*dalam waktu dekat, di sebuah
peron<http://daengrusle.com/2008/09/24/dalam-waktu-dekat-di-sebuah-peron/>
*
**
*::gerbong riuh*
saya, yang hanya berbekal mungkin, tersamar pada gundah selasar peron
setasiun tua. cemas menerka gumam dari lintas kereta dan gerbong yang riuh
itu.

*::diatap nasib*
di atas atap yang bertelingkup pada kabel listrik bertegangan, kujumpai
wajah-wajah nanar menanti nasib. hendak sampaikah menjejak pulang, atau
terpapar kematian yang bodoh. berselimut tangan, menekuk lutut, mereka
mungkin sedang asyik membincangkan sinetron yang sedang tayang di kala
primetime, tapi nasib juga sedang bergerak mendekat mengais petaka diantara
jeda hidup atau mati, milik mereka. sedetik saja angin menggoyang badannya,
atau tempias hujan iseng menyiramnya dari sekelebat pancaran listrik itu,
maka nasib menjadi pantas dijejalkan.

*::di gerbong sesak*
mereka, yang megap mencari ruang selapang dua lubang hidung, terserak
diantara pengab dan sesak, dan bau dari semua jenis peluh. dalam mana norma
persentuhan sudah nihil adanya, ruang dan antara menjadi barang mahal, dan
keluh kesah jadi niaga yang murah. tangan-tangan gelisah mencari dinding
atau apa saja yang bisa disangkutkan, mencoba selamat dari lembam gerbong
berderak. sejatinya semua menjadi mahfum, itu demokrasi dimana nasib kaya
miskin tergencet oleh buta-ruang. sempit, bahasa umumnya.

*::di pintu masuk*
tak ada yang bisa diceritakan, selain bahwa pintu masuk menjadi semacam
khayalan semua orang, di kereta yang sesak, dan rindu pulang ke rumah biar
lega mendekap dan napas tak perlu memburu.


-- 
salama'

daengrusle
http://daengrusle.com

"Which is it, of the favors of your Lord, that ye deny?"
(QS. Ar-Rahmaan)

Kirim email ke