Hhh, ternyata memang benar, perlahan negeri kita ini sudah dijajah..

On 2/22/08, Amril Taufik Gobel <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>
>
>
>    Alumni Luar Negeri, Aset Siapa?
>
> Oleh :
> Erie Sudewo
> (Social Entrepreneur)
>
> Karena cuma menghafal nama dan angka tahun, peristiwanya luput
> dimaknai. Karena tak tahu peristiwanya, benang merah misteri yang
> membalut peristiwa dari masa ke masa juga sulit disidik. Karena tak
> bisa disidik, ke mana bergeraknya juga gagal diprediksi. Karena gagal
> memprediksi, itu tanda berpikir kritis tak dilatih.
>
> Karena tak kritis, salah satu dampaknya anggap sepele sejarah. Karena
> anggap sepele sejarah, seolah hari esok lepas dari kemarin. Karena
> tak ada hubungan kemarin dan esok, hari ini kita kebingungan. Karena
> bingung, jati diri pun lepas.
>
> Karena tak mahfum jati diri, krisis identitas makin parah. Karena
> krisis identitas, bangsa ini jadi santapan empuk asing. Karena jadi
> santapan empuk, mudah sekali diakali. Karena mudah diakali, masa
> depan bangsa ini tergadai. Entah apakah metode hafalan ini strategi
> kolonial menutupi begitu banyak kekejian dan keculasan mereka. Ya dan
> tidaknya tergantung sudut pandang. Yang pasti sejarah bukan kumpulan
> peristiwa tak bermakna.
>
> Ada tonggak-tonggak yang dipahat founding fathers. Itu biduk yang
> memandu arah masa depan. Memang siapa bilang menggapai cita-cita
> mudah. Tak ada satu pun bangsa yang berleha-leha lantas sukses.
> Celakanya, bangsa yang gemar melahap mi instan ini seolah dalam
> meraih masa depan cukup menyeduh beberapa menit.
>
> Sebagian policy maker kita memang mesti belajar merumus kebijakan.
> Untuk diri sendiri dan partai, mereka tak usah diajari. Mereka
> maestro, hingga negara pun rela dilego. Jika strategi jual negara
> laku dijual, mereka pasti jadi guru besar dunia. Negara ini sudah
> miskin. Mereka yang menjual negara, kaya-kaya bukan?
>
> Setiap tahun pasti banyak terjadi peristiwa. Kita coba pilah
> peristiwa yang membuat bangsa ini tak jelas bergerak ke mana. Yang
> menarik, tahunnya kebetulan berada di sekitar angka tujuh. Lantas
> sibak di tiap pergantian 10 tahunan. Tapi, camkan, angka 7 dan 10
> hanya kebetulan sejarah. Perhatikan saja pada peristiwanya. Lantas
> telusuri kausalitas makna di baliknya.
>
> Tahun 1957 diam-diam FEUI memulai hubungan dengan Harvard University.
> Bentuk kerja samanya beasiswa studi. Bagi negara Paman Sam, kerja
> sama ini amat strategis. Alasannya tentu politik, yang akhirnya
> mengarah pada ekonomi.
>
> Jangka pendeknya perang dingin antara Rusia dan Amerika sedang hangat-
> hangatnya, di samping poros Jakarta-Peking sudah dihembus-hembus
> Soekarno. Jangka menengah mendidik mahasiswa dan pengajar FEUI
> sebanyak-banyaknya, bukankah langkah besar.
>
> Jangka panjangnya sadar atau tidak, para alumni ini sedang dikader
> Amerika. Jika 10 atau 20 tahun kelak jadi pejabat, bukankah itu aset?
> Tapi, aset siapa? Jangan lupa pepatah there is no free lunch bukan
> tanpa makna. Tahun 1967 Orla baru saja tumbang. Blok Eropa Timur yang
> dimotori Rusia tertohok. Jakarta-Peking pun dikubur.
