----- Original Message ----- 
From: Jon Schilage
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Sent: Monday, March 26, 2007 4:28 PM
Subject: Re: [budaya_tionghua] PNS

> saya adalah seorang pegawai BUMN
> yang dikendalikan pemerintah langsung
> dan saya keturunan cina.
> disini, saya merupakan satu-satunya pegawai keturunan cina
> dari sekitar 500 pegawai yang ada.
> disini saya merasakan perbedaan yang sangat besar,
> khususnya pandangan dan perlakuan pegawai BUMN
> terhadap saya dan terhadap rekan saya
> (kantor wilayah lain) yang cina tapi muslim.

-------------------------------------------------------

Diskriminasi dalam tempat kerja sangat kasuistis.
Yang diceritakan Jon-heng di sini adalah diskriminasi agama.
Tetapi diskrimnasi versi lain juga sering terjadi.

Diskriminasi etnis sering terjadi. Tetapi jangan salah, bukan hanya atas 
etnis Tionghoa, diskriminasi atas suku lain, Batak, Jawa, Menado, yang 
kebetulan menjadi minoritas atau bukan suku setempat, juga sering terjadi.
Misalnya, di Jakarta ada dua rumah sakit Kristen. Yang satu terkenal 
menomor-satukan suku Batak, suku lain dimarginalkan, sementara yang satunya 
lagi menomor-satukan suku Ambon, suku lainnya dimarginalkan.
Misal lain, di kantor-kantor grup Salim di jaman jayanya, per-marginal-an 
pegawai non-Tionghoa merupakan praktek yang umum diketahui orang, terutama 
dalam pembagian angpao di waktu Imlek.
Tetapi sebaliknya, saya punya sahabat suku Tionghoa yang dua masa jabatan 
(10 tahun) menjadi orang pertama, Direktur Utama, suatu BUMN konstruksi yang 
terbesar di Indonesia, dan setelah pensiun masih tetap dihormati di cabang 
mana pun dari BUMN itu dia datangi, oleh semua pegawai BUMN itu dari semua 
suku, tanpa melihat sang mantan Dirut itu dari suku Tionghoa.
Jadi diskriminasi etnis itu kasuistis.

Diskriminasi agama pun sering terjadi. Contohnya terlalu banyak untuk 
disebut di sini. Salah satunya BUMN Jon-heng.
Tetapi sebaliknya, banyak kantor yang mayoritasnya orang Islam dipimpin 
orang Kristen, dan sebaliknya, tanpa masalah. Contohnya juga terlalu banyak 
untuk disebut.
Jadi diskriminasi agama itu kasuistis.

Masih banyak lagi bentuk diskriminasi lainnya.
Ada yang berdasarkan sekolahnya, kalau bukan UI dimarginalkan, kalau bukan 
Gajah Mada dipinggirkan, kalau bukan lulusan Jepang sulit naik pangkat, dsb.
Diskriminasi karena cacat tubuh sudah terlalu sering dibicarakan.
Dan berbagai bentuk diskriminasi lainnya.

Tetapi tempat kerja di mana tidak ada diskriminasi universitas, penyandang 
cacat, dan berbagai bentuk diskriminasi lainnya, lebih banyak.

Jadi diskriminasi di tempat kerja itu kasuistik.
Karenanya tidak tepat untuk dijadikan alasan mengenai sedikitnya minat suatu 
kelompok dalam masyarakat pada suatu bidang pekerjaan.
Besar-kecilnya minat suatu kelompok masyarakat pada suatu bidang pekerjaan 
itu lebih banyak merupakan aspek budaya daripada akibat diskriminasi

Wasalam. 

Reply via email to