Akhirnya, jadi blogger juga... hehehe

http://public.kompasiana.com/2009/03/04/prabowo-subianto-pengalaman-sngkat-saya-bermilis/

Pada akhir pekan lalu, saya menitipkan email pribadi kepada Sudara Iwan
Piliang, yang kami kenal ketika yang bersangkutan menang lomba menulis blog
yang diselenggarakan oleh TIM Facebook Prabowo Subianto penghujung 2008
lalu. Tulisannya soal Pasar Tradisonal.

Hasilnya, mulai dari milis Apwkomitel, Agromania, Tionghoa-Net (T-Net),
Jurnalisme dan terakhir Forum Pembaca Kompas, telah menyertakan saya sebagai
anggota.

Saya akan terus berusaha mengikuti milis komunitas lain yang berkenan
menerima saya sebagai anggota. Pengalaman singkat ini ingin pula saya share
kepada pembaca blog publik di Kompasiana.com

Jujur saya katakan, saya menyesal, mengapa baru kini ikut bermilis di
internet.

Email pribadi dan tanggapan, begitu banyak masuk. Bahkan kehadiran saya di
milis Tionghoa-net (T-net), telah membuat “kemeriahan”, timbul pro dan
kontra seorang Capres ikut milis, apalagi capres seperti saya dikaitkan
sebagai “aktor” kerusuhan Mei 1998.

Bagi saya pribadi melihat milis T-Net dan milis-milis lainnya, memiliki
karakter yang khas. Sebanyak 33 juta orang Indonesia berlalu lintas di
internet di antaranya melalui milis. Banyak milis membahas perihal yang
sangat strategis. Pandangan-pandangan yang disampaikan sarat dengan inovasi,
kreativitas, dan terobosan dalam berpikir.

Gambaran seperti ini, tentu saja menarik. Bukan saja karena meniupkan aura
perubahan, namun dari lubuk hati yang terdalam, perlu saya sampaikan bahwa
milis-milis tersebut sebagian besar, termasuk di dalamnya milis T-Net,
betul-betul menawarkan wawasan baru dalam mencari solusi bangsa dan negeri
tercinta.

Pro kontra adalah suatu hal yang wajar terjadi. Jangankan dalam sebuah mlis
seperti T-Net, dimana di dalam nya bergabung sesama anak bangsa yang
berlainan latar belakang keilmuan, namun dalam sebuah keluarga saja, suasana
berbeda pendapat itu sering kita temui.

Dalam pandangan saya, hal semacam itu lumrah terjadi dan perlu terus
didorong selama dalam rambu-rambu dan norma-norma yang kita sepakati. Ingin
saya tegaskan: berbeda pendapat itu sebuah hikmah dan bukan sebuah tragedi.
Tinggal bagaimana kita memandangnya secara bijak dan penuh kearifan,
sehingga menggumpal menjadi pola pikir, pola sikap dan perilaku yang harmoni
dan menendang jauh-jauh perilaku yang dikhotomis.

Macam-macam pertanyan pribadi yang saya terima, jumlahnya ratusan perhari.
Isinya mulai dari dukungan, keluhan, kemarahan, hingga pembuktian peran
nyata di bidang pertanian. Kesemuanya belum seluruhnya bisa langsung saya
jawab, tetapi seluruhnya saya baca. Minimal dari rangkuman yang dibuat oleh
tim sya.

Kepada Saudara Rudi Rusdiah, moderator moderator milis Apwkomitel, jaringan
warnet, saya menyampaikan terima kasih. Banyak email pribadi yang masuk ke
saya, di antaranya dari Tulungagung, yang menyampaikan upaya mengembangkan
Internet Gotong Royong (IGR), internet murah masuk desa.

IGR sebuah upaya mulia untuk mengatasi kesenjangan digital. Adalah
tanggung-jwab negara semestinya mengatasi kesenjangan itu. Apabila swasta
melakukan hal macam ini, apalagi perorangan dan LSM, sudah semestinya
mendapatkan apresiasi tinggi. Maka, melalui jaringan dan jajaran kami,
perihal Internet Gotong Royong ini, akan kami dukung.

Banyak sosok individu hebat di dunia telematika Indonesia, sekadar
menyebutkan nama, Saudara Onno W. Purbo, namun belakangan, kami amati,
kemampuannya justeru banyak dipakai oleh Thailand, dan negara lain untuk
akses telepon pedesaan, internet wireless murah.

