Sangat menarik apa yang ditulis oleh Eugene Robinson (wartawan Washington 
Post), yang sebagai wartawan sempat ber-lalang buana dan pernah membahas soal  
ethnicity dan persoalan ethnis dan komposisi etnis suatu bangsa, dalam hal ini 
bangsa Brazilia.
   
  Mirip2 apa yang bisa kita lihat dan kita alami di Indonesia , dimana negara 
ini di huni oleh multi etnis. 
  Eugene Robinson mengklasifikasi etnicity Brazil ini dalam tiga katagori, dan 
basis yang dia pakai dalam pengelompokan ini azasnya yalah dalam status atau 
dalam strata  ekonomi apa tiap etnis itu didukduk -kan.
  Yang pertama adalah, minoritas yang dia sebut saja sebagai "white" yang tidak 
saja pegang kendali ekonomi tapi juga pegang kekuasaan negara. Mereka ini 
adalah keturunan dari orang2 Eropah yang datang di masa conquistidor, atau para 
kolonialis.
  Yang kedua yalah apa yang dia sebut sebagai Amerindian, mereka ini adalah 
penduduk pribumi sebagai majority dari negara Brazil. 
  Yang ketiga yalah strata paling rendah yalah etnis dari keturunan budak 
belian, asal dari Afrika.
   
  Perlu di-ingat bahwa perkembangan achir2 ini menunjukan adanya gelombang 
perubahan di Amerika Selatan dalam konstelasi politik dan geseran antar etnis. 
Seperti di Venezuela, dimana Hugo Chavez sebagai Amerindian berhasil meraih 
kekuasaan dari para elit politik minoritas (white). Juga kabar terachir bahwa 
juga ada gerakan yang cukup cepat dan radikal dimana etnis Ameridian sebagai 
mayority suatu negara di Amerika Selatan mulai ber-ajang ke kekuasaan 
pemerintahan di masing2 negara di AmSel, seperti di Bolivia, Peru dan Chili. 
Jadi etnis majority mulai mengambil alih kekuasaan dari kaum white.
   
  Tapi keadaan kekuasaan pemerintah yang diraih  etnis majority bukan atau 
belum meniadakan kesenjangan dalam segi ekonomi. Tetap kekuasaan ekonomi masih 
ditangan minoritas white ini.
   
  Keadaan tersebut diatas hampir mirip dengan keadaan di Indonesia. Bedanya 
etnis minoritas dalam hal ini kita ambil minoritas Tionghoa tidak pernah 
mempunyai kekuasaan dalam pemerintahan. Yang mereka (etnis Tionghoa)punyai  
adalah kekuatan ekonomi. 
   
  Suatu hal yang menarik dalam "cerita"nya wartawan Washington Post ini adalah 
pengalaman pribadinya. Eugene Robinson adalah seorang Amerika, black American 
dan punya pacar seorang gadis cantik dari Brazilia. Gadis ini se-"warna" dengan 
Robinson, sama2 black. Jadi gadis ini adalah keturunan seorang budak belian 
dari Afrika, yang dalam konstelasi masyarakat Brazil gadis ini menduduki strata 
buncit. Tapi karena dia berhasil dan pegang jabatan seorang lawyer maka 
percakapan ini sangat menarik untuk disimak. Percakapan dimana seperti judul 
diatas berkisar ke tema soal "self atau racial denial"
   
  Ceweknya Robinson dia gambarkan sebagai:.....a small woman with flaring 
nostrils, high cheekbones and brown skin at least a couple of  shades darker 
than mine" Jadi ceweknya ini sudah terang adalah keturunan black( sebutan yang 
dipakai di US yang ingin menunjuk ke etnis orang asal Afrika). Wartawan ini 
tanya:..."what it was like being black in Brazil" Pertanyaan cowoknya ini 
sangat mengagetkan cewek ini...'But I'm not..."I'm not Black" Kemudian dari 
pengalaman selama berdiam di Brazil Robinson mengetahui dari realita di  
lapangan, bahwa orang hitam tidak mau menggolongkan dirinya sebagai orang 
Afrika gara gara atau didasari suatu kondisi karena  dia berhasil dalam 
kariernya. Jadi status ekonomi anda akan merubah persepsi, bahkan persepsi diri 
sendiri dengan mengelabui diri sendiri.
   
  Disini kita sampai ke orang2 yang jadi proponent lahirnya LPKB. Apakah orang2 
LPKB ini termasuk orang2 yang tergolong sebagai  individu yang mengelabui 
dirinya sendiri. Mereka ingin memaksakan dirinya meng-adopsi suatu race 
tertentu dengan cara2 artificial dengan cara "self or racial denial?" Sah sah 
saja orang mau mengadopsi atau menjadikan dirinya sendiri sebagai individu 
dengan baju etnis lain. Tapi adalah sesuatu yang tidak manusiawi atau melanggar 
HAM apabila konsep integrasi ke masyarakat manunggal itu didasari dengan acuan 
untuk me-ingkari etnis seseorang.... memaksakan "self or racial denial" 
Memaksakan penghapusan suatu kebudayaan suatu etnis tertentu adalah tergolong 
genocide atau paling sedikit adalah diskriminasi secara keji .
   
  Ada satu jalan dimana keharmonisan, peng-integrasian suatu etnis tertentu 
menjadi suatu melting pot yang harmonis  bisa di-realisir yalah dengan 
.....memberikan hak dan juga kewajiban kepada semua individu untuk membangun 
negara secara ke bersamaan dan berdasarkan keadilan dan keadilan hukum bagi 
semua orang yang berpartisipasi dalam suatu bangsa. Tidak dengan cara2 ala LPKB 
 apalagi dengan cara2 merujuk dan memaksa untuk  me "self or racial denial" 
Orang lahir tidak bisa pilih mau lahir jadi orang atau bangsa apa. Simple as 
that bukan!
   
  Harry Adinegara
   

                
---------------------------------
Do you Yahoo!?
  Find a local business fast with Yahoo! Local Search

[Non-text portions of this message have been removed]






.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke