---------------------------------------------------------------------

WARTA BERITA RADIO NEDERLAND WERELDOMROEP
Edisi: Bahasa Indonesia

Ikhtisar berita disusun berdasarkan berita-berita yang disiarkan oleh
Radio Nederland Wereldomroep selama 24 jam terakhir.

---------------------------------------------------------------------

Edisi ini diterbitkan pada:

Jumat 31 Agustus 2001 15:00 UTC



** KONFERENSI PBB ANTI-RACISME DIMULAI DI AFRIKA SELATAN

** PENGADILAN DEN HAAG TOLAK GUGATAN MILOSEVIC

** KOFI ANNAN UCAPKAN SELAMAT ATAS BERHASILNYA PEMILU PERTAMA DI
TIMOR TIMUR

** TOPIK GEMA WARTA: INDONESIA SEBAIKNYA TUNTASKAN KASUS KEKERASAN DI
TIMOR TIMUR PADA 1999

** TOPIK GEMA WARTA: APA DAMPAK PEMILU TIMTIM BAGI  NKRI?

** TOPIK GEMA WARTA: ORANG HILANG DI INDONESIA DI MANAKAH MEREKA?



* KONFERENSI PBB ANTI-RACISME DIMULAI DI AFRIKA SELATAN

Di kota Durban, Afrika Selatan dimulai konferensi PBB anti-racisme
dan kebencian terhadap orang asing yang diikuti 150 negara. Sekjen
PBB Kofi Annan dalam pembukaan konferensi mencoba menyingkirkan
ancaman konflik tentang anti-Israel. Annan mengatakan, tidak bisa
memaafkan penderitaan rakyat Palestina akibat tindakan Israel. Namun
Annan juga menunjukkan pengertiannya terhadap sakit hari penduduk
Yahudi atas tuduhan dunia Arab, bahwa Israel melakukan tindakan
racisme terhadap penduduk Palestina. Dalam agenda konferensi secara
resmi tercantum penetapan prinsip-prinsip dan rencana aksi untuk
memerangi racisme dan perlindungan terhadap etnis minoritas. Amerika
Serikat dan Kanada tidak mengirimkan utusan tingkat menteri ke
konferensi, karena adanya desakan untuk mengecam Israel.


* PENGADILAN DEN HAAG TOLAK GUGATAN MILOSEVIC

Pengadilan di Den Haag menyatakan tidak bisa menerima gugatan yang
diajukan mantan presiden Yugoslavia  Slobodan Milosevic atas
penahanan dirinya di penjara Tribunal untuk Yugoslavia. Milosevic
menuntut segera dibebaskan, karena menurutnya telah diculik dari
negerinya, dengan demikian hak azasinya dilanggar. Milosevic tidak
mengakui keabsahan Tribunal, karena Tribunal itu tidak dibentuk oleh
Sidang Umum PBB, tetapi oleh Dewan Keamanan. Pengadilan di Den Haag
menyatakan, tidak ada keraguan terhadap keabsahan Tribunal
Yugoslavia. Milosevic harus mengajukan sendiri tuntutan pembebasannya
kepada PBB, demikian ungkap vonis pengadilan tersebut.


* KOFI ANNAN UCAPKAN SELAMAT ATAS BERHASILNYA PEMILU DI TIMOR TIMUR

Sekjen PBB Kofi Annan menyapaikan ucapan selamat kepada rakyat Timor
Timur, atas tingginya jumlah elektorat yang ikut dalam pemilu bebas
yang pertama di negeri itu. Ia juga memuji proses pemilu yang damai.
Kofi Annan menamakan hal itu sebagai teladan yang cemerlang bagi
masyarakat dunia. Jumlah elektorat dalam pemilihan parlemen pertama
Timor Timur diperkirakan mencapai 91 persen. Jum'at hari ini dimulai
penghitungan suara. Umum menduga, bekas gerakan kemerdekaan Fretillin
akan memenangkan suara terbanyak. Parlemen baru nanti akan membentuk
Undang-undang Dasar bagi Timor Timur, yang akan disusul dengan
pemilihan presiden pertengahan tahun depan.


