*                                                                  Emang
Enak Jadi Orang Kaya*

                                                                   By MTA
(Made Teddy Artiana)

*photographer, graphic designer & profile developer*

 http://semarbagongpetrukgareng.blogspot.com/





Istimewa sessi photo prewedding kali ini. Rencananya kami akan melakukannya
di pulau yang 2 jam jauhnya sepelayaran. Bukan kali pertama ini aku berlayar
untuk sebuah pemotretan. Tetapi inilah pertama kali bagiku untuk preweding
disebuah pulau, yang terletak di gugusan Kepulauan Seribu sana, dengan
menggunakan kapal mini yang begitu mewah dan berangkat dari sebuah rumah
tinggal yang mirip dermaga, yang kesemuanya adalah milik client kami. Milik
pribadi. Iseng bertanya pada salah seorang crew kapal tentang berapa harga
kapal ini..aku pun mendapatkan jawaban yang sudah kukira sebelumnya. “10 M,
Pak” katanya tersenyum. Aku mengangguk-angguk. Tak meleset lagi. “Ada empat
lagi Pak didermaga rumah ? Malah yang lebih besar”, sambungnya kembali, kali
ini dengan tertawa kecil. Dan aku membelalakkan mataku lebar-lebar. Sebuah
pulau, rumah dermaga, lima buah kapal dan tiga buah jet sky –yang
masing-masing seharga satu mobil honda Jazz- itu baru yang kuketahui. Aku
merasa sudah cukup bertanya, tidak ingin tahu lebih banyak.



Mereka berdua memang pasangan istimewa. Keduanya berasal dari keluarga luar
biasa. Pengusaha sukses. Calon mempelai laki-laki mengelola sebuah
perusahaan telekomunikasi dan networking, sedangkan yang wanita, seorang
dokter muda, yang mempunyai rumah sakit dengan namanya sendiri, dan sedang
melanjutkan sekolah dokter spesialis !! Lengkap sudah. Pasangan serasi.
Muda, berbakat, sukses, cerdas, dari keluarga terhormat dan saling
mencintai. Keadaan yang diinginkan siapapun yang waras otaknya. Mengagumkan.
Tetapi yang membuat ku lebih terkagum-kagum adalah justru peranan orang tua
mereka. Betapa tidak, dalam limpah ruah harta kekayaan itu mereka, orang tua
kedua pasangan ini, berhasil menanamkan kekuatan yang demikian kepada
anak-anak mereka dan mengarahkan anak-anaknya sehingga menggunakan gelimang
harta kekayaan itu dalam jalur-jalur yang benar.



Itu tidak mudah. Sangat amat tidak mudah !!! Bukan jenis keberuntungan yang
sekonyong-konyong turun dari langit, melainkan pencapaian luar biasa berat
dan mengarungi waktu yang pastilah demikian panjang. Kita semua tahu harta
kekayaan adalah pedang bermata dua. Ditangan yang tepat akan mendatangkan
kemaslahatan, sedangkan jika tidak, akan berbalik mengancam, mengejar dan
akhirnya menikam mereka yang tidak cuku ilmu dan hati dalam menggenggamnya.
Tak terhitung jumlahnya orang tua yang terbenam dalam kekayaan, sehingga
lupa bagaimana mendidik anak-anak mereka. Mudah ditebak, anak-anak itu
kemudian berubah menjadi monster setelah dewasa. Manja, menghamburkan uang,
menyusahkan orang tua dan membawa bencana buat orang sekitarnya. Pendeknya
melakukan segala perbuatan yang dilakukan oleh orang yang tempurung kepala
dan hatinya nya kosong melompong. Karena semakin kaya kita, semakin banyak
yang kita lihat, semakin luas keinginan, semakin beragam godaan dan semakin
banyak peluang yang menari-nari dipelupuk mata.



Keadaan ini kontras jika teringat dulu ketika masih kecil, bersama kedua
orang tua dan kakak, kami tinggal dalam sebuah rumah sederhana di komplek
pegawai negeri sipil. Seolah membandingkan pedati tua pengangkut jerami,
dengan Ferarry. Tetangga kami, mereka miskin, begitu miskin. Keadaan mereka
sangat menyedihkan. Bapak, ibu dan anak-beranak itu tinggal berdesakan
disebuah rumah reot yang sewaktu-waktu bisa saja rubuh tanpa sebab apapun
sebelumnya. Bapaknya hanya pesuruh kantor berpenyakit cacing pita yang
kronis. Ibunya penjaga sepetak kebun bayam, yang juga sakit-sakitan.
Sementara anak-anaknya, agak berbeda. Petantang-petenteng laksana anak Camat
yang baru saja menjual tanahnya berhektar-hektar. Begitu sering kudengar
orang tua mereka mengeluh tentang anak-anaknya. Sayang anak-anaknya tak
mendengar rintihan itu. Mungkin saja mereka mendengar, tetapi sesegera itu
melupakannya. Kempat anak itu punya track record berbeda, meskipun punya
satu hal yang merupakan kesamaan dari keempatnya. Sama-sama punya kepala
tetapi tanpa otak. Anak yang pertama, tak jelas juntrungannya. Anak kedua
menghamili teman sekelasnya ketika SMP, dan akhirnya menikah. Anak ketiga,
berprofesi sebagai preman, dengan tatto disekujur badan. Anak yang keempat,
masuk keluar diskotik, bahkan dengan uang SPP utangan tetangga yang
seharusnya dibayarkan ke sekolah.



