Maaf berkomentar dikit. Kalu saya sih, lebih efektif kalu kita ngurusin dan peduli urusan dihalaman kita sendiri. Masih banyak PR domestik yang harus dikerjakan. Ngapain repot2 ngurusin kejadian HAM diluar negeri ? Contoh, baru saja disebutkan DPR menolak penyelidikan lebih lanjut kasus tragedi Trisakti dan Semanggi. Belum lagi Tanjung Priok. Apakah ini bukan masalah HAM ? Kalu memang tujuannya mem broadcast agar dunia tahu pelanggaran2 HAM, kenapa tidak pelanggaran2 di tanah air kita yang di fokuskan. Agar duania tahu, katanya. Dan yang mendapat manfaat saudara2 kita yang telah manjadi korban disini, bukan di negeri orang. Salam, PK Lim
ananta darma <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Hello Bung Budi Kurniadi, Saya merasa perlu berkomentar atas pernyataan Anda. Saya kira siapapun berhak untuk menyampaikan kabar, entah itu kabar baik maupun buruk. Apa yang saya sampaikan adalah hanya menunjukan berita yang sudah dimuat di sebuah media. Paling tidak biar masyarakat kita mengetahui ada versi fakta yang seperti itu. Sebuah pelanggaran HAM yang masih terjadi di China hingga sekarang. Kalaupun Anda mau mempertanyakan kebenaran berita tersebut, bisa ditanyakan kepada media yang bersangkutan. Kita secara pribadi bebas menilainya. Bagi saya pribadi, hak asasi manusia itu bersifat universal. Sebagai manusia kita perlu menjunjung tinggi HAM. Dimana saja, kapan saja, siapa saja yang melakukan pelanggaran itu (yang berarti jg mencederai demokrasi), kita berkewajiban untuk membelanya tanpa memandang suku, ras, agama atau kepercayaan. Itulah indahnya kita hidup dalam komunitas internasional, saling mengingatkan. Karena itu sangat wajar jika kaum muslim kita memprotes tindakan Amerika di Irak dan Afganistan, begitu juga sebaliknya warga AS memprotes kerusuhan Mei 2008 di Indonesia yang bebau SARA. Bukankah ini bagian dari solidaritas kemanusiaan. Saya setuju pendapat Anda bahwa kita juga harus memikirkan keadaan negara kita sendiri yang masih banyak kekurangan. Sebagai warga negara yang baik, tentu kita harus memiliki tanggungjawab moral dan sosial untuk memperbaiki negeri kita ke arah yang lebih baik. Sekecil appapun sumbangan yang bisa kita berikan, adalah sangat berarti. Tapi, itu bukan berarti kita juga harus menutup mata atas masalah kemanusiaan yang terjadi di negeri orang, solidaritas kita tetap dibutuhkan. Memang tidak semua orang harus dituntut untuk melakukan itu, minimal yang memiliki kemampuan salah satunya menyebarkan informasi fakta yang sebenarnya terjadi entah di China atau di negara manapun, saya kira itu sudah cukup. Kritik terhadap negara kita, atau negara lain, saya kira harus dilihat secara proporsional. Kalau itu demi kebaikan bangsa atau negara bersangkutan untuk lebih menghargai HAM, untuk lebih bersikap plural dan demokratis, itu adalah hal yang mulia. Selagi kritik itu dilakukan secara damai, tidak ada unsur paksaan, saya kira tidak masalah. Dan, orang lain pun bebas menilai kritikan kita. salam damai ANDREAS MIHARDJA <[EMAIL PROTECTED]> wrote: budi kurniadi menulis: Sekarang kalau anda berani mengkritik sebuah negara, apakah dinegara kita sendiri sudah terjadi demokrasi (keadilan). Saya rasa dinegara kita saja tidak menentu keadaannya (malah lebih parah dari negara lain), lagimana anda membicarakan negara lain tentunya anda tidak pernah mengintropeksi negara kita sendiri dan mungkin keluarga serta diri sendiri. Jika anda sudah berkeluarga bagaimana anda membuat