* PERUSAHAAN JEPANG HITACHI PHK-KAN  15.000 KARYAWANYA

Perusahaan elektronik raksasa Jepang Hitachi mengurangi hampir 15.000
karyawannya, yang berarti empat persen dari jumlah seluruh karyawan.
Hitachi dalam kwartal pertama tahun ini rugi 1,2 milyar dolar. Hal
itu terutama disebabkan oleh permintaan akan computer dan telepon
mobil yang turun drastis. Sebagian besar karyawan yang di-PHK-kan
terjadi di Jepang, sedang di luar Jepang sebanyak 4.500 pekerja.


* KEMUNGKINAN SEKITAR 400 PENGUNGSI DI KAPAL TAMPA DITAMPUNG DI TIMOR
TIMUR

Sekitar 400  pengungsi di atas kapal barang Tampa milik Norwegia,
kemungkinan untuk sementara akan ditampung di Timor Timur. Australia
yang menolak masuknya imigran gelap, sedang membahas kasus tersebut
dengan organisasi PBB urusan pengungsi UNHCR dan pemerintahan PBB di
Timor Timur. Zelandia Baru juga bersedia ikut memecahkan kasus itu,
dengan syarat negeri-negeri lain juga berbuat serupa. Kapal barang
Norwegia Tampa kini berada di Pulau Christmas milik Australia. Sikap
keras Australia itu disebabkan oleh pernyataan Komisaris PBB urusan
pengungsi, Mary Robinson. Ia menyatakan, Australia harus
memperkenankan para pengungsi masuk, atas dasar konvensi PBB tentang
HAM. Kapten kapal Tampa menolak meninggalkan wilayah perairan
Australia. Ia mengungkapkan, keadaan di atas kapal menjadi lebih
baik, setelah para pencari suaka itu mendapatkan bantuan medis.


* RUMAH PEMIMPIN FRON DEMOKRATIK PEMBEBASAN PALESTINA DI RAMALLAH
HANCUR

Di Ramallah, Tepi Barat Sungai Jordan, sebuah ledakan menghancurkan
rumah pemimpin Fron Demokratik untuk Pembebasan Palestina. Sebab
ledakan belum diketahui, namun menurut jurubicara Palestina, insiden
itu merupakan upaya yang gagal Israel untuk membunuh Qais Sumarai,
alias Abu Laila, yang ketika terjadi ledakan sedang tidak berada di
rumah. Awal pekan ini Abu Ali Mustafa, seorang pemimpin kelompok
radikal Palestina yang lain, dibunuh Israel. Selanjutnya, di Jalur
Gaza dalam suatu tembak-nembak seorang anggota pauskan elite
Palestina Force-17 tewas, sedang tiga orang lainnya luka-luka.
Menghadapi kemungkinan terjadinya aksi pembalasan, tentara Israel
telah disiap-siagakan.


* Pesawat F-16 Amerika Serang Instalasi Radar Irak

Pesawat tempur F-16 Amerika menyerang instalasi radar Irak di bandara
kota pelabuhan Basra. Menurut pihak Pentagon, instalasi radar Irak
tersebut mengancam pesawat-pesawat Amerika dan Inggris yang menjaga
kawasan larangan terbang di Irak Selatan.  Awal pekan ini dua
instalasi penangkis serangan udara Irak dihancurkan. Menurut Bagdad,
tiga jiwa tewas. Pekan ini sebuah pesawat mata-mata tak berawak
Amerika ditembak jatuh oleh anti serangan udara Irak.


