ASAHAN ALHAM AIDIT:
 
 
                                                          Biasakan dan berusahalah
                                                               berbahasa yang baik 
 
 
         
   Tidak ada manusia yang perfek atau sempurna. Juga dalam menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi verbal antara sesamanya. Tapi dalam berbahasa manusia juga cenderung menggunakannya dengan baik, bahkan indah sehingga ada jenis bahasa sastra dimana sastrawan biasanya memperagakan kepandaian atau bakatnya dalam menggunakan bahasa dalam menyampaikan pikirannya, pertuturannya, fantasinya dalam sebuah karya sastra. Tapi dalam bahasa sehari-hari, bahasa lisan atau bahasa tulisan yang bukan bahasa sastra, biasanya bukan pada keindahan yang diberi tekanan tapi pada betul atau tidaknya bahasa itu digunakan. Menguasai bahasa diartikan menggunakan bahasa dengan benar, menurut standar bahasa tertentu, menguasai gramatika atau tata bahasanya, fonetikanya, bahkan bila penguasaan itu meningkat lebih jauh lagi juga menguasai semantika,stilistika, morfologi, sintaksis, etimologi dan macam-macam lagi yang kita kenal dalam bidang perbahasaan dan ilmu bahasa. Tapi yang terahir itu tentu saja tidak akan dibicarakan dalam tulisan sekecil ini.
Yang saya maksud berbahasa yang baik disini adalah berbahasa yang benar menurut standar bahasa tertentu yang dalam hal ini adalah dalam bahasa Indonesia. Benar dulu barulah cenderung ke arah menggunakan bahasa yang baik. Benar berarti tidak salah gramatikanya, tepat pengucapannya atau fonetikanya, benar orfografinya atau menuliskannya menurut peraturan bahasa Indonesia dan juga bila mungkin benar aksennya menurut aksen standar bila hal itu telah diakui sebagai aksen bahasa Indonesia  yang standar( untuk sementara tidak atau belum penting untuk Indonesia yang berpenduduk multi etnis yang masing-masing  etnis atau suku bangsa mempunyai bahasa daerahnya masing-masing).Tuntutan atau kebutuhan untuk menggunakan bahasa yang baik tidaklah terlalu tinggi terutama dalam berkomunikasi verbal biasa atau sehari-hari dalam kehidupan sehari-hari. Tapi kesedaran atau kemauan untuk menggunakan bahasa secara baik dan membiasakan diri untuk berbahasa yang baik adalah teramat penting terutama untuk perkembangan dan mutu bahasa yang kita gunakan. Tanpa kesedaran dan kemauan untuk itu, tidak akan pernah ada keseriusan atau kesungguh-sungguhan berbahasa yang baik dan betul apalagi sampai indah atau mahir. Untuk berbahasa yang baik orang harus belajar bahasa yang akan digunakannya. Tapi itu tidak mesti harus di sekolah atau di kursus maupun sampai ke Universitas tapi dalam praktek berbahasa sehari hari. Dan disinilah soal dan problematik yang sering mengganjal penggunaan bahasa secara baik dan betul.  Biasanya kita malas mempelajari bahasa yang sudah bahasa sendiri, bahasa ibu, bahasa yang setiap hari digunakan di rumah maupun dalam pergaulan sehari-hari. Dan masih ada problim ekstra yang cukup besar untuk Indonesia yang antara lain karena bangsa kita yang multi etnis yang mempunya bahasa daerahnya masing-masing sedangkan yang kita sebut Bahasa Indonesia sekarang ini asalnya adalah dari bahasa Melayu dari etnis Melayu yang relatif kecil dibandingkan dengan etnis-etnis lainnya seperti Jawa, Sunda dan lain-lainnya. Untuk menentukan bahasa standar saja sudah sangat sulit atau tidak mudah untuk mendapatkan pengakuan bersama. Tapi memang bahasa Indonesia jalan terus sebagai bahasa persatuan resmi untuk seluruh bangsa. Bahasa Indonesia berkembang dan terus berkembang dan semakin luas dipakai oleh seluruh rakyatnya sebagai bahasa yang hidup dan banyak diterima. Tapi perkembangan tidak selalu menghasilkan sesuatu yang ideal, yang diinginkan menurut relnya yang benar yang sesuai dengan hukum perkembangan yang sosial alamiah. Demikian pula yang terjadi dengan perkembangan bahasa Indonesia. Disamping dia berkembang di satu sisi tapi juga menciut di sisi yang lain. Disamping dia diperkaya di satu lambungnya tapi juga dipermiskin di lambungnya yang lain. Disamping dia juga dipupuri di sebelah pipinya, tapi di pipinya yang lain dia juga dibopengi. Dalam karya sastra moderen umpamanya, ada kecenderungan kuat untuk memasukkan kata-kata atau istilah asing sebanyak mungkin, mengganti kata-kata yang masih produktif justru dengan kata yang  sudah mati dari bahasa Sansekerta purba, Jawa Kuno  maupun Jawa moderen yang sekarang yang semua itu seperti dipompakan dalam satu karya sastra sehingga Bahasa Indonesia telah menjadi seperti multi Lingua bahkan terkesan seperti bahasa Esperanto yang baru. Untuk mengerti hingga delapan puluh persen orang harus melihat kamus berbagai bahasa dari bahasa Sansekerta, Jawa Kuno, Jawa moderen, kamus Inggris, Belanda  dan di beberapa internet, kamus bahasa Cina Glodok plus Inggris dan bahasa dialek Jakarta. Bila ini yang kita maksudkan sebagai perkembangan Bahasa Indonesia, maka perkembangan  yang demikian tidaklah wajar yang menurut hukum mengempis dan mengembang .Bahasa tidak bisa dipaksakan meskipun juga tidak bisa dibendung bila ia sudah berkembang. Tapi semua itu adalah perbuatan dan campur tangan manusia serta pengaruh manusia mengapa bahasa itu jadi berkembang atau jadi statis, jadi rusak atau jadi sempurna. Kenaifan, dekadensi dan koservatisme juga terjadi di bidang bahasa bahkan seperti yang kita kenal, sovinisme juga terdapat di bidang bahasa. Itulah antara lain yang membuat sebuah bahasa tidak berkembang secara wajar dan ideal. Kegemaran menyempalkan istilah asing sebanyak banyaknya  yang membuat sebuah "goni" bahasa menjadi padat dan robek karena banyaknya sempalan-sempalan istilah asing yang berlebih lebihan yang hanya dengan maksud mengesankaan kepada orang lain bahwa tulisan atau omongan si pemakai bahasa adalah bermutu tinggi yang sukar dimengerti orang biasa, juga membuat bahasa menjadi berat dan disalah gunakan dan bahasapun menjadi tidak benar akibat kebiasaan yang tidak benar.
 
