Renungan seorang senior - dalam penghidupan janganlah kita terlalu
mengikatkan diri pada sesuatu (fanajtisme) XV

 

Artikel ini saya rasa artikel yang sensitive dan sebelumnya saya ragu-ragu
untuk menulisnya, tetapi kalau tidak saya tulis tidak menurut kenyataan,
karena kesatu ini adalah tanya jawab saya dengan seorang wartawan di rumah
Buddist di Surabaya, mengenai kepercayaan dan kongkou-kongkou dengan teman
saya mengenai pengalaman beliau dan juga jawabanku di pertemuan T-Net di
Ciater. Tulisan ini terutama mengenai agama-filosofi.

Saya merasa gembira saya bisa setiap tahun mengunjungi Indonesia, chususnya
kota Surabaya, kota dimana saya dilahirkan. Saya gembira bahwa saya
dilahirkan sebagai manusia, karena manusia adalah tingkatan yang tertinggi
dari segala hewan; baik dalam perkembangan jiwa (hati, heart) maupun
pikiran. Saya juga gembira bahwa saya dilahirkan sebagai orang laki-laki,
karena orang laki lebih bebas dalam penghidupan.

Di dunia ini banyak hal-hal yang orang ragukan. Menurut kebiasaan di dunia
ini kita menerima sebagai satu kenyataan apabila kita dapat menerima dengan
pancaindera, lihat dengan mata, rasa dengan  pegangan tangan, mulut, hidung
dan dengar dengan telinga etc. sebagai satu yang nyata. 

Sebagai manusia saya dapat memikir, pula saya dapat melihat, dilihat,
berbicara dan merasahkan, saya simpulkan dengan pemikiran saya, bahwa: "saya
ini betul-betul eksis dan pula saya sebagai orang yang dapat memikir".
Ke-eksisan saya ini tidak dapat diragukan. Ini menurut saya adalah satu
kebenaran dan saya harep pemikiran saya ini tidak salah juga dalam optik
filosofi. Saya yang dapat memikir, pertama-tama saya tahu keeksisan saya
dahulu, baru saya kenal adanya badan saya. Semua yang saya kerjakan untuk
penghidupan, dengan badan saya ini di atur oleh pemikiran saya, karena itu
badan saya ini dapat saya anggap sebagai mesin, vehikel. Kenapa saya katakan
demikian karena untuk memikir yang benar saya tidak memerlukan badan saya.
Perbedahan antara vehikel dan badan saya, ialah badan saya jauh lebih
sempurna, karena dibuat oleh seorang yang bijaksana dan baik yang tidak
terbatas. 

Sebagai manusia yang dapat memikir saya juga tahu bahwa dalam penghidupan
kemanusiaan, janganlah kita hanya gunakan pikiran saja, karena didalam
praktek pikiran yang logis, kalau dilaksanakan kadang-kadang hasilnya tidak
cocok dengan "kebenaran" yang saya pikirkan sebelumnya. Sebagai contoh saya
berkunjung ke Indonesia sebaiknya pada musim hujan, karena tidak terlalu
panas dan juga banyak buah-buahan tropis yang enak seperti durian, langsep,
manggis etc.etc. Tetapi siapa tahu pada tahun ini banjir yang hebat di
Jakarta yang meliputi kira-kira 75% dari daerah ibu kota. Untungnya saya itu
waktu sudah meningglkan kota Jakarta. Kalau tidak saya harus mengalami
kesulitan-kesulitan akibat banjir, tidak bisa keluar belanja untuk memenuhi
penghidupan atau makan diluar. Persediaan makanan rusak, karena banjir atau
telah kotor karena air yang kotor dan mengandung banyak bakteria, virus dan
parasit-parasit etc. Orang tidak bisa keluar, karena banjir dan toko-toko
tutup. Menunggu makanan yang dibawa oleh sukarelawan-sukarelawan. Pula
penyakit-penyakit sesudah banjir seperti diare, demam berdarah, berbagai
macam infeksi yang membahayahkan bagi orang senior dan apalagi yang sedang
menderita sakit; jelas keadaan tidak begitu mengijinkan menjaga, memprevensi
agar tidak mendapatkan diare, infeksi atau keradangan paru yang sangat
membahayakan bagi bayi dan orang senior. 

Saya katakan diatas keeksisan saya sebagai manusia yang bisa memikir, ini
adalah aboslut, tetapi saya masih meragukan keberadaan saya ini, kalau tidak
ada bukti-bukti yang jelas dan dapat ditrima. Tetap saya tanya betulkah saya
ini ada? Saya dapat komunikasi, interaksi dengan manusia lainnya, saya bisa
bicara, dengar dan didengar; saya bisa dipegang dan merasahkan pegangan
orang dan sebaliknya. Saya bisa berjalan dan mengerjakan sesuatu. Maka
pertama-tama dapat disimpulkan beradaan saya ini secara filosofis betul.
Kedua saya bisa menghitung, menyelesaikan soal-soal ilmu pasti, ilmu alam,
menimbang mana yang baik dan mana yang jelek, bahkan saya bisa mengobati
orang yang sakit. Ini tidak dapat diragukan bahwa saya ini bisa memikir!
Saya tahu bahwa di dunia ini ada miljaran orang yang seperti saya ini;
tetapi ada yang lebih jelek, tetapi juga ada yang lebih baik dari saya. Saya
percaya adanya manusia yang kebaikannya dan kebijakannya mendekati ideal
100%. Ini saya katakan demikian karena secara sains ideal 100% itu tidak
dapat dicapai!