“Kalau mereka ayam”, kata Si Bapak disuatu kesempatan padaku,”sudah dari
dulu saya jual !!”. Anak orang melarat, bodoh, angkuh dan bejat kelakuannya.
Orang tua yang begitu terluka. Sampai saat ini aku masih bertanya-tanya
apakah keadaan mereka disebabkan karena kemiskinan. Rasa tidak. Aku punya
selusin kawan yang berada dalam kondisi kemiskinan serupa tetapi pandai dan
berbakti pada orang tua mereka. Jadi kedua hal ini nampaknya tidak
berbanding lurus.



Disebuah kesempatan peluncuran Buku Kedua Bob Sadino di Gramedia,  dan
kebetulan diundang oleh Si Om dan penerbit. Aku menyaksikan adegan yang aku
anggap lucu. “Apa resepnya supaya sukses dan kaya raya seperti Om Bob ?”.
Pertanyaan klise ini begitu sering muncul sehingga aku sudah agak bosan
mendengarnya. Aku yakin benar Si Om juga sudah muak menjawab hal itu.
Herannya pertanyaan ini keluar dari seorang pembantu dekan disebuah
perguruan tinggi swasta terkemuka di Jakarta. Reaksi Om Bob, tampak
tersenyum mengejek. “Kamu kira enak jadi orang kaya !!! Belum rasa
diaaaa..””, jawab beliau lantang, kemudian menoleh kearah kami yang berada
dibelakang beliau. Tak jelas maksud “tolehan” tadi. Kami yang berdiri
dibelakang Om Bob ini, belumlah kaya. Tak jauh bedanya dengan sang penanya.
Masih terus berusaha untuk jadi kaya. Sangat jauh dari level Om Bob. Tolehan
ini membuat kami kikuk. Mau tersenyum, takut disangka kaya beneran. Kalau
bengong, malah dimarahi Om Bob, karena tidak mendukung. “Nanti kamu
rasa..bahwa kaya itu nggak enak !!!”, jawab Om Bob singkat mengetahui
kebingungan team pendukung beliau.



Adegan itu bermakna cukup dalam bagiku pribadi. Setidaknya tentang kekayaan.
Paradigma kekayaan itu bermetamorfose saat itu. Dari sebuah syarat –center
of point- menjadi sebuah perjalanan. Dari sebuah kesenangan belaka, menjadi
sebuah amanat. Aku rasa ada sebuah tanggung jawab yang berat dalam gunungan
harta kekayaan itu. Bagaikan mendapat sesuatu tetapi harus kehilangan
sesuatu. Mendapat harta, tetapi kehilangan…entahlah. Yang jelas, diperlukan
hati dan otak yang cukup untuk menggenggam kekayaan. Tanpa itu, hampir pasti
kekayaan akan berubah menjadi racun yang mematikan. Tetapi ini hanya
hipotesa ku saja. Karena aku toh belumlah sampai digerbang itu. Nampaknya
kekayaan juga sangat relatif dan selalu berada didepan. Ia menempatkan diri
sedemikian rupa sehingga selalu dalam posisi untuk dikejar. Ada garis start,
tetapi memiliki garis finish.  Yang mendapatkan sedikit akan terus berusaha
mendapatkan lebih banyak, sedangkan yang mendapatkan banyak, tetap akan
mengejar yang lebih banyak lagi. Demikian seterusnya..selalu..dan
selalu…Jika demikian nampaknya definis kekayaan diotak kita harus mengalami
pencerahan, karena jika tidak sepertinya diri kita, istri, anak dan keluarga
dalam bahaya. Karena jangan sampai kita “kehilangan hidup” justru dalam
usaha pengejaran kita yan begitu bernafsu terhadap kekayaan dan kesuksesan.



Jika demikian judul diatas “Emang Enak Jadi Orang Kaya” dapat mengalami
penafsiran berbagai macam, sesuai tanda bacanya. Jika kita membubuhi tanda
tanya :”Emang Enak Jadi Orang Kaya ?”. Menjadi sebuah pertanyaan yang
mungkin dilontarkan oleh orang yang belum kaya dan sangat ingin kaya. Jika
dibubuhi tanda seru : “Emang Enak Jadi Orang Kaya !”. Cocok untuk OKB (Orang
Kaya Baru), yang belum lama berubah jadi kaya. Yang aneh jika dibubuhi tanda
baca tanya dan seru sekaligus : “Emang Enak Jadi Orang Kaya !!??”.
Sepertinya ini diucapkan oleh mereka yang sudah demikian kaya raya, dan
akhirnya memandang sebuah kekaayaan sebagai sesuatu beban yang cukup
menyusahkan.



 ***


*with friendship, respect & blessing
**Made Teddy Artiana, S. Kom*

*"Life is one big road with lots of signs. So when you riding through the
ruts, don't complicate your mind. *
*Flee from hate, mischief and jealousy. Don't bury your thoughts, put your
vision to reality. Wake Up and Live! "
**(Bob Marley)*
*

*** *T J A M P U H A N*
*company profile developer*

[ My Photography PORTFOLIO ]
# Commercial Photography #
http://companyprofile.multiply.com
http://withbobsadino.multiply.com

# Wedding Special Photography #
Pernikahan Agung Puteri Sri Sultan Hamengku Buwono X
GRAJ Nurkamnari Dewi & Jun Prasetyo MBA
http://nurkamnaridewi.multiply.com

# Wedding Photography #
http://candidwedding.multiply.com
http://weddingcandid.multiply.com
http://mtaprewedding.multiply.com
http://damonpuji.multiply.com
http://prewedding.multiply.com
http://prewedding1.multiply.com
http://prewedding2.multiply.com
http://prewedding3.multiply.com
http://outdoorprewedding.multiply.com
http://weddingceremony.multiply.com

# Jurnalism Photography #
http://fotojalanan.multiply.com

[ CONTACT US ]
Esia. 96202505
Flexy. 70820318
m. 0815 740 900 80 - 0813 178 227 20
email. teddyartiana_photogra...@yahoo.com

Reply via email to