* PENDUDUK MACEDONIA BERDEMO DI DEPAN GEDUNG PARLEMEN

Di depan gedung parlemen Macedonia di Skopje, beberapa ratus penduduk
Macedonia berdemo memprotes dipenuhinya tuntutan pemberontak etnik
Albania. Parlemen Macedonia Jum'at hari ini dimulai perdebatan
tentang  peninjauan kembali Undang-undang Dasar, seperti yang
disepakati dalam rencana perdamaian yang dicapai dengan campur tangan
Barat. Presiden Boris Trajkovski berpendapat, kaum pemberontak telah
mematuhi tahap pertama perjanjian, sekarang parlemen harus mulai
meninjau kembali Undang-undang Dasar itu. NATO meminta parlemen
Macedonia untuk mematuhi proses perdamaian. Perdebatan di parlemen
tersebut mungkin akan berlangsung bebarapa hari.


* INDONESIA SEBAIKNYA TUNTASKAN KASUS KEKERASAN DI TIMOR TIMUR PADA
1999

Intro:  Indonesia di bawah Presiden Megawati Soekarnoputri harus
membebaskan Indonesia dari beban tudingan dunia soal HAM, dengan cara
meyelesaikan kasus kekerasan di Timor Timur pada tahun 1999. Ujar
James Dunn, penyidik PBB, yang juga sependapat dengan Jose Ramos
Horta. Laporan Aboeprihadi Santoso dari Dili

Pada akhir tahun '75 seorang jenderal Indonesia dengan enteng
mengatakan, Timor Timur dapat kita taklukkan dalam sehari. Makan pagi
di Dili, makan siang di Baokou dan makan malam di Los Parols. Lalu
semuanya akan selesai. Ternyata semua itu omong kosong. Bahkan 24
tahun pendudukan Timor Timur oleh tentara Indonesia telah
mengakibatkan bencana kemanusiaan. Sekarang rakyat Timor Timur baru
saja membuktikan bahwa mereka baru selesai sarapan lalu menuju kotak
suara, dan makan siang di TPS, dan akhirnya makan malam di rumah, dan
semuanya berlangsung aman, tenang dan tanpa insiden kekerasan.

 Namun prestasi  tertib di Timor Lorosae ini akan segera di
bayang-bayangi oleh masalah-masalah dan tantangan besar yang akan
dihadapi oleh negara yang akan lahir ini. Selain masalah politik
untuk menjaga kesatuan nasional dan masalah meciptakan lapangan kerja
bagi limaratusan ribu angkatan kerjanya, Timor Lorosae menghadapi
warisan masalah hak azasi manusia.

UNTAET dalam regulasi nomer 11 tahun ini menetapkan, perlu
menyelesaikan sejumlah pelanggaran HAM di Timor Timur, baik
kasus-kasus pelanggaran ringan maupun kasus-kasus pelanggaran berat,
yang khusus berpusat pada gelombang kekerasan pasca referandum
september '99. Kasus-kasus pelanggaran HAM berat, meliputi
pembunuhan, pemerkosaan, pelenyapan orang dan penculikan. Pada saat
yang sama kasus=kasus yang disebut pelanggaran HAM ringan, akan
diusut dan ini mencakup periode tahun '74 sampai dengan Oktobe tahun
'99. Untuk semua itu, demikian penjelasan direktur organisasi HAM di
Timor Timur yang pertama, Yayasan HAM, Anicheto Guterez, telah
dibentuk sebuah komite yang akan menyusun Komisi Kebenaran Penerimaan
dan Keadilan.

Setelah stirring komite menyampaikan laporannya baru-baru ini, maka
Komisi Kebenaran yang berpanut pada model Afrika Selatan itu, akan
segera bekerja dalam waktu dekat. Hasil-hasil komisi itu kelak akan
diproses secara hukum, namun untuk kasus-kasus yang ringan yang
mencakup 24 tahun itu akan diselesaikan dengan konsultasi intensif
dalam tingkat masyarakat lokal. Sedangkan untuk kasus-kasus yang
berat, Tribunal HAM telah digelar dan prosesnya sudah dimulai, bahkan
sudah menuntut dua mantan milisi. Semua itu menurut Anicheto Guteres
juga membutuhkan kerjasama masyarakat Timor Timur yang pro otonomi di
Timor Barat. Selain itu Komite Kebenaran yang bertugas berat itu
diberi waktu dua tahun, dengan kemungkinan  diperpanjang setengah
tahun. Bagaimana proses Komisi Kebenaran masih harus kita lihat.