Sebagai manusia yang dapat memikir sesudah melihat bencana banjir di
Jakarta, saya mendapatkan ide, bahwa sebaiknya  berkunjung ke Indonesia pada
periode musim panas. Apakah pemikiran yang logis ini betul betul cocok
dengan kebenaran?

Dari pengalaman penghidupan kadang kadang kita harus mengimbangi pemikiran
yang " logis"  tetapi kaku dengan perasahan. Meng Ke, seorang confucianis
(humanis) yang besar, Beliau juga seorang demokrat pada jamannya mengatakan
bahwa apabila seorang wanita, terjerumus didalam kolam, dan perlu
pertolongan kerjakannya demi keslamatan wanita itu. Untuk menyelamatkan
wanita yang tenggelam harus menggendongnya. Pada jamannya adalah tidak etis
apabila seorang pria memegang tangan wanita apalagi mengangkatnya. 

Dalam Chan Budisme juga menyeritakan bahwa ada seorang Chan master dan
muridnya sedang dalam perjalanan dan menemui seorang wanita yang akan
menyebrang sungai , tetapi tidak dapat menybrang karena tidak ada kapal,
pula hari sudah mulai malam. Si master lalu mengendong wanita tersebut di
belakang untuk dibawa ke sebrang. Sesudah sampai disebrang, wanita itu
diturunkan dari gendongannya. Si murid melihat gurunya dan dari mukanya
tampak keheranan, mengapa gurunya sebagai Chan master mngendong seorang
wanita, bukankah ini satu larangan? Si Chan master mengerti keheranan
muridnya, lalu beliau sambil meneruskan perjalanannya berkata:" Saya
mengendong wanita itu tanpa ada pikiran apa-apa, kau yang mempertanyakan,
berarti kau masih mempunyai pikiran-pikiran kenikmatan dunia!" 
         Di ajaran Taoisme ada cerita bahwa seorang intelektuil mengunjungi
kelenteng Tao. Dalam percakapan dengan guru Tao, intelektuil itu bertanya:
"dapatkah bapak guru mejelaskan pada saya apa yang dikatakan Tao itu?" Pak
guru Tao tidak menjawab tetapi menuang teh pada cangkir terus meskipun sudah
penuh, sehingga air teh meluap keluar. Intelektuil itu berkata:"pak, cangkir
itu sudah penuh, hentikanlah penuangan anda." Guru Tao itu lalu berkata:" di
pikiran anda sudah penuh dengan ilmu pengetahuan, kosongkan dulu pikiran
anda agar dapat menerima ajaran Tao!"

Saya sebagai manusia yang dapat memikir saya sering dikonfrontasikan dengan
pertanyaan eksisnya suatu "Manusia yang serba sempurna" dalam kebijakan dan
kebaikan. Saya sebagai seorang yang dapat memikir secara rasionil harus
mengakui bahwa saya ini adalah seorang yang banyak kekurangan dalam hal
kebijakan dan kebaikan. Tetapi saya pikir bahwa Beliau sebagai manusia yang
sempurna tanpa batas, Beliau tidak akan membohong pada saya, maka saya
percaya keberadaan Beliau (Tuhan). Lalu dari pemikiran saya, ide ini saya
teruskan ke hati saya, karena saya berpendapat bahwa bicara tentang
"Ketuhanan" kita harus bicara dengan hati!

Artikel ini adalah "Renungan" tanya jawab saya dengan seorang wartawan di
Rumah perkumpulan Budda di Surabaya, di pertemuan di Ciater. Pertama-tama
menjawab pertanyaan teman saya Ming Kuan yang bercerita pada saya, bagaimana
pikiran saya tentang ceritanya dibawah ini, apakah saya mempunyai jawaban
yang lebih baik? Sdr. Min Kuan berkata bahwa beliau pada satu hari
mengunjungi gereja reform, dan pada tanya jawab ada seorang pemuda yang
menanyakan pada pendeta itu: "Bapak pendeta yang terhormat, dapatkah bapak
memberi penjelasan pada kita ini bagaimana kita kok bisa percaya dengan
adanya Tuhan?"

Pendeta: Percayakah anda pada ayah dan Ibu anda ?

Pemuda: Kan itu orang tua saya, yang membesarkan saya.

Pendeta: Kan bisa saja anda oleh orang tua biologis anda diberikan pada
"orangtua" anda yang sekarang ini, sewaktu anda masih bayi.

Pemuda: Kan bisa dikerjakan pemeriksaan DNA

Pendeta: Apakah anda melakukan pemeriksaan DNA?

Pemuda: Tidak

Pendeta: Anda tidak memeriksakan DNA, tetapi anda tokh percaya bahwa orang
tua anda adalah orang tua biologis anda!

         Dari dua cerita Meng Ke (mencius), Chan (Zen) Buddhisme dan Taoisme
memberikan sugesti agar kita jangan terlalu fanatik, baik dalam hal politik,
agama atau penghidupan; dengan demikian kita bisa independen menghadapi
masalah-masalah penghidupan dan kemasyarakatan dengan baik. Dalam sejarah
hukuman pada Corpernicus dan Galilei mendiskreditkan ilmu pengetahuan.








[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke