Turut berduka :)

Hiks
www.denun.net / denung.wordpress.com®

-----Original Message-----
From: Ipul <ipul...@gmail.com>
Sender: blogger_makassar@yahoogroups.com
Date: Mon, 30 Aug 2010 09:25:33 
To: <blogger_makassar@yahoogroups.com>
Reply-To: blogger_makassar@yahoogroups.com
Subject: Re: Bls: [blogger_makassar] Rindu Pepe' Pepe' Rumallang

ada seorang keluarga di kampung yang meninggal gara2 meriam bambu..

orangnya memang menderita jantung. pas malam2 menjelang lebaran, anak2 sudah
rame pake meriam bambu. si kakek ini kebetulan mau keluar dan lewat di
tempat anak2 pas lagi main meriam bambu. karena kaget dengar suara meriam
bambu si kakek langsung lemas, pulang ke rumah dan beberapa jam kemudian
wassalam...gara2 meriam bambu...

2010/8/28 daengnuntung <daeng.c...@gmail.com>

>
>
>
> Yah, meriam bambooo...
>
> Nyamanna injo :)
>
>
> www.denun.net / denung.wordpress.com®
> ------------------------------
> *From: * andi.zulki...@gmail.com
> *Sender: * blogger_makassar@yahoogroups.com
> *Date: *Sat, 28 Aug 2010 05:50:40 +0000
> *To: *<blogger_makassar@yahoogroups.com>
> *ReplyTo: * blogger_makassar@yahoogroups.com
> *Subject: *Re: Bls: [blogger_makassar] Rindu Pepe' Pepe' Rumallang
>
>
>
> Sy juga rindu suara meriam bambu yang sekarang tergantikan dengan petasan
> dan kembang api :)
>
> Arqam Tour Travel - Pesan Tiket Jadi Gampang!
> ------------------------------
> *From: * mus mimin <primus022...@yahoo.com>
> *Sender: * blogger_makassar@yahoogroups.com
> *Date: *Sat, 28 Aug 2010 12:34:27 +0800 (SGT)
> *To: *<blogger_makassar@yahoogroups.com>
> *ReplyTo: * blogger_makassar@yahoogroups.com
> *Subject: *Bls: [blogger_makassar] Rindu Pepe' Pepe' Rumallang
>
>
>
> Wah, ternyata mainan Pepe-pepe Rumallang mainannya De-Nun waktu kecil.
> Mestinya bisa dihidupkan lagi mesti sudah tergerus zaman dengan adanya
> listrik. Kita perlu belajar ke kampungnya De-Bat, meski sudah ada listrik,
> tradisi Malam Tumbilotohe (Malam Pasang Lampu pada tiga hari terakhir
> Ramadhan) masih marak di Gorontalo sampai skarang.
>
> DL
> ------------------------------
> *Dari:* daengnuntung <daeng.c...@gmail.com>
> *Kepada:* Idbb-mks <id-blackberry-...@yahoogroups.com>; AM <
> blogger_makassar@yahoogroups.com>
> *Terkirim:* Jum, 27 Agustus, 2010 18:16:07
> *Judul:* [blogger_makassar] Rindu Pepe' Pepe' Rumallang
>
>
> Rindu Pepe' Pepe' Rumallang
>
> Nun jauh dahulu, pada kampung-kampung penuh gairah dan kecintaan yang dalam
> pada bulan penuh berkah dan maghfirah.  Pada saat kabel perusahaan listrik
> negara belum mengangkangi rumah-rumah panggung warga, pada saat mesin genset
> semahal pesawat terbang. Pada saat anak-anak dan orang tua hidup atas
> karunia alam kampung. Saat mereka berkreasi atas apa yang mereka punyai.
>
> Saat itu, masih pagi sekali. Belasan anak-anak telah berkumpul di sekitar
> pepohonan punaga (bahasa Makassar).
>
> Mereka mencari buahnya, biasa disebut pude, yang jatuh berserakan dari
> pohon. Sekilas pohon punaga terlihat seperti pohon nangka, dengan daun
> nyaris serupa, licin. Batangnya keras. Biasa dijumpai berdiri kokoh di
> sekitar pohon mangga atau buah jambu putih, tidak jauh dari anak-anak
> sungai.
>
> Buah pude bentuknya lebih kecil dari bola pingpong dengan kulit keras. Di
> dalam buahnya terdapat isi yang kenyal dan berminyak. Buah berminyak itulah
> yang jadi sasaran anak-anak itu. Bukan hanya anak-anak, para remaja dan
> orang tua kerap ikut mencari. Lalu, mau diapakan buah pude itu?
>
> Malam-malam menjelang peristiwa lailatul qadr di kampung-kampung disambut
> dengan “appepe’-pepe’(pepe', api dalam bhs Makassar)”. Satu tradisi di
> masyarakat beberapa tahun silam yang menjadi ciri penerimaan dan apresiasi
> warga atas malam penuh berkah, lailatul qadr. Biasanya dirayakan tiga malam
> berturut-turut, walau beberapa warga tetap menyalakan lampu mereka hingga
> tujuh malam berturut-turut.
>
> Buah pude, dipecah dan isinya ditumbuk untuk kemudian disatukan dengan isi
> buah pude yang lain. Dijemur dan beberapa saat kemudian dibuat semacam
> adonan untuk dilumuri atau dibalut di bilah bambu basah sepanjang 30
