Tembakau, industri ratusan triliun

Dewi Safitri
BBC Indonesia

PT Gudang Garam Kediri, Jawa Timur membuka lapangan kerja untuk puluhan ribu 
warga

Tahun ini pemerintah menargetkan perolehan cukai tembakau sampai dengan Rp 58 
triliun dengan produksi 245 miliar batang.

Ini merupakan kenaikan dari perolehan cukai tahun 2009 yang mencapai Rp 54 
triliun.

Hitungan pertambahan cukai didasarkan antara lain pada meningkatnya perolehan 
laba dari sejumlah pabrikan rokok.

"Tahun lalu kami menyumbang cukai Rp 21 triliun dalam bentuk pajak cukai dan 
pajak korporasi,'' kata Yos Ginting Direktur Korporasi PT HM Sampoerna, 
pabrikan rokok terbesar di Indonesia.

Sampoerna kini menguasai pasar dengan lebih dari 30% pangsa dan mempekerjakan 
29 ribu pegawai.

''Itu belum termasuk pegawai tidak tetap kami di berbagai daerah, jaringan agen 
dan penjualan, agensi iklan dan lain-lain," tambah Yos.

Ekonomi tembakau telah berkembang pesat sejak dimulai di Indonesia awal abad 19 
dan kini menjadi gantungan hidup jutaan keluarga.

VERSI RADIO
Anda bisa simak serial laporan khusus ini di gelombang BBC Siaran Indonesia 
dalam sajian Dunia Pagi ini pukul 0500 WIB, setiap hari mulai Selasa hingga 
Senin (25-31/05/2010)

Waluyo, 52 tahun, sudah 30 tahun bekerja sebagai sopir truk pengangkut rokok 
produksi PT Gudang Garam di Kediri Jawa Timur.

"Saya punya rumah dari Gudang Garam, menyekolahkan anak juga Gudang Garam, 
semuanya lah," kata Waluyo sambil tersenyum.

Meski kini setengah tuli akibat mengemudi truk selama 30 tahun, Waluyo merasa 
bersyukur rokok menafkahi keluarganya dengan layak.

Kalau tidak ada Gudang Garam, tidak tahu bagaimana nasib kami
Waluyo
"Kalau tidak ada Gudang Garam, tidak tahu bagaimana nasib kami," Waluyo 
menambahkan.

Gudang Garam dalam laporan keuangannya tahun lalu mengatakan kini mempekerjakan 
38 ribu pegawai tetap, tetapi terdapat jutaan keluarga bergantung pada raksasa 
sigaret kretek ini karena terkait dalam rantai produksi rokoknya.

Produsen rokok kecil juga merasakan perbaikan ekonomi dari industri rokok.

"Walaupun kecil, pasar kami jelas: rokok untuk kalangan bawah," kata Rusdi RM, 
pemilik pabrik rokok Rahman Putra di Kudus Jawa Tengah.

Pabrik Rusdi beroperasi bila ada pesanan untuk daerah-daerah pelosok seperti 
Ciamis di Jawa Barat, atau Cilacap di Jawa Tengah.

"Saya sanggup mempekerjakan 12 buruh kalau pesanan ramai," tambah ketua 
Koperasi Pemilik Pabrik Rokok Kudus ini.

Sampai 2006, masih ada ribuan pabrikan kecil di seluruh Indonesia, dengan 
konsentrasi terbesar di Kudus dan sekitarnya di Jawa Tengah serta Sidoarjo dan 
sekitarnya di Jawa Timur.

Perang klaim

Para petani tembakau berunjuk rasa demi mata pencaharian mereka

Sektor lain yang langsung terkait adalah budi daya tembakau, yang kini 
dilakukan petani di sebagian Jawa Tengah, Madura dan Nusa Tenggara Barat.

Dalam sebuah iklan yang diluncurkan Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia 
Februari lalu, tembakau disebut-sebut sebagai gantungan hidup lebih dari 20 
juta orang di Indonesia.

