catur dalam aspek budayanya adalah apakah kita dalam nuansa masal putih atau hitam, semua kembali kepada setiap diri dalam melakoninya. Kajian inilah yang BELUM TENTU setiap manusia mau menerimanya. Kenapa? Silahkan lihat aspek ke-3. Aspek ke-3, “Aspek Rasa” Di dalam diri setiap manusia diberikan segala bentuk rasa. Dan itu tidak akan bisa dipungkiri oleh setiap diri. Yang jadi kajian, rasa yang mana yang akan mendominasinya? Di sinilah kurun kehidupannya akan memastikan dan yang utama adalah pilihan keyakinannya. Merujuk pemaknaan permainan catur sebagai mana aspek ke-1 dan ke-2, maka semua rasa perlu dilakoni dalam lorong kehidupan manusia. Apakah memang manusia itu MASIH yakin dengan pilihan dalam berbagai nuansa yang dihadirkan atau sekedar basa-basi saja atas pilihan keyakinannya? Sehingga aspek rasa adalah aspek yang perlu dikelola setiap diri dalam melakoni kehidupannya. Jika kita kembalikan kepada FAKTA kehidupan, apa pun bentuk ramalan yang ada, selalu akhirnya MEMUNCULKAN gambaran yang selamat adalah manusia-manusia yang secara KONSISTEN dan JELAS akan keyakinan bahwa nilai-nilai kemanusiaan di atas segalanya. Tentunya dalam fakta diungkapkan dalam berbagai bentuk dan gaya bahasa. Apa ini maknanya? Jika manusia mampu melewati semua bentuk rasa yang di diri untuk mewujudkan keyakinan dirinya, apakah dalam nuansa hitam atau putih, sudah bisa dipastikan akhirnya adalah ketenangan atau keselamatan. Bukti dalam fakta kehidupannya ada di manusia-manusia yang sepanjang kurun kehidupan selalu di masukkan ke dalam hati sebagai SURI TAULADAN kehidupannya, yang tentunya sesuai dengan keyakinan dirinya. Melalui cara kajian di atas, semakin menjelaskan bahwa pikiran selalu mengikuti setelah bentuk-bentuk rasa bisa dikelola dengan tepat dan bijak. Jika sudah demikian, maka pikiran akan selalu dituntun menjadi semakin sehat dan buah dari akal yang sehat adalah MANFAAT bagi diri dan lingkungan dalam konteks kehidupan masal manusianya. Jika ini dikembalikan dalam tatanan kehidupan manusia, maka tidak ada lagi membedakan keyakinan, warna kulit, bahasa, dan semua atribut kehidupan, kecuali semuanya dikembalikan kepada kesejatian nilai-nilai kemanusiaan. Dan di saat yang bersamaan, inilah yang dikatakan TEGAKNYA hukum yang sebenar-benarnya. Inilah kesejatian awal kehadiran manusia oleh SANG MAHA PENGUASA. Jadi kalau kemudian saat ini muncul ini dan itu serta berbagai ketimpangan, BUKAN nuasa hitam dan putihnya yang disalahkan atau ditafsirkan sebagai ramalan-ramalan yang dihadirkan. Tetapi, sejauh mana manusia MAU dan BERSEDIA berkaca kepada keyakinan diri melalui KETULUSAN, KETABAHAN, dan KEPASRAHAN dalam melakoni kehidupannya dalam nuasa yang dihadirkan. Melalui demikian, maka aspek ke-4 akan hadir. Aspek ke-4, “Anugerah” Aspek anugerah merupakan aspek kepastian. Jika kita kembalikan kepada ramalan yang ada, “katanya” suku Maya meramalkan kejadian akan adanya kiamat tanggal 21-12-2012. Apa iya? Mari kita lihat kenyataan kehidupan. Melalui kemampuan teknologi yang ada saat ini, manusia mampu menggambarkan adanya lempengan patah di bawah permukaan bumi dan memperkirakan akan bisa terjadi gempa di tempat-tempat yang digambarkan. Jadi kajian, kapan manusia tahu itu akan terjadi tepatnya, baik dari segi waktu atau pun lokasi? Jika ini digandeng kepada aspek ke-3, maka aspek ke-4 adalah memastikan dan kepastian itu TIDAK datang dari manusia itu sendiri. Ada yang akan memastikan. Di dunia ilmu pengetahuan kita mengenal ada yang namanya adalah “missing link”, Dalam konteks kehidupan inilah ujud missing link-nya. Lalu, bagaimana ini bisa dipahami? Kembali kepada aspek ke-3, BUKAN dengan akal manusianya. Jika ini dimintakan pembuktian, silahkan tunjukkan dari naskah ramalan siapa pun, ada yang ungkap tanggal kejadian kiamat? Saya masih sanksi sebagai mana yang digembar-gemborkan kalau suku Maya meramal kiamat pada tanggal 21-12-2012. Kenapa? Melalui rangkaian aspek ke-1 sampai dengan ke-4 ini, tidak ada hal yang membuat saya yakin itulah tanggalnya.. Kecuali, tanggal itu dipahami sebagai bahasa tulisan yang menggunakan makna ungkapan. Angka 21-12-2012 jika kita jumlahkan dalam dua angka menjadi 11. Angka tertinggi dalam dunia matematika adalah 9, sedangkan angka terbesar adalah tidak ada, karena setiap angka terakhir bisa ditambahkan dengan 1. Angka awal adalah 1 dan be,um ada angka namanya 0. Apa ini maknanya? Perulangan dalam bentuk yang berbeda. Angka 11 adalah angka pertama dalam tatanan puluhan, apa bedanya dengan angka 1 sebagai angka pertama dalam tatanan satuan? Jadi, secara ESENSI tetap sama, NUANSAnya yang akan berganti. Apakah kemudian kejadian itu tepat di tanggal itu? Ada yang berani pastikan? Maka, konteks apa yang dikatakan rahasia Illahi adalah dalam konteks demikian, namun apakah itu bukan kepastian? Sudah pasti, karena sejak dulu yang namanya matahari itu terbit dari Timur menuju ke Barat. Apakah YMK akan ubah menjadi dari Barat ke Timur, sehingga itulah menjadi salah satu tanda kiamat? Ya kalau lihat peredaran mataharinya begitu sih, tidak akan kiamat-kiamat, kecuali PEMAHAMAN manusianya bertransformasi apa makna Timur dan Barat dalam konteks bagi kehidupan manusianya. Melalui kajian di atas, maka apa yang disebut anugerah adalah setelah manusia itu sendiri melakoni kehidupan dalam ketulusan, ketabahan, dan kepasrahan dan di saat ada peralihan nuansa kehidupan mereka ini tidak akan mengalami kiamat. Siapa yang mengalami kiamat jika demikian? Silahkan kaji kepada setiap diri. Perlu juga dipahami makna kata kiamat salah satunya adalah tegak. Apa maknanya? TEGAKNYA HUKUM YMK sesuai dengan apa adanya bagi manusia-manusia yang melakoni kehidupan dalam ketulusan, ketabahan, dan kepasrahan. Tentang bagaimana ujudnya, masih sedang berproses saat ini. Dan inilah yang menurut keyakinan ss adalah TEGAKNYA ISI PANCASILA. Dengan demikian, sudah menjadi rancanganNYA, bahwa bangsa yang saat ini bernama Indonesia DIANUGERAHI Pancasila. Nuansa sudah diberikan dalam bentuk anugerah demikian, KEMBALI apakah manusianya bersedia untuk itu? Silahkan kaji dan pilih sesuai keyakinan masing-masing, semua akan kembali kepada putaran nuansa berikutnya. Semoga apa yng disampaikan bisa memberikan warna bagi setiap diri dan menjadi bahan masukan dalam mengkaji perjalanan kehidupan sejauh ini. Bogor, 26 November 2009 salam manusia bodoh, semar samiaji Apa dia selingkuh? Temukan jawabannya di Yahoo! Answers. http://id.answers.yahoo.com