Namun yang terang apabila proses di Timor Timur itu tidak dibarengi
dengan proses pengadilan ad hoc HAM soal Tim Tim di Indonesia, yang
memenuhi standar HAM internasional, maka akan terjadi ketimpangan
yang akan merugikan nama baik Indonesia.

James Dunn, penyidik HAM PBB dan pakar soal Timor Timur mengingatkan
perlunya masyarakat internasional menimbang kompromi model Kamboja
katanya. Pengadilan ad hoc HAM yang harus menyeret sejumlah jenderal
yang bertanggung jawab, amat dihambat oleh kendala-kendala politik di
Indonesia. Karena itu, demikian kata James Dunn, perlu menimbang
model Kamboja dengan menyertakan dua hakim Indonesia misalnya di
dalam tim hakim internasional yang terdiri dari lima hakim.

Indonesia harus segera menyelesaikan beban kasus HAM Tim Tim tahun
1999. Kalau tidak, Indonesia akan memburuk, padahal yang bertanggung
jawab hanyalah segelincir orang saja, kata James Dunn. Jadi menurut
James Dunn, yang kemarin ditemui oleh Radio Nederland di Dili, kalau
yang bertanggung jawab diusut secara hukum menurut standar hukum
Indonesia maupun hukum internasional, dan bila kasus-kasus itu
selesai, maka dunia tidak akan menyalahkan Indonesia terus-menerus.

Menghilangkan beban politik psikologis ini menurut James Dunn amat
penting jika Presiden Megawati Soekarnoputri hendak mensukseskan
periode pemerintahannya. Dalam kesempatan terpisah Jose Ramos Horta
juga bernada serupa dengan menekankan pengertiannya atas dilema yang
dihadapi oleh Presiden Megawati. Megawati didukung oleh TNI, tetapi
harus mempunyai keberanian luar biasa untuk menyeret
jenderal-jenderal yang bertanggung jawab ke Tribunal Indonesia.
Itulah tugas seorang pemimpin negara. Demikian Jose Ramos Horta.

Baik Ramos Horta, pemimpin Fretilin Mari Al Katiri, maupun pemimpin
nasional Xanana Gusmao kepada Radio Nederland mengatakan, mereka saat
ini menantikan jawaban resmi dari Jakarta untuk dapat berkunjung dan
bertemu dengan Presiden Megawati di  Ibukota RI. Namun Ramos Horta
juga menekankan tuntasnya peradilan kasus-kasus kekerasan di Tim Tim
tahun 1999 pertama-tama merupakan tanggung jawab PBB karena
pelanggaran-pelanggaran berat itu terjadi di wilayah ketika di bawah
pemerintahan PBB. Jadi PBB harus menekan Jakarta untuk
menuntaskannya.

Marzuki Darusman, Jaksa Agung selama dua tahun belakangan telah
menyesatkan dan sangat mengecewakan kami, tambah Jose Ramos Horta.
Sementara itu Xanana Gusmao di muka pers pekan ini mengatakan,
negerinya sendiri juga harus mampu menyelesaikan rekonsiliasi
nasional secara bijaksana. Para mantan milisi yang terlibat kekerasan
tahun 1999 harus diadili dulu sebelum mendapatkan amnesti. Xanana
yang dulu berbeda pendapat dengan Uskup Belo yaitu dulu lebih
menekankan amnesti, sekarang mengatakan pertama-tama adalah
menegakkan keadilan, tetapi janganlah katakan tidak perlu atau tidak
akan ada amnesti.