Angka ini dibantah oleh buku Ekonomi Tembakau, diterbitkan sejumlah peneliti 
dan Lembaga Demografi UI.

"Pekerja langsung sektor tembakau adalah buruh industri. Tahun 2006 menurut BPS 
jumlahnya mencapai 362 ribu pekerja," kata Abdillah Ahsan, salah satu penulis.

"Sementara jumlah petani tembakau menurut BPS tahun 2007 mencapai 582 ribu 
orang," tambahnya.

Dengan asumsi terdapat tambahan satu juta jiwa petani cengkeh, bahan campuran 
terpenting dalam rokok kretek setelah tembakau, maka jumlah pekerja langsung 
sektor tembakau "tak lebih dari dua juta," simpul Abdillah.

"Untuk menghitung pekerja tak langsung di bidang iklan, agen penjualan dan 
lain-lain, perlu dilakukan penelitian tersendiri."

Kalau disebut tembakau bernilai ekonomi tinggi, mengapa petani sejak dulu 
hingga sekarang begitu-begitu saja keadaannya
Abdillah Ahsan
Dalam penelitian lainnya, Abdillah menyimpulkan bahwa petani tembakau di 
Temanggung, Kendal dan Klaten –tiga wilayah penghasil tembakau utama di Jawa 
Tengah– tidak keberatan beralih pada tanaman lain selama lebih menguntungkan.

"Kalau disebut tembakau bernilai ekonomi tinggi, mengapa petani sejak dulu 
hingga sekarang begitu-begitu saja keadaannya?" kata Abdillah.

Wongso Pawiro, 85 tahun, yang sudah puluhan tahun bertani tembakau di 
Temanggung, membantah penelitian itu.

"Jauh bedanya (menanam tembakau) dengan menanam cabai atau kol. Pasti geger 
kalau dilarang (menanam tembakau)," katanya.

Dalam hitungan petani, panen tembakau yang berhasil bernilai sedikitnya lima 
kali lipat panen sayuran.

Tembakau hanya butuh lima bulan untuk tumbuh dan panen raya biasanya antara 
Juli-Agustus. Harga per kilonya mencapai Rp 15 hingga Rp 850 ribu untuk 
tembakau premium.

Agus Parmuji, seorang petani tembakau di Temanggung Jawa tengah, mengatakan 1 
ha lahan, sedikitnya menghasilkan Rp 50 juta saat panen berhasil.

Sementara harga sayur-mayur sangat fluktuatif, dan pada masa panen raya justru 
turun drastis.

Debat RPP
Perdebatan tentang ekonomi tembakau muncul kembali setelah muncul rencana 
menerbitkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) pengendalian dampak tembakau.

Kalau RPP ini berlaku, akan dikemanakan ratusan ribu petani tembakau kita
Nurtantio Wisnu Brata
RPP muncul sebagai konsekuensi atas disahkannya revisi UU Kesehatan tahun lalu, 
yang menyebut tembakau sebagai zat adiktif dan karena itu harus diatur produksi 
maupun pemasarannya.

Meski belum pernah secara resmi diumumkan, isi RPP yang disusun Departemen 
Kesehatan sudah menyulut aksi protes.

Ribuan petani anggota Asosiasi Petani Tembakau Indonesia mendatangi Gedung DPR 
dan Depkes Februari lalu memprotes RPP.

"Kalau RPP ini berlaku, akan dikemanakan ratusan ribu petani tembakau kita," 
kata Nurtantio Wisnubrata, Ketua APTI Jawa Tengah.

"Pemerintah jangan hanya menerawang dari Jakarta, mereka juga harus bisa 
melihat (dampak) kalau tembakau hilang dari Indonesia," jerit Wisnu ditengah 
riuh sambutan ratusan peserta aksi demo.

Petani tembakau mengancam melakukan aksi protes lebih besar bila RPP tetap 
dilanjutkan.

Kirim email ke