keputusan dengan melibatkan keluarga anda secara keseluruhan, termasuk istri, anak, dll (yang terkait didlmnya). Lagipula anda merasa bagian dari orang-orang yang ada dinegara Tiongkok, tapi orang-orang dinegara Tiongkok tidak pernah menganggap orang-orangnya yang sudah keluar dari negaranya dan tidak lagi tercatat sebagai penduduk negaranya, maka kita sudah tidak dianggap bukan bagian dari orang-orang Tiongkok tapi statusnya sebagai orang perantauan. Padahal orang-orang perantau ini tersebar di seluruh dunia dan mereka selalu menerima hinaan dari warga negara asli negara tsb. Saya mengetahui keadaan ini karena Saya bekerja dengan orang asing (orang-orang dari negara Tiongkok). ==================================== Menurut analisa sdr bermaksud dgn negara kita sendiri - adalah Indonesia Indonesia belum kenal demokrasi secara Barat - EU atau USA atau berdasarkan aliran agama kristen. Indonesia mengenal system dimana yg berkuasa is boss and only boss. Disini lebih cendeng kealah diktatur dari pada ke arah demokrasi. Didalam suatu community selalu harus ada pemimpinnya dan biasanya pemimpin selalu mendengar suara dari anggota dari community tsb. Jikalau community ini sangat besar maka ada pemimpin dan dewan pemimpin yg kita sebut innercircle. Caranya memilih peimimpin biasanya yg kurang lebih menentukan system apa yg kita pakai. Dijaman purwo atau didalam masyarakat mahluk2 rendahan biasanya yg menjadi pemimpin adalah yg terkuat secara physik. Jaman sekarang diantara umat manusia yg dipilih adalah yg paling pintar atau intelligent - jadi menurut system otak. Jikalau ada masyarakat yg memilih pemimpin berdasarkan kekuatan physik saya kira ini sudah tertinggal jaman.[militer diktatur] Didalam system demokrasi yg dapat memilih pemimpin adalah setiap member dari masyarakat tsb. Didalam system diktatur hanya innercircle yg memilih pemimpin2 mereka- malah didalam yg super ini berdasarkan keturunan darah.[North Korea, dulu Taiwan ROC] Berdasearkan uraian diatas ini kamu dgn menganalisa keadaan sdr didalam masyarakat bekerja sdr. Memang perusahan dimana sdr bekerja berasal dari China tetapi diseluruh dunia perusahan2 apapun akan memakai system kepemimpinan yg sama. Yg menjadi pemimpin didalam suatu perusahan selalu innercircle. Yg bukan innercircle meskipun super pintar tidak mungkin masuk dgn mudah - mungkin karena itu mereka merasa mendapat diskriminasi. System demokrasi diberikan kedlm perusahan melalui shareholders meeting - tanpa ini tidak ada demokrasi. Didalam persoalan perusahan yg berasal dari China untuk menjadi pemimpin adalah family relationship, disusul dgn county relationship dan kemudian disusul dgn country relationship etc. Ini berdasarkan selfperservation thinking pemilik perusahan tsb. [jadi bukan perusahan dgn stockholders] Keadaan ini juga kan juga dapat dilihat didalam perusahan multi billion Indonesia - raja2 tembako. Kan yg jadi pemimpin2 atau manager2 biasanya adalah mereka yg terikat keluarga secara jauh atau dekat. Yg menjadi manager second tier biasanya sesama suku atau daerah dan lower management etc. Andreas [Non-text portions of this message have been removed] --------------------------------- Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru! [Non-text portions of this message have been removed] --------------------------------- Bored stiff? Loosen up... Download and play hundreds of games for free on Yahoo! Games. [Non-text portions of this message have been removed]