Sekian laporan Aboeprijadi Santoso dari Dili


* APA DAMPAK PEMILU TIMTIM BAGI NKRI?

Kamis kemarin di bawah panas terik matahari yang mencapai 30 derajat
Celsius, ratusan ribu rakyat Timor Timur berbondong-bondong menuju ke
bilik suara. Proses pemilu yang berlangsung secara damai dan santai
itu disambut baik bukan saja oleh Menteri Luar Negeri Hasan Wirayuda,
tetapi juga oleh Sekjen PBB Kofi Annan. Masalahnya adalah, apakah
Sekjen PBB dan Menlu Wirayuda sudah memperhitungkan kemungkinan
implikasi pemilihan umum di Timor Timur, terhadap keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Koresponden Syahrir mengirim laporan
berikut dari Jakarta:

Bila melihat proses kemerdekaan Timtim, sejak jajak pendapat hingga
pemilu Kamis kemarin, memang bisa dimengerti kalau ada kalangan yang
khawatir munculnya kecemburuan daerah-daerah lain yang memiliki
persoalan dengan NKRI, utamanya Aceh dan Papua. Timtim dengan sumber
daya alam yang miskin, dengan modal dukungan internasional yang
signifikan, ternyata bisa melepaskan diri dari NKRI. Bagaimana dengan
Aceh dan Papua yang memiliki sumber daya melimpah? Dengan sendirinya
kemerdekaan Timtim akan menjadi inspirasi bagi masyarakat Aceh dan
Papua untuk berusaha merebut perhatian internasional agar mendukung
kemerdekaannya.

Keinginan di atas semakin diperkuat oleh kenyataan bahwa Aceh dan
Papua selama ini hanya menjadi korban represif pemerintahan Jakarta.
Tuntutan korban agar memperoleh keadilan tidak lama setelah Soeharto
lengser, tidak juga ditanggapi sebagaimana mestinya. Bahkan
pemerintahan Jakarta semakin menambah jumlah aparat represifnya,
polisi dan TNI, menebar teror ke wilayah itu. Pengadilan HAM atas
pelaku pembantaian di Aceh berjalan tersendat. Maka terjadilah
tragedi kemanusiaan yang mengakibatkan gelombang pengungsian
besar-besaran warga pendatang di Aceh. Bila melihat kasus Timtim,
pengerahan aparat represif diperkirakan justru akan menambah
anti-pati rakyat Aceh terhadap pemerintahan Jakarta.

Selanjutnya dalam perspektif global, muncul kecenderungan bahwa
proses transisi demokrasi di belahan dunia yang sebelumnya dikuasai
oleh pemerintahan otoriter akan berdampak lepasnya wilayah-wilayah
yang merasa dianak-tirikan oleh pemerintah pusat, sebagaimana terjadi
di kawasan Balkan dan Eropa Timur. Negara besar, apalagi negara
kepulauan dengan beragam etnis, agama dan aliran politik seperti
Indonesia, siapa pun yang berkuasa akan menghadapi persoalan ini.
Pemerintah pusat akan dihadapkan pada persoalan bagaimana memanage
pemerintahan. Apakah dengan cara demokratis dengan resiko membesarnya
tuntutan pemisahan diri, atau dengan cara represif dengan resiko
semakin panjangnya korban tragedi kemanusiaan.

Sementara perangkat konstitusi Indonesia jauh dari memadai untuk
mengatasi dua dilemma yang dihadapi pemerintah RI. UUD 1945 sebagai
induk konstitusi masih terlalu sederhana dan bersifat multi tafsir,
sehingga siapapun yang berkuasa di Republik ini akan dengan mudah
menggunakannya sebagai alat melanggengkan kekuasaan. Dengan UUD 1945
siapapun yang menguasai TNI akan dengan mudah menguasai negara.
Selama UUD 1945 masih berlaku, gagasan mengenai civil society akan
sekedar terhenti menjadi wacana orang-orang di perkotaan sementara
orang-orang daerah terutama yang jauh dari akses kekuasaan, akan
senantiasa berada dalam posisi tertindas.