>
> Orang-orang Cina di Indonesia resah. Jika ingin selamat, mereka harus
> beralkulturasi. Sebagian nama Cina pun diubah. KO-nya Blok Timur,
> kemenangan Blok Barat. Orba pun ditegakkan.
>
> Lirikkan pada Barat, segera terjawab karena kerja sama beasiswa telah
> hasilkan doktor-doktor ekonomi. Segera di Bappenas dibuat tim yang
> melibatkan para alumni dan institusi Harvard. Tim ini jadi thingtank
> pembangunan 25 tahun Indonesia ke depan. Untuk pertama kali era ini
> ditandai dengan munculnya istilah mafia Berkeley.
>
> Untuk itu Amerika serius kerahkan segala sumber daya. Mengapa? Karena
> dalam konstelasi politik, Indonesia di masa Soekarno merupakan
> kekuatan raksasa. Di Asia Tenggara ditakuti. Di Australia amat
> diperhitungkan. Apa yang dikatakan Soekarno sering mengguncang dunia.
> Tak heran saat itu sosoknya kerap disejajarkan dengan JF Kennedy dan
> B Tito (Polandia). Malah Mahathir yang sukses memajukan Malaysia oleh
> sebagian pihak dianggap 'Soekarno Kecil'.
>
> Sayangnya seperti yang Richard Nixon katakan: ''Kelemahan Soekarno
> terletak pada keyakinannya bahwa revolusi belum dan tidak akan pernah
> selesai''. Artinya, pembangunan tidak hanya dengan pidato retorik,
> tetapi juga harus dengan bekerja. Tahun 1977 Andi Hakim Nasoetion
> (IPB) menulis artikel menarik. Saran pertamanya fakultas pertanian di
> Irian, jangan belajar pertanian sawah. Konsentrasilah pada budidaya
> sagu. Kedua, bangun pusat-pusat pertukangan di sekitar belantara
> hutan Kalimantan.
>
> Di Indonesia, saran dari bukan teknokrat telanjur dianggap gangguan.
> Yang terjadi seluruh fakultas pertanian di Indonesia belajar tentang
> sawah. Akibatnya, jika tak makan nasi, seolah-olah jadi warga kelas
> dua. Padahal, kondisi Irian tak layak disawahkan. Kini 220 juta orang
> Indonesia harus makan nasi. Implikasinya Indonesia jadi negara
> pengimpor beras terbesar dunia.
>
> Jika saran Andi Hakim Nasoetion digugu, diversifikasi pangan telah
> terjadi. Usul itu juga bukan hanya mewarisi kearifan lokal, malah
> bakal menghasilkan produk turunan lainnya. Pusat pertukangan dan
> sekolah kejuruan perkayuan di Kalimantan pun tak pernah terbangun.
> Orba lebih suka mencacah hutan dengan membagi-bagi HPH. Jika pusat
> pertukangan terbangun, Indonesia akan melahirkan banyak ahli
> pertukangan.
>
> Hutan juga tak akan sekejap gundul karena pertukangan adalah proses
> jadi profesional. Dengan pertukangan, reboisasi lebih mudah
> dilakukan. Sementara itu, HPH cenderung mewariskan masalah. Hutan
> gundul, reboisasi pun akal-akalan. Lingkungan rusak, banjir bandang
> pun kerap menerjang. Tahun 1987 dalam sebuah seminar di Museum Satria
> Mandala Jakarta, Dorodjatoen Koentjoro Jakti mengatakan: ''Pada tahun
> 2.000 nanti akan ada bangsa yang terbukti tak tahu akan dibawa ke
> mana bangsanya ini.''
>
> Pernyataan ini mengejutkan sebab sangat berseberangan dengan rekan-
> rekan pengajarnya. Bukankah sobat-sobatnya yang mengarsiteki
> pembangunan Indonesia? Pernyataan Dorodjatoen menjawab tuntas rumor
> yang berkembang: Mengapa dia tidak pernah jadi menteri?
>
> Tahun 1997 ucapan Dorodjatoen terbukti. Indonesia dilumat krisis.
> Diawali dengan moneter, krisis ini terus menebar petaka ke seluruh
> sektor yang hingga hari ini tak juga siuman.
>
> Akar penyebab diutak atik. Yang dari sekian banyak pendapat, moral
> buruk dituding jadi biangnya. Moral buruk memang tampak di segenap
> sisi. Pembangunan selama Orba melahirkan banyak wajah minor. Korup,
> potong kompas, serba instan, uang pelicin, basa basi, slogan kosong,
> hingga P4 pun cuma 'harmoko', hari-hari omong kosong.
>
> Yang alergi pada mafia Berkeley, menuding kelompok ini punya andil
> besar meremukkan fondasi perekonomian nasional. Usulan Andi Hakim
> Nasoetion tak dapat tempat. Bukan hanya mikro, juga amat tak gengsi
> karena bicara sawah dan pertukangan. Jelang krisis moneter, terjadi
> dialog opini antara kubu Widjojonomics dan Habibienomics. Habibie pun
> ditertawai karena membaca clash fow pun diragukan. Lebih-lebih
> Habibie tawarkan pendidikan yang siap pakai.
>
> Artinya, masuk dalam kelas buruh dan paling banter supervisor. Apa
> yang dibawa Habibie dan Andi Hakim Nasutioen hanya sektor mikro.
> Sulit bawa bangsa ini pada kegemilangan. Hasilnya berbagai sekolah
> kejuruan tutup panggung. STM Pembangunan yang pernah dibanggakan, tak
> lagi dilirik. SMEA seolah jadi sekolah buangan. Sekolah menengah
> analis kimia, sayup-sayup sampai. Bahkan, SPG pun mati angin tak
> punya wibawa apa-apa.
>
> Akhirnya, pada 2007 masyarakat antre minyak tanah. Sebuah fenomena
> yang hanya layak di zaman kolonial. Antre minyak di atas sumber daya
> minyak, ini cuma ada di Indonesia. Andai para pemegang kebijakan
> sesekali bangun sebelum Shubuh untuk antre minyak, mereka pasti bakal
> memaki pembuat kebijakan.
>
> Hidup ini realistis menjejak bumi. Bukan asyik dengan pendekatan
> makro, disambut senyum dan tepukan riuh pidato sana sini. Apalagi
> yang bertepuk tangan hanya segelintir orang, terutama oleh mereka
> yang asing-asing. Tanpa pesan, penerima beasiswa dapat kesempatan
> sekolah sebagai anugerah. Karena anugerah, pemberi beasiswa dianggap
> penjamin masa depan. Karena menganggap dewa, apa pun titahnya
> dilaksanakan tanpa reserve.
>
> Karena tanpa reserve, apa pun yang diminta diserahkan yang terbaik.
> Karena yang terbaik diserahkan, hingga perparkiran pun dikelola
> secure parking. Karena dari parkir hingga eksplorasi sumber daya oleh
> asing, masa depan negara ini tak jelas ke arah mana. Tanpa pesan,
> negara ini jatuh.
>
> Mafia Berkeley sebelumnya dituding hanya di satu PT. Kini yang
> menjabat Menko Ekuin, Menkeu, dan beberapa direktur di Depkeu berasal
> dari PT yang lain. Soalnya mengapa pendekatan makro tetap jadi
> fondasi pembangunan?
>
> Ingat there is no free lunch. Tanpa pesan kebangsaan, alumni
> pendidikan luar negeri telah jadi aset mereka yang asing-asing.
> Sampai kapan ini disadari?
>
>
> Ikhtisar:
>
> - Agenda asing di Indonesia sangat banyak.
> - Kebijakan pemerintah pun sering mengadopsi
>
>
> Source: Republika, Rabu, 20 Februari 2008
>
>
>
>
>
>
> --
> www.daengbattala.com
> --update : "There's Something Pinky in My Heart"
>
>  
>



-- 
********
Salam,

deen
http://deen.co.nr

Kirim email ke