Apa itu bahasa pasaran? Apakah bahasa pasaran itu jelek dan rendah mutunya? Bisa ya dan bisa juga tidak. Ya, karena biasanya bahasa pasaran terdengar atau terasa kasar, sering digunakan untuk memaki atau debat kusir di pasar-pasar dengan kata-kata kasar dan tidak sopan. Tapi juga tidak, karena bahasa pasaran mungkin juga adalah bahasa rakyat kebanyakan atau bahasa dialek suatu etnis tertentu atau kota tertentu seperti misalnya kota Jakarta mempunyai bahasa pasarannya sendiri yang dalam hal ini tidak bisa kita katakan bahasa pasaran atau dialek Jakarta adalah bahasa yang jelek dan rendah mutunya. Firman Muntaco seorang pengarang yang sangat terkenal di tahun limapuluhan memuat cerita-ceritanya dalam bahasa dialek Jakarta secara bersambung di sebuah koran besar di Jakarta yang sangat banyak penggemarnya dan saya sendiri salah seorang penggemar cerita-ceritanya yang dalam bahasa dialek Jakarta yang paling medok dan orisinil dan di sana, juga terasa keindahan. Yang terahir, saya membaca kumpulan karya-karya sastrawan Cina-Indonesia yang dikumpukan dalam buku yang bernama "Kesasteraan Melayu - Tionghoa" yang juga ditulis dalam apa yang dinamakan bahasa Melayu-Tionghoa untuk tidak menyebutnya sebagai bukan Melayu tinggi dan juga bukan  Melayu rendah dan juga bukan bahasa pasaran seperti juga pasti bukan Bahasa Indonesia Moderen seperti yang sekarang ini (itu wajar-wajar saja). Tapi baiklah saya tidak akan singgah ke persoalan istilah yang bisa menimbulkan diskusi rumit tak berkesudahan. Saya menikmati sepenuhnya hasil karya sastrawan-satrawan Cina kita di abad yang baru lalu itu. Dengan bahasa yang kita sebutlah Bahasa Melayu-Tionghoa untuk menghindari istilah bahasa pasaran, meskipun bahasa pasaran yang tidak jelek, penulis-penulis Melayu Tionghoa itu adalah penulis-penulis dan pencerita yang brilliant dengan karya sastra yang mereka hasilkan yang juga brilliant. Saya sebutkan saja beberapa penulis seperti  Thio Tjin Boen, Kwee Tek Hoay dan masih banyak sastrawan lainnya yang tak saya sebutkan disini. Thio Tjin boen dengan novelnya "Bunga Roos dari Cikembang"(1927) yang sangat bagus, romantik dan juga dramatis adalah ditulis dalam bahasa Melayu - Tionghoa yang saya sendiri tidak merasa terganggu sedikitpun dengan bahasa yang sangat lain dengan bahasa Indonesia moderen sekarang ini.Sayang saya tidak bisa lebih banyak menulis tentang penulis-penulis Melayu-Tionghoa yang luar biasa itu menariknya di sini karena ini bukan tema tulisan saya sekarang ini.
Tapi kalau saya membaca e-mail - e-mail pendek atau agak panjang atau hanya sekedar nimbrung bahkan yang sekedar tanya ini itu dengan sepatah dua patah kata dengan bahasa "Melayu-Tionghoa" moderen sekarang ini di milis "budaya-tionghua", saya merasa tidak begitu gembira. Kacau dan jelek sekali bahasanya, campur aduk yang tidak semua orang bisa mengerti, yang bahasa itu seenaknya saja dilontarkan tanpa memikirkan pertuturan bahasa yang normal dan benar.Tentu saja tidak semuanya begitu, malah untungnya hanya sebagian kecil saja dan saya tidak akan