Dari milis APWKOMITEL pula saya direferensi masuk ke milis Agromania.

Senin, 2 Februari 2008 pukul 22-23, kemarin, di saluran Jaktv, saya tampil
dalam perbincangan sejam dengan Irma Hutabarat. Topik utama yang saya
sampaikan: ihwal pertumbuhan ekonomi yang harus dua digit, setidaknya 12%
setahun, agar GDP kita bisa di atas US $ 2.000.. Bila tidak dua digit, maka
sudah bisa dipastikan di ulang tahun seabad kemerdekaan RI, 2045, negeri ini
bukan makin sejahtera, tetapi sebaliknya. Apalagi pertumbuhan ekonomi secara
signifikan hanya dinikmati oleh sekitar 3% saja dari total populasi
penduduk.

Saya memaparkan bagaimana mencapai pertumbuhan ekonomi di angka dua digit
itu.

Tiada lain tumpuan memang ke sektor pertanian. Salah satu yang saya ungkap
dari dialog tadi malam, Tuhan telah begitu menyayangi Indonesia, melalui
keajaiban yang diberikan dengan menumbuhkan beragam tanaman bernilai ekonomi
tinggi. Salah satu tanaman bernilai ekonomi tinggi yang tidak tumbuh di
negeri lain itu adalah Aren. Tanaman yang selama ini seakan dilupakan.

Dari satu hektar pohon Aren, menghasilkan bio-etanol 19 ton pertahun. Saat
ini Kolombia, Nigeria, bahkan Brazil, sudah mulai mengambil bibit Aren dari
Sulawesi Utara untuk ditanam secara massal di negara mereka, mengingat
pentingnya Aren bagi menghasilkan energi alternatif.

Sebanyak 59 juta hektar hutan kita harus dihijaukan kembali. Sekitar 13 juta
petani tidak memiliki lahan sendiri. Sementara untuk menggarap satu hektar
lahan Aren dibutuhkan SDM 3 orang. Jika saja 20 juta hektar hutan mampu
dihijaukan dengan Aren, sudah akan menyerap tenaga kerja 60 juta. Otomatis
petani yang tidak memiliki lahan bisa terserap di sini. Dan potensi
Indonesia menjadi negeri petro dolar mengganti Timur Tengah bukan suatu yang
mustahil terjadi, melalui produksi etanol yang melimpah.

Oleh sebab itu, lebih dari 60% penduduk yang bergerak di sektor pertanian
kini, dengan anggaran di APBN ke pertanian hanya 1,6% saja, inilah
seharusnya diubah. Jika untuk pendidikan saja 20% belum menunjukkan
perubahan signifikan, maka angka 1,6 % ke pertanian tersebut, memang membuat
keadaan seakan kufur nikmat: potensi pertanian, perkebunan, perikanan sulit
bergerak tumbuh.

Poin saya kepada Saudara-Saudara di milis Apwkomitel, adalah, jika di
beberapa desa, kecamatan sudah masuk internet murah, konten-konten peluang
informasi pertanian seperti di atas, kelak dapat kita sosialisasikan.
Memotivasi bagi bergeraknya semangat meningkatkan kualitas kehidupan.

Dan pokok pikiran di atas dengan kerendahan hati ingin saya diskusikan dan
kritisi bersama. Barangkali dengan menulis di blog Kompasiana.com, publik
lebih luas dapat mengkritisi saya, sebaliknya saya pun dapat menyampaikan
pokok pikiran melalui tulisan.

Saya belajar dari Bapak Chappy Hakim, yang sudah duluan menjadi tokoh di
blog Kompasiana.com ini. Saya membaca tulisannya. Semoga saya dapat pula
menulis seaktif bapak Chappy Hakim, paling tidak Saudara Boyke Ambo
Setiawan, kordinator TIM Facebook saya di: http://tinyurl. com/prabowo, yang
juga kawan Bapak Chappy Hakim di udara, dapat pula menjadi warga
Kompasina.com, menulis bersama di sini.

Kepada Kompasiana.com, khususnya moderator blog ini, Saudara Pepih Nugraha,
dan Saudara-Saudara Jurnalis Kompas, saya mengucapkan terima kasih, jika
tulisan dan keberadaan saya di sini dapat diterima.


ATG
-- 
www.daengbattala.com
update :
"Biter Hamen dan Ketangguhan Menghadapi Persoalan"
www.daenggammara.com

Kirim email ke