Padahal di Amerika Serikat, hampir setiap 50 tahun sekali terjadi
pembaruan konstitusi. Soekarno sendiri telah menyatakan bahwa UUD
1945 bersifat darurat. Sekarang kenapa gagasan pembentukan konstitusi
masih tersendat? Memang, Fraksi PDI-P di MPR melalui Soetjipto telah
merespon pembentukan komite konstitusi. Namun sebagaimana
komite-komite lain yang pernah dibentuk seperti Tim Gabungan
Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK), keberadaan komite
konstitusi ini juga akan menghadapi hambatan. Baik prosedural maupun
dasar keabsahannya sehingga berpotensi menjadi sekedar komite macan
ompong. Isyarat ini muncul dengan pernyataan Ketua Umum Partai Golkar
Partai kedua terbesar di Parlemen yang menyatakan bahwa untuk saat
ini Komite Konstitusi belum perlu dibentuk.

Semestinya Indonesia belajar dari Filipina. Ketika Aquino berkuasa
dia segera membentuk komite konstitusi yang berjumlah 48 orang. Dari
sini terjadilah perombakan besar-besaran konstitusi Filipina.
Sedangkan di Indonesia masih meributkan masalah keabsahan pembentukan
lembaga itu, sama seperti ketika Aquino memaklumatkan komite
konstitusi. Namun dengan tegas Aquino menjawab pertanyaan seputar
legalitas formal lembaga yang dibentuknya dengan jawaban, bahwa dasar
hukumnya adalah revolusi Filipina. Karena dia diangkat menjadi
presiden karena revolusi. Jadi kalau Indonesia masih meributkan bahwa
wewenang komite konstitusi ada di MPR, akan sulit. Dan selamanya
Indonesia akan selalu menggunakan Undang-undang yang sakral, padahal
isinya paling simpel di dunia. UUD 45 memang merupakan yang terpendek
di dunia.

Pemerintahan RI yang terbentuk tahun 1945  oleh BPPKI merupakan tim
yang dibentuk Jepang. Jadi kalau para elite pemimpin Republik
Indonesia benar-benar berniat menyelamatkan NKRI, tidak ada jalan
lain, mesti membuat perangkat aturan yang lebih adil bagi rakyat.
Baik yang di Jakarta, Surabaya, Banda Aceh maupun Jayapura. Tanpa
itu, dengan melihat suksesnya pemilihan umum di Timtim,
bersiap-siaplah pemerintah Jakarta mendapatkan kartu ucapan: good bye
NKRI.


* ORANG HILANG DI INDONESIA DI MANAKAH MEREKA?

Intro: Zaman orde baru merupakan era yang dimusuhi aktivis pro
demokrasi. Soeharto menggunakan segala cara untuk mennumpas gerakan
demokrasi. Salah satunya melalui penculikan. Dan tentara menjadi alat
Soeharto untuk menghilangkan paksa tokoh-tokoh demokrasi atau
siapapun yang melawan Soeharto. Selama diculik, aktifis itu disiksa
sebelum kemudian dibunuh atau dilepaskan.

Sampai saat ini masih banyak orang hilang yang belum ditemukan.
Laporannya disampaikan reporter Radio 68H di Jakarta, Dodi Mawardi

Suara pengakuan korban

Pius Lustrilanang: Ya selama semingu pertama penyiksaan. Semuanya
yang disekap pasti mengalami. Penyiksaan beragam antara lain dipukul,
disetrum, ditodong, dibaringkan dibalok es. Tapi saya hanya mengalami
dipukul, disetrum kemudian dibenamkan ke bak air.