memberikan contoh karena akan sangat idak etis untuk yang bersangkutan maupun untuk saya sendiri. Tapi yang menggunakan bahasa Indonesia yang cukup baik dan yang baik, malah yang sangat baik, tidaklah sedikit yang orang Indonesia pribumi sendiripun tidak akan bisa membedakan bahwa yang memakai bahasa itu adalah seorang pernakan Cina dan ini yang menggembiran setiap orang termasuk saya juga. Bahkan cukup banyak yang menggunakan bahasa Indonesia lebih baik dari saya, entah itu yang etnis Cina atau bukan. Nilai  jelek yang saya berikan bukan berarti lantas besok tidak lagi kirim e-mail atau lalu menuduh saya sok tahu dan berlagak pintar. Bukan, bukan itu. Maksud saya kalau bisa berbahasa Indonesia yang agak baik atau yang baik, pakailah itu. Tapi kalau memang belum bisa dan belum menguasai, apakah tidak sebaiknya lalu belajar lebih serius, lebih dengan kesedaran bahwa menggunakan bahasa dengan baik adalah juga menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap bangsa yang sedang diakui sebagai bangsa sendiri atau kalau tidak (itu sama sekali tidak jelek) adalah juga pertanda respek atau penghormatan terhadap bangsa pemakainya. Dan pula nilai ekstra bila baik  dan  benar menggunakan bahasa, itu juga menunjukkan peradaban seseorang, intelegensia seseorang yang pasti akan mendapatkan respek dari orang lain. Bahasa, disamping menunjukkan bangsa seseorang tapi juga menunjukkan rasa dan bahkan budi pekerti seseorang. Tak perlu memakai bahasa yang muluk-muluk yang bahkan bisa menimbulkan ejekan. Berbahasalah yang wajar dan benar. Itu adalah tuntutan primer. Dan kalau belum bisa apasalahnya kalau belajar. Pajangilah dan hiasilah milist ini dengan bahasa yang benar dan baik. Saya pernah keluar dari satu milist yang itu saya pikir milistnya orang-orang Indonesia pribumi, tapi saya tidak tahan membaca bahasa mereka yang memperkosa bahasa Indonesia dan juga menggunakan bahasa pasaran yang bagian terjeleknya, memaki, brutal dan jauh dari kesopanan berbahasa (tentu saja tidak semua orang begitu) tapi beberapa orang  saja yang begitu , itu sudah merupakan setitik tuba dalam susu sebelanga. Kalau ingin berpolemik hingga yang paling panaspun, bisa saja dan normal saja dalam alam demokrasi tapi tetap saja harus menggunakan bahasa yang baik dan betul bukan bahasa  campur aduk dan makian tidak karuan. Terlalu banyak makian termasuk tidak baik menggunakan bahasa karena salah satu fungsi bahasa adalah menolong manusia berkomunikasi verbal agar kaki dan tangan tidak terlalu capek atau dari perang bahasa jelek jadi perang fisik yang lebih jelek lagi.  Ada pepatah Melayu yang mengatakan: "Mulutmu, harimau kamu". Itu artinya sesesorang telah tidak baik menggunakan bahasanya yang  berarti juga tidak benar berbahasa karena bahasa bukan saja arti sesungguhnya (letterlijk) tapi juga arti kiasan .Dan di sini juga terletak perbedaan besar antara "bahasa" hewan dengan bahasa manusia.
Asahan Aidit. M.A.Ph.D


.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.




YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke