Naahhh... begini pan baru rame. Mulai banyak yang BICARA. Cuman saya selaku moderator merasa perlu mewanti-wanti dengan beberapa pemikiran berikut ini.
Seperti biasa, manakala topiknya sampai pada sesuatu yang bernama MLM, beginilah arahnya berbagai pembicaraan. Tajam, keras, kadang malah ketus. Hati-hati ya bapak, ibu, mbak, dan mas sekalian. Kali ini kita bikin berbeda. Coba aja kita renungkan. Sepertinya apa yang sering diributkan orang bukan "MLM-nya", melainkan "caranya". Alias "kata kerjanya" bukan "kata bendanya". Maka, please dijaga proporsinya. Asyik sih rame begini. Ayo BICARA semua. Tapi ya jangan cuman yang panas dan hot doang kayak MLM ini. Topik lainnya juga dong. Pesen saya cuman satu: "Diri Anda yang ideal dan menjadi cita-cita diri Anda, bukanlah Anda yang sekarang. Bedanya bukan pada waktu tapi pada perubahan. Berubahlah mulai sekarang. Angkat bicara!!!" Bicaralah yang baik dan proposrsional. Hangat atau sedikit panas gak apa-apa kok. Tapi, saling menjaga perasaan ya... plus kalo terkait dengan sebuah MLM, jangan disebut namanya ya... NB: Buat Mas Teddy atau Mas Ronny, coba deh ini didekati dengan NLP. Ini khan fenomena "generalization" atau "simple deletion" gitu. Sopa. Moderator http://milis-bicara.blogspot.com --- In bicara@yahoogroups.com, wicaksono aji <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Setuju, Pak. > > Aktivitas marketing-nya pun cenderung sembunyi-sembunyi, atau tidak blak-blakan. Kalau memang MLM itu bagus, mbok ya coba aktivitas marketin-nya dilakukan secara terbuka, misalnya bikin undangan di koran atau media massa bahkan akan ada presentasi produk MLM, gitu. > > Beberapa kali saya diundang oleh teman saya, maka cara mengundangnya juga tidak blak-blakan. Dia cuma bilang, "Ada peluang proyek nih?" Saya tanya proyek apa, dia cuma bilang, "Pokoknya datang dulu deh." > > Saya pun datang, karena memang dia teman akrab saya. Eh, nggak taunya saya mau jadi target "makanan" upper-line teman saya itu...! > > Contoh kedua, waktu saya kuliah dulu dan butuh kerjaan part-time untuk modal biaya kerja praktik dan bikin skripsi. Saya cek di koran, waktu itu Kompas. Di situ ada iklan baris yang kira-kira menawarkan pekerjaan part-time dengan potensi pendapatan Rp 5- 20 juta/ bulan...!!! > > Well, fantastis! Bahkan bagi seorang fresh graduate yang belum berpengalaman kerja pun pendapatan sebesar itu adalah luar biasa. Syaratnya ringan, cuma datang dan ada "walk in interview". > > Di iklan tersebut ada nomor yang bisa dihubungi. Karena penasaran, saya pun menelepon. Saya tanya pekerjaannya apa, si penjawab telepon cuma bilang, "Anda datang dulu saja ke kantor kami, baru nanti akan kami jelaskan." Saat saya tanya apakah saya harus bawa surat lamaran dan CV, si penjawab telepon bilang, "Boleh..." > > Hahhh??? Boleh??? Dalam logika saya, untuk pekerjaan dengan potensi penghasilan sebesar itu NORMAL-nya butuh "credentials" yang tidak main-main dari para pelamarnya! > > Namun karena penasaran, saya paksakan untuk datang. Yang disebut "kantor" adalah sebuah gedung pertemuan (aula) di Gedung Wisma Dharmala Sakti, Jl. Jenderal Sudirman, Jakarta. > > Saat itu sudah banyak orang yang datang, mungkin ada 200-an. Maklum, iklan lowongan di koran memang cukup efektif untuk menjaring pelamar kerja. Dan seperti saya, banyak orang yang datang dengan membawa data lengkap, mulai dari surat lamaran, CV, sampe fotokopi transkrip nilai. Bahkan sekitar 30% yang datang mengenakan "dress" layaknya mau WAWANCARA, mengingat ada proses "walk in interview" pada kesempatan tersebut. > > Apa yang terjadi? Kami diundang masuk ke dalam aula yang sudah ditata rapi dengan banyak kursi dan meja-meja tempat menaruh minum dan snack. Dan beberapa kemudian barulah saya sadar bahwa acara tersebut adalah presentasi produk sebuah MLM. > > Karena merasa "dikerjain", ada beberapa orang yang sudah niat untuk ikut "walk in interview" langsung ngacir "walk out" karena merasa apa yang telah dilakukan oleh MLM tersebut sangat tidak etis. > > Salam, > > WICAKSONO > Jakarta > > > ----- Original Message ---- > From: hartojo gondomulia <[EMAIL PROTECTED]> > To: bicara@yahoogroups.com > Sent: Saturday, January 5, 2008 1:09:59 PM > Subject: Re: [Bicara] Si Buruk Rupa Itu Bernama MLM! > > > > > > > > > <!-- > > #ygrp-mkp{ > border:1px solid #d8d8d8;font-family:Arial;margin:14px 0px;padding:0px 14px;} > #ygrp-mkp hr{ > border:1px solid #d8d8d8;} > #ygrp-mkp #hd{ > color:#628c2a;font-size:85%;font-weight:bold;line- height:122%;margin:10px 0px;} > #ygrp-mkp #ads{ > margin-bottom:10px;} > #ygrp-mkp .ad{ > padding:0 0;} > #ygrp-mkp .ad a{ > color:#0000ff;text-decoration:none;} > --> > > > > > Saya setuju 100% mengenai manfaat dari MLM sebagaimana yg disampaikan Bpk Dadang Kadarusman, namun kelihatannya Bpk Dadang lupa menyampaikan sisi keburukannya, sehingga pembaca dapat memberikan justifikasi secara adil terhadap suatu produk MLM yang ditawarkan kepadanya. > > Saya sih bukan ahli marketing / sales, namun saya mencoba membahas sisi gelap dari MLM seperti di bawah ini: > Kalau yang dicontohkan oleh Bpk Dadang bahwa si A membeli barang dari Tanah Abang / Harco Glodok / Lindeteves / Pasar Pagi, dll dengan discount 30%, memang para pedagang pusat grosir spt Tanah Abang / Harco / Lindeteves / Pasar Pagi, dll merupakan pedagang yg sudah kawakan, shg mereka harga yg diberikan oleh mereka sudah merupakan BEST PRICE for the VALUE. Namun, harga produk yg ditawarkan oleh MLM bukan best price for the value, karena HARGANYA TERLALU TINGGI DIBANDINGKAN MANFAAT / KUALITASNYA. Memang para pengusaha MLM sengaja men-design harga overpriced tersebut agar dapat memberikan > kontribusi yg cukup lumayan kepada setiap member ( direct maupun indirect ) agar para member termotivasi utk menjualkan produknya & mencari member baru. Akan tetapi menurut pandangan saya, kebijakan menetapkan harga yang OVERPRICED tsb TIDAK BIJAK, karena konsumen akhirnya akan menyadari bahwa mereka DITIPU ( BACA : membeli barang dengan harga kemahalan ). Akan tetapi para pengusaha MLM tidak berani menetapkan harga suatu produk dengan harga yg pantas, karena mereka kuatir akan susah mendapatkan member, khususnya member iseng2 ( ibu rumah tangga, karyawan kantor, dll yg tidak mengerti sistem perdagangan yg baik, yakni mengejar kuantitas penjualan dengan profit margin kecil JAUH LEBIH BAIK daripada memperoleh menjual sedikit / amat sedikit dengan profit margin besar ), shg kenaikan penjualan mereka tidak mungkin menjadi deret ukur, namun hanya berupa deret hitung ( slow but sure ) & menjadi tidak ada bedanya dengan perdagangan secara tradisional, bahkan > bisa kalah, > karena induk usaha produk dari perdagangan tradisional menggunakan promosi yg canggih melalui berbagai media. > > Demikian, semoga bermanfaat & apabila tidak berkenan anggap saja tulisan ini TIDAK PERNAH ADA. > > > > > > > > > > > ____________________________________________________________________________________ > Never miss a thing. Make Yahoo your home page. > http://www.yahoo.com/r/hs >