Rahadjo Waluyo Djati: Jadi pada saat didalam sel pun, di dalam
penyekapan ketika sudah selesai masa-masa interogasi yang berat,
kami: saya, Pius, Andy Arief, Desmond, Faisol Reza dan Haryanto
Taslam, juga mengalami siksaan yang lain yaitu stress.

Itulah pengakuan korban penculikan tiga tahun lalu, Pius Lustrilanang
dan Rahardjo Waluyo Djati. Dua orang aktifis pro demokrasi pada zaman
pemerintahan Soeharto. Beruntung keduanya dilepaskan kembali oleh
para penculik. Tetapi ada belasan orang yang tetap belum diketahui
juga di mana keberadaan mereka sampai sekarang.

Keluarga korban terus berupaya mencari anggota keluarganya. Tetapi
selalu menemui jalan buntu. Keluarga korban juga meminta bantuan
pejabat pemerintah, DPR dan Komisi Nasional HAM.

Keluarga korban: Kami itu orang kecil, datang ke sini untuk
mengadukan apa yang tidak bisa kami lakukan. Sedangkan yang ada
disini, beliau-beliau yang mempunyai wewenang untuk menyuarakan ke
atas untuk memberikan solusi terbaik bagi terutama kami orang tua
para korban.
Jadi saya mohon bantuan dari bapak-bapak, bagaimana caranya supaya
anak kami itu, kabar anak kami itu.

Hasilnya, hanya kekecewaan yang dituai. Baik Komnas HAM maupun DPR
selalu memiliki alasan untuk mengatakan kasus penculikan ini sebagai
sesuatu yang pelik dan sulit dipecahkan. Seperti diungkapkan anggota
Komnas HAM BN Marbun.

BN Marbun: Tidak semudah kasus-kasus lain, ini kita akui. Karena ini
sesuatu yang ada organisasinya dibelakannya. Kita tak tahu persis.
Pas dilapangan kita tidak tahu mau pegang apanya.

Komnas HAM juga ragu-ragu membentuk tim khusus untuk menangani kasus
orang hilang. Sedangkan DPR, suaranya nyaris tak terdengar.

Pengadilan terhadap kasus penculikan pernah digelar tahun lalu.
Tetapi hasilnya sangat mengecewakan, paling sedikit bagi keluarga
korban, karena aktor utama tidak terungkap. Padahal dalam pengadilan,
pasukan penculik telah mengakui perbuatan mereka. Para penculik
bahkan mengakui diperintah oleh petinggi tentara, yang ujung-ujungnya
adalah Soeharto sendiri.

Pengurus komisi untuk orang hilang Kontras Munir mengatakan,
penculikan memang terkait dengan situasi politik. Munir menjelaskan
Wiranto terkait dengan penculikan aktifis pada tahun 1998.

Munir: Saya kira Wiranto tahu soal penghilangan orang. Pasca Mei
(1998) itu Wiranto yang tanggung jawab. Kalau orang-orang yang hilang
itu belum ketemu, berarti Wiranto yang mengambil keputusan.
Perencanaan mungkin tidak ya, tapi mungkin saja ya. Makanya
pengusutan penghilangan orang itu Wiranto merupakan aktor, bukan
hanya Prabowo.

Para penculik sudah mengakui perbuatannya. Siapa yang menyuruh
menculik juga telah diketahui. Tetapi, kasus ini belum juga bisa
dituntaskan. Ini kembali menunjukkan lemahnya penegakan hukum di
Indonesia. Sementara orang tua korban, masih bertanya-tanya:
Dimana anak kami, mengapa kalian culik anak kami?

Tim liputan 68H melaporkan untuk Radio Nederland di Hilversum.


---------------------------------------------------------------------
Radio Nederland Wereldomroep, Postbus 222, 1200 JG Hilversum
http://www.ranesi.nl/
http://www.rnw.nl/

Keterangan lebih lanjut mengenai siaran radio kami dapat Anda
peroleh melalui
[EMAIL PROTECTED]

Copyright Radio Nederland Wereldomroep.
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke