Dirgahayu

Dear bung Erik yang anti-demokratis,

Saya selalu terkesan dengan tulisan-tulisan dari senior aktivis
radics seperti anda bung Erik.

Sekalipun pandangan anda selalu setuju-menyetujui semua pihak.
Sampai-sampai saya tidak melihat ketajaman anda lagi selain
sependapat dengan pandangan setiap orang. Padahal, pandangan-
pandangan orang lain itu bisa jadi sangat bertolak belakang.

Contohnya, antara pendapat saya vs opini bung Paparaca.

Dan kali ini, pandangan bung erik yang bertendensi menolak demokrasi
dengan dikait-kaitkannya demokrasi dengan manuver "obok-obokan"
amerika dan faktor kedewasaan sebuah bangsa amat BERBAHAYA.

Tampaknya bung Erik sudah agak lupa bahwa rezim otoriter-
militeristik orde baru itu adalah ciptaan amerika. Ingat hampir
seluruh jenderal kita itu lulusan akademi militer USA. Lulusan breda
agak jarang. Dan lihat sendiri perilaku anti-demokratis mereka!!

Amerika dapat berdagelan dengan dictum demokrasi. Yes indeed. Tetapi
demokrasi tidak dapat diidentikan dengan amerika an sich.

Mengharamkan keterbukaan yang menjadi salah satu sendi demokrasi
disamping kebebasan pers, berserikat, kesamaan di depan hukum dsb
adalah langkah awal untuk kembali ke era otoriter.

Saya sependapat dengan gus dur bahwa sampai saat ini bangsa
indonesia masih belum mencapai demokrasi yang sesungguhnya.

Tetapi lihatlah, begitu banyak keterbukaan yang terjadi pasca orde
baru. Bagi saya keterbukaan ini adalah kemajuan. Tidak banyak
memang. Tetapi lebih baik dari era sebelumnya. Hanya saja, kita
tidak mampu memanfa'atkan keterbukaan ini secara lebih maksimal.
Karena memang kita tidak punya kualitas lebih baik.

Bukankah saat ini semua bisa ngomong apa saja. Semua orang bisa
berpartai dan partai politik tidak perlu lagi melapor pada kasospol
ABRI.

Apa bung Erik sudah lupa bagaimana kaki tangan suharto seperti
faisal tanjung, sarwan hamid, suryadi dsb itu mengacak-acak
kehidupan politik kita?? Contohnya kasus soeryadi PDI dahulu kala.

Belum lagi segala macam operasi militer untuk mengangkangi sipil.

Sekarang ini, kita tidak lagi hidup dalam kooptasi golkar dan TNI.
Sekalipun, tetap saja kedua kelompok ini tetap berniat untuk kembali
merajai gelanggang politik.

Merebaknya kasus terorisme dan menguatnya fundamentalisme keagamaan
yang memicu konflik komunal dan aksi-aksi kekerasan yang tampak
dibiarkan oleh para penegak hukum dan keamanan adalah bukan salah
demokrasi dan alasan untuk diberlakukannya kembali KOPKAMTIB.

Sayangnya, golongan Tionghoa masih hidup dalam keterkungkungan
mentalitas golkar dan orba.

Di panggung nasional, bahkan masyarakat sudah bisa bebas mengecam
pemerintah, presiden, anggota dewan.

Tetapi golongan tionghoa bahkan belum mampu mempertanyakan para
tokoh terkenal yang kebetulan beretnik tionghoa yang banyak
melakukan tindakan tidak baik.

Dampaknya, golongan tionghoa dipandang sebagai golongan para pembela
tionghoa kurang bajik hanya atas dasar kesamaan ras dan etnis.

Mayat

Bung Paparaca :

Apakah maksud Anda menanggapi si Mayat Perempuan?

Salah satu kalimat posting si Mayat kemarin itu yang sangat
menggelitik saya
adalah "Benarlah bahwa masyarakat Tionghoa saat ini masih hidup
dalam `abad
pra-pencerahan'. Masyarakat Tionghoa masih tertinggal dalam arus
demokratisasi.
"

Saya kira, mungkin ada benarnya statement si mayat itu. Masyarakat
Tionghoa
(Indonesia) saat ini memang belum waktunya memasuki tahap demokrasi.
Karena
sebagai salah satu bagian yang tak terpisahkan dari bangsa
Indonesia, masyakarat
Tionghoa berada pada taraf yang sama dengan keseluruhan bangsa
Indonesia, yakni
sama-sama belum dewasa untuk berdemokrasi.