> centimeter. Yang punya banyak buah pude akan membuatnya lebih panjang.
> Biasanya panjang lumuran bisa sampai 20 centimeter. Bayangkanlah satu bilah
> kecil bambu yang telah dilumuri isi buah pude dan ujungnya siap dibakar.
> Buah pude karena menyimpan banyak minyak, sangat mudah terbakar dan tahan
> lama.
>
> Anak-anak lelaki lalu meletakkan semacam obor kecil berbahan buah pude itu
> di depan rumah, di balik pagar bambu. Biasanya dibuat formasi baris. Antara
> 3 – 9 batang. Semakin banyak semakin ramai. Menyulutnya di mulai dari ujung
> atas. Pepe’-pepe’ akan bertahan beberapa jam, untuk hari berikutnya, mereka
> telah siapkan. Bukan hanya pepe’ pepe’ dari pude’.
>
> Di malam menjelang dan memasuki peringatan lailatul qadr, malam beribu
> maghfirah itu, warga akan membuat rumahnya semeriah mungkin dengan cahaya
> buatan mereka. Mereka membuat obor kecil yang dibuat juga berbaris. Biasanya
> dibuat dari sepotong bambu berukuran tidak lebih 50 cm. Bambu dilubangi,
> antara 5-10 lalu dimasukkan ranting bambu menyerupai pipa, sepanjang 7
> centimeter telah diisi kain perca. Bayangkan sepotong bambu berisi minyak
> tanah dengan deretan pipa kecil yang telah diisi kain yang siap
> disulut. Bukan hanya itu.
>
> Beberapa warga membuat pepe’ pepe’ dari kaleng susu bekas. Melubangi dan
> menempatkan pipa kecil yang juga telah diisi kain, dan minyak tanah. Bagi
> yang tertarik untuk tampil beda, lampu dari kaleng susu ini akan ditutup
> dengan bekas tempat sabun colek yang berwarna warni, ada merah, biru dan
> kuning lalu menggantungnya di teras (paladang) rumah mereka.
>
> Formasi pepe’pepe’ di malam Ramadhan (orang Makassar menyebut, Rumallang)
> di kampung nun jauh dahulu, kira-kira sebelum tahun 80an, sebelum datangnya
> listrik masuk desa sungguh beragam dan mengagumkan.
> Warga memanfaatkan apa yang tersedia di kampung, buah pude’, bambu, kaleng
> bekas, kain perca atau sumbu kompor sisa, dan lain sebagainya. Warga mulai
> menyalakan pepe’pepe’ mereka setelah selesai shalat magrib. Bagi sebagian
> anak-anak ada yang lebih memilih jadi pejaga pepe’pepe’, sebagian lainnya
> pergi tarwih. Yang, membuat ramai adalah seusai shalat tarwih. Banyak warga,
> utamanya para remaja memanfaatkan malam penuh cahaya itu dengan berkeliling
> kampung. Mereka menikmatinya.
>
> Tapi dalam setiap keramaian yang melibatkan banyak warga itu selalu saja
> ada “godaan”. Sepertinya menjadi tradisi bahwa pepe’pepe’ (utamanya yang
> terbuat dari minyak buah pude’) sangat diminati oleh anak-anak dan mesti
> jadi rebutan. Sulitnya membuat pepe’pepe’ dari pude’, bagi sebagian sebagian
> anak-anak sehingga mereka kerap mengambil pepe’pepe’ yang tidak terjaga oleh
> si empunya rumah.
>
> Seperti ada konvensi, bahwa warga yang tidak menjaga pepe’pepe’ yang mereka
> taruh di kaki pagar bambu rumah adalah kesempatan bagi anak-anak untuk
> mengambilnya.
>
> Karena situasi ini, banyak anak-anak lebih memilih duduk di teras rumah dan
> menjaganya. Asiknya di situ, mereka saling menjaga dan jika ada yang
> kedapatan mengambil pepe’pepe’, maka dia tidak dipukul atau disiksa tetapi
> ditertawai. “ya, kugappaiko!”, ya, saya pergoki!. Yang mengambil hanya
> terkekeh dan dengan spontan mengembalikan pepe’pepe’ curian.
>
> Saat bersamaan pula, sebagian lelaki dewasa menyulut meriam bambu. Bambu
> betung (pattung, Makassar) yang besar dipotong sepanjang dua meter. Di buat
> satu lubang kecil di salah satu ujungnya. Ruas dalam bambu telah  di lubangi
> hingga tembus ke lubang sulut.
>
> Anak-anak remaja menyulut meriam bambu yang diposisikan miring, sebagaimana
> layaknya letak meriam dalam perang terbuka. Boom…duarrr!!! Suasana menjadi
> semakin ramai.
>
> Ah, saya rindu suasana itu…
>
> Sungguminasa, 28 Agustus 2010
> www.denun.net / denung.wordpress.com®
>
> ------------------------------------
>
> Komunitas Blogger Makassar
> http://www.angingmammiri.org/Yahoo! Groups Links
>
>
>
>
>   
>



-- 
-----

Salam,



Syaifullah A.F Dg.Gassing
Personal Website <http://daenggassing.com> | Office
Website<http://bbaruga.com>|
Me on Facebook <http://www.facebook.com/ipul.ji>

Reply via email to