Harian Tribun Timur, Selasa, 05 Januari
2010



Kriteria Sistemik Dalam Skandal Century

http://www.tribun-
timur.com/read/artikel/67099 



Oleh : Muslimin B. Putra



Kriteria sistemik adalah kata kunci bagi panitia angket DPR untuk melakukan
penyelidikan terhadap kasus dana talangan (bail out) Bank Century. Dari empat
pejabat dan mantan pejabat Bank Indonesia yang telah dipanggil dihadapan Sidang
Pansus Hak Angket di DPR, dua orang mengatakan Bank Century tidak berpotensi
sistemik dan sisanya dua orang lagi mengatakan berbeda.



Burhanuddin Abdullah dan Anwar Nasution adalah dua orang mantan pejabat BI
menyatakan bahwa Bank Century tidak berpotensi sistemik. Menurut keduanya, Bank
Century hanyalah bank kecil sehingga tidak banyak berperanan pasar keuangan
antarbank dan pasar bank devisa. Sedang dua orang yang menyatakan sebaliknya
adalah Miranda Goeltom dan Boediono. Keduanya berusaha mempertahankan
argumentasi sistemik karena kedunya adalah pejabat BI yang paling
bertanggungjawab atas proses bail out Bank Century pada November 2008 silam.



Riwayat Bank Century

Untuk menganalisis performa Bank Century sebagai bank sistemik maka harus
ditinjau kebelakang pada awal berdirinya. Bank Century pada awalnya adalah
gabungan dari tiga bank yakni Bank CIC, Bank Pikko, dan Bank Danpac. Alasan
penggabungan yang utama karena pemegang sahamnya adalah orang yang sama yakni
Chinkara Capital Ltd, yang dimiliki Rafat Ali Rizvi dan Hesyam Al Warraq
melalui pasar modal. Namun ada dua bank dari ketiga bank merger itu yang
memiliki masalah besar yakni Bank CIC dan Bank Pikko yang memiliki permasalahan
surat-surat berharga (SSB) valas 203 juta dollar AS berkualitas rendah.
Pengawas BI juga menemukan US Treasury sebesar 185,36 juta dollar AS yang
memiliki bunga rendah serta sistem pencatatan yang tidak sesuai dengan Pedoman
Standar Akuntasi Keuangan (PSAK).



Pertimbangan lain dilakukan merger ketika itu selain faktor kepemilikan saham
adalah faktor pengawasan. Dengan merger, BI akan semakin mudah mengawasi dan
mudah dalam proses pengalihan kepemilikan bank hasil merger kepada investor
serta akan semakin memperluas jaringan kantor bank. Prasyarat merger ketiga
bank itu adalah diharuskan ada penambahan modal untuk mengatasi tekanan
terhadap permodalan bank karena dampak dari SSB yang bermasalah sejak awal. 



Sejak awal merger, ada tiga persoalan utama SSB yang diserukan oleh BI kepada
Bank Century yakni SSB unrating yang dikategorikan macet, SSB berbunga rendah
yang mengakibatkan tekanan terhadap rentabilitas bank dan pencatatan yang tidak
sesuai PSAK. Seandainya menggunakan PSAK akan langsung terlihat bahwa bank
tersebut selalu mengalami kerugian. 



Mengacu pada hasil audit BPK terhadap Bank Century, pasca merger pada 2002 saat
itu Menteri Keuangan dijabat Boediono ditemukan adanya dana Menkeu ditransfer
ke Bank CIC berjumlah USD 24 juta. Kemudian pada 1 November 2005, Dirjen
Perbendaharaan Departemen Keuangan membuat kesepakatan dengan Bank Century
pemindahan escrow account (rekening terpisah) sebesar 17,28 juta dollar AS dari
Bank Rakyat Indonesia (BRI) ke Bank Century yang dibuka untuk dan atas nama
Menteri Keuangan. 

Keberadaan escrow account Menkeu pada Bank Century diakui oleh Kepala Biro
Humas Depkeu Harry Z Soeratin dalam sebuah keterangan pers. Escrow account
tersebut bernomor 10220000320250 atas nama Menteri Keuangan sebesar USD
17,279,976.20 di Bank Century. Menurut Harry, Escrow Account tersebut berfungsi
sebagai jaminan (cash collateral) terkait permasalahan antara Bank Century
dengan debiturnya, yaitu INKOPTI (Induk Koperasi Tempe Tahu Indonesia), IKKU
(Induk Koperasi Kesejahteraan Umat), dan INKUD (Induk Koperasi Unit Desa) yang
telah wanprestasi sesuai putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dari
Mahkamah Agung tahun 2004. Wanprestasi yang dimaksud adalah gagal bayar kepada
Bank Century (dulu Bank CIC) dari ketiga koperasi di atas, terkait penjualan 
terigu
dalam program hibah dari Pemerintah Amerika Serikat (USDA) sesuai PL-416(b)
(Fajar, 18/12). 



Bila mengacu pada hasil audit BPK, sejak 2001 ketika Boediono menjabat Menteri
Keuangan hingga 2009 keetika Boediono menjabat Gubernur BI telah terjadi
pelanggaran kebijakan sebanyak sembilan kali. Atau dengan kata lain, Boediono
sudah terlibat sejak awal berdirinya (merger) Bank Century pada 2001 hingga
Bank Century dicabut dari status SSU (Status dalam pengawasan intensif BI) pada
Agustus 2009.



Pemindahan dana hibah pemerintah dari BRI ke Bank Century menyimpang dari
aturan yang ada. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.318/KMK.02/
2004 dinyatakan penyimpanan uang negara hanya diperkenankan pada bank-bank
pemerintah saja, tidak diperkenankan pada bank swasta. Ironisnya lagi, dana
hibah pemerintah yang ditempatkan di Bank Century dibawah Sri Mulyani Indrawati
sebagai Menteri Keuangan berpotensi hilang karena tidak jelas keberadaannya.
Bisa saja dana tersebut beralih status kepemilikan atas nama pribadi tertentu. 



Melihat latar belakang berdirinya Bank Century tersebut, secara logika tidak
beralasan bila pilihan bail out dilakukan kepada bank gagal. Sementara
bank-bank yang memiliki kriteria sistemik berdasarkan informasi Burhanuddin
Abdullah hanya lima belas bank, diantaranya Bank Mandiri, BRI, BNI, BCA, BTN,
Bukopin, Bank Danamon, Bank Permata. Kelimabelas bank tersebut menguasai
sekitar 85 persen industry perbankan nasional. Sementara Bank Century hanyalah
bank kecil dengan peran yang juga kecil.



Kriteria Sistemik



Bila menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Depdiknas, kata
“sistemik” hampir pasti tidak ditemukan karena istilah tersebut adalah istilah
teknis dalam bidang keuangan. Kata “sistemik” berasal dari kata dasar “sistem”
yang berarti adanya seperangkat unsur atau subsistem yang saling berkaitan
hingga membentuk satu kesatuan (totalitas). Dari asal katanya berarti sistemik
bisa diartikan sebagai “berpeluang mempengaruhi suatu sistem”.



Dalam bidang ilmu keuangan, istilah “sistemik” selalu dihubungkan dengan
seperangkat upaya untuk mengantisipasi munculnya risiko yang timbul. Parameter
dan ukurannya bersifat teknis, jelas dan terukur secara akademik. Karena itu,
didalam ilmu keuangan dikenal teori yang disebut systemic risk. 



Seorang rekan yang aktif di dunia maya dengan nama pena Mbah Darmo dalam sebuah
tulisannya di Politikana.com menulis bahwa istilah “sistemik” sangat
berhubungan dengan upaya manusia dalam mengantisipasi risiko yang timbul. Jika
salah satu variabel mengalami anomali dalam intensitas yang tidak biasa maka
dipastikan kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap sistem secara
keseluruhan. Besar kecilnya pengaruh tergantung dari tingkat dependensi
variabel yang terjadi anomali tersebut relatif dengan variabel lain yang bekerja
dalam keseluruhan sistem. Ilmu yang mempelajari cara menghitung dan menarik
kesimpulan atas fenomena anomali tersebut disebut Ilmu Ekonometrika. Secara
akademis perhitungan dampak variabel anomali sangatlah mudah dilakukan melalui
alat hitung (komputer) yang memiliki kemampuan numerik yang nyaris tidak
terbatas.



Ilmu Ekonometika membenarkan adanya toleransi atas variabel-variabel yang tidak
bisa dikuantifikasi. Dalam rumus persamaannya selalu terlihat adanya variable
epsilon di akhir formula. Hal ini mencerminkan bahwa ilmu ekonomi bukanlah ilmu
eksakta. Disinilah titik persinggungan para pengambil kebijakan dibidang
keuangan yang berhitung secara akademis secara simultan dengan legika social
politik. Bila kondisi politik tidak stabil sementara basis data sosial ekonomi
tidak valid dan kuat maka melahirkan nilai (value) dari variabel epsilon yang
relatif besar. Apalagi respon pasar dan publik tidak selamanya berjalan searah
dengan hitungan akademis para pengambil kebijakan bidang keuangan. Dampaknya, 
publik
akan menaruh ketidakpercayaan terhadap otoritas moneter dan otoritas ekonomi
serta pasar sangat rentan dengan gejolak dan fluktuasi. 



Melihat perimbangan pandangan aktor-aktor utama dalam lembaga otoritas keuangan
(BI) sebagaimana disebut pada awal tulisan terhadap kriteria sistemik pada
kasus Bank Century, maka kerja Pansus Hak Angket Century seharusnya mencari
strategi lain dalam mengungkap dugaan penyimpangan dana talangan. Salah satunya
yang paling penting adalah aliran dana pasca bailout sehingga keberadaan PPATK
sangat penting sebagai mitra strategis Pansus karena lembaga inilah
satu-satunya yang punya akses dalam meneliti aliran dana-dana didalam lembaga
perbankan.



Penulis, Pemerhati Politik dan Kebijakan Publik pada Center for Policy Analysis
(CEPSIS), Makassar.




      Yahoo! Mail Kini Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya sekarang! 
http://id.mail.yahoo.com

Kirim email ke