'DEMOKRASI' sebagai sebuah faham kebebasan memang tidak serta merta
harus dan
wajib diberikan kepada setiap (komponen) bangsa. Dalam aliran
filsafat etika
yang mana pun dijelaskan bahwa untuk mencapai taraf demokrasi,
manusia harus
mengalami pendewasaan telebih dahulu, persis seperti pendewasaan
yang harus
dilewati oleh seorang anak sebelum ia boleh diberi kebebasan untuk
bertindak
atas kehendak sendiri.

Apa jadinya seorang anak balita yang belum dewasa diberi kebebasan
untuk
bertindak atas pilihan kehendaknya sendiri? Saya rasa tidak perlu
saya jelaskan
di sini. Kebebasan itu mengandaikan adanya tanggung-jawab! Kebebasan
dan
tanggung-jawab adalah dua sisi dari uang logam yang sama. Seorang
anak yang
belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, harus
dibimbing
terlebih dahulu sebelum diberi kebebasan untuk menentukan pilihan
sendirim baru
setelah itu, ia boleh dituntut pertanggung-jawabannya atas tindakan
yang diambil
berdasarkan pilihan bebasnya itu! Bila si ana belum bisa dituntut
pertanggung-jawaban atas perbuatannya, tentu juga belum bisa
diberikan kebebasan
padanya!

Demikian pula sebuah bangsa atau masyarakat. Kebebasan berazaskan
faham
demokrasi baru bisa diakses bila masyarakat itu telah mencapai
kedewasaan dalam
bermasyarakat dan berbangsa.

Saya setuju dengan anda bung Paparaca, demokrasi tidak sembarang bisa
diterapkan. Karena demokrasi kadang dijadikan alat imperialisme
Amerika ntuk
mengobok-obok bangsa yang belum dewasa.

Tetapi, sebaliknya jangan pula atas nama "Belum Dewasa" maka
penguasa setempat
bisa seenak-enaknya memperlakukan masyarakat luas sekehendak jidat!
Demokrasi
adalah hak milik setiap bangsa dan setiap insan, pada waktunya yang
tepat harus
diserahkan/dikembalikan kepada mereka. Tetapi kapan waktunya? Dan
apa iya
Indonesia sudah memasuki era demokratisasi yang sungguh dewasa? Kita
buktikan
saja dengan fakta di lapangan, apakah kebebasan yang diberikan
digunakan dengan
bijak, ataukah demokrasi ditafsir sebagai bisa berbuat anarkis
sesuka hati,
termasuk mencaci maki orang dalam milis, termasuk merusak fasilitas
sosial dan
fasilitas umum, termasuk membakar ban di jalan umum?

Itulah barometernya suatu bangsa sudah dewasa dan berhak atas
demokrasi atau
tidak!!

Salam,

Erik

---------------------------------------------------------------------
-----------\
-----------------------------------------

In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "paparaca88" <[EMAIL PROTECTED]>
wrote:
10 th yl, wkt itu sy diajak teman yg mau datangkan mesin dr nan
cing, china, kt
di temani manager produksi pabrik tsb. yg kebetulan anggota pkc, dlm
suatu
pembicaraan sy tanyakan: tiongkok sdh semaju ini, msh relevankah
mempertahankan
ideologi komunis? apa jwb nya: tiongkok skrng scr de facto adalah
negara
kapitalis, lihatlah, di mana2 apakah ada bedanya antara tiongkok dg
negara2
kapitalis yg lain? lalu napa faham komunis dipertahankan? faham
komunis
dipertahankan krn 2 sebab: 1, demokrasi bagi bangsa tiongkok bkn
kebutuhan yg mendesak! rakyat lbh membutuhkan kemakmuran yg merata
> dan itu br bisa dicapai bila pemerintahannya stabil, kuat dan
bersih,
demokrasi adalah akal2an amerika utk. meng-obok2 negara berkembang
spy sll dlm
keadaan tdk stabil dan ter-pecah2, 2, jd faham komunis dipertahankan
spy bs
menghadapi intervensi faham demokrasi yg akan dipaksakan amerika,
sementara
bangsa tiongkok blm membutuhkannya. skrang, sy jd membandingkan dg
negara kita
yg setiap hr dilanda demo2 dg motor lsm dg dalih kebebasan
berpendapat.
pertanyaan sy: benarkah budaya demokrasi sebetulnya bukan budaya
kita bangsa
ind. atau budaya tionghoa yg sama2 bangsa timur?

wassalam
paparaca88.







 

 










.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke