Bang Harry domisili dimana? Kalau di Jakarta, minggu depan ikutan dunks,
kita bahas bahas puisi. Tapi dibatasi 10 puisi pertama dulu ya, yang
mengenai rindu kampung halaman itu. Kalau kebanyakan lompat lompat, bisa
pusing tujuh keliling kayaknya, dan bahasnya juga tidak bisa mendalam. 
Tapi kalau domisili kaga di jakarta, ya terpaksa diskusinya lewat email
aja dilanjutin. 
 
2. Bang Harry kaga datang sih waktu peluncuran bukunya. Ada juga tuh
yang tanya kenapa kok judulnya Purnama di Bukit Langit. Dimana Bukit
langit itu adalah terjemahan dari Thiansan. Dan di tiongkok sana memang
ada tempat namanya Thiansan. Disana Bapak Iwan menjelaskan sedikit,
bahwa karena daerah2 pegunungan di tiongkok berpuncak puncak, pada waktu
purnama muncul, bulan sepertinya berada diantara gunung dan langit.
Diantara Thian dan San. Dalam penterjemahan singkat mendekati kata asli
seperti yang dilakukan Zhouxiong, hal seperti itu kurang bisa ditangkap
oleh yang membaca puisi terjemahan dan belum memahami istilah/ keadaan
situasi di daratan sana. Nah, justeru disitu kenapa pembahasan
terjemahan puisi akan jadi menarik deh, heheheh (promosi, hihihihi)
 
3. Surat rumah.. Ini udah dibales belum ya? Gue ikut nimbrung aja belum
sempat baca semua. Kalau yang gue lihat di pelem silat, kabar dari rumah
biasanya disampaikan 2 cara. Ada yang dateng, dan mengabarkan keadaaan
desa2 yang dilewatinya, biasanya ditunggu tunggu sama prajurit rendahan
yang kaga bisa baca tulis. Ada lagi  yang bawa surat ditujukan pada
orang tertentu. Di sini, surat tentu lebih personal, dan nilainya lebih
daripada kabar?
 
4. Hehehe, bisa jadi gue menggeret orang berpikiran sempit, menarik
katak ke dalam perigi. 
Tetap saja gue beranggapan, kritik itu lebih banyak membunuh semangat
daripada memberi inspirasi. 
 
Mengenai penterjemahan, apalagi menterjemahkan puisi. Waktu itu bapak
Sapardi kalau ngga salah bilang, pada waktu menterjemahkan pasti ada
pengkhianatan. Entah pengkhianatan ISI atau pengkhianatan KATA,
tergantung yang mana yang dikejar, MAKNA puisi, atau TERJEMAHAN puisi. 
Waktu itu juga ada yang bilang, kenapa yang ini ga diterjemahkan itu,
atau yang itu nggak diterjemahkan sebagai ini. Ya, itu atau ini
barangkali lebih bagus. Tapi pada saat penterjemahan orang punya
pemikiran sendiri kenapa yang ini jadi ini dan yang itu jadi itu. Kadang
ada kepleset sekali dua, lalu berpikir, oh iya ya, kenapa nggak jadi itu
ya. But what's done is done.  Dari situ juga bisa membedakan,
penterjemah mana yang dianggap lebih kompeten.
 
Bang Harry baca nggak ulasan Leo Suryadinata di depan? Disitu ada
perbandingan  penterjemahan puisi2. Menarik sekali deh.
 
5. Gue sih lebih senang bertanya, "ini maksudnya apa" ketimbang
mengatakan "harusnya diterjemahkan bagaimana."
 
 
-----Original Message-----
From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of harry alim
Sent: Sunday, June 03, 2007 12:49 AM
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: Re: [budaya_tionghua] Purnama Di Bukit Langit, Sedikit Kritik
 
Zhou xiong,

ada tiga kritik yang saya sampaikan kemarin

1, sayang tidak ada index, ini masalah teknis saja
2, penerjemahan nama tempat dan footnote, tentu saja masalah pilihan,
tetapi kalau bisa dibikin sempurna kenapa tidak? meemang paling tidak
ada tiga maksud disini, maksud pengarang sanjak aslinya, maksud
penerjemah dan maksud pembaca terjemahan. tetapi benarkah maksud
pengarang aslinya tienshan adalah bukit langit? memang ini masalah
pilihan. karena pilihan susah diperdebatkan, memang ada yang senang
membatasi pilihannya sendiri. apa bisa dikata?
3. masalah penerjemahan. dengan contoh terawang musim semi, agaknya saya
salah menangkap konteks syair terjemahannya. justru karena saya tidak
memahami bahasa aslinya, bahkan memahami bahasa aslipun pun bisa salah
juga. pemilihan kata sangat penting agar sang pembaca tidak salah
menangkap makna. dengan tambahan info dari zhou xiong, saya mungkin
lebih memilih seperti berikut

negeri runtuh (karena perang, yang tersisa) tinggal sungai (dan) gunung
(baru) musim semi, semak (sudah) setinggi benteng
bunga meratap meresahkan jaman susah
burung memekik menghentak hati resah.

asap peperangan (masih membubung, sudah) melampaui tiga bulan
kabar (dari) rumah (nilainya) mengungguli emas berjutaan
menggaruk kepala (dengan) uban semakin jarang
tak sanggup ditusuk membentuk gulungan

agaknya lebih cocok kabar rumah dibanding dengan surat rumah? Kalau
surat sepertinya condong ke ... sedang kalau kabar condong dari ...

(well saya harap ully xiong, bisa memahami bahwa kata yang ditulis dalam
kurung bukan untuk ditulis dalam buku tetapi untuk bahan berdiskusi
memudahkan pengertian)

lepas dari ini semua, sebenarnya maksud kritik yang terpenting, agaknya
kurang ditangkap dan bahkan salah dimengerti. 

Penerjemahan puisi bukan sesuatu yang sekaligus sudah benar, dan hanya
bisa diterbitkan jika sudah tanpa salah. Sebagai pembaca kita bisa
mengerti jika ada kekurangan, Bahkan saya menganggap karya ini hebat,
secara pribadi membantu kegemaran. terutama saya sendiri senang
mengumpulkan beberapa buku puisi tersebut, tentu saja yang versi
inggris, karena jumlah aksara yang saya kuasai tak mampu untuk digunakan
menikmati puisi itu dalam bahasa aslinya.

Justru saya menyemangati untuk satu waktu nanti menerbitkan edisi
revisinya, karena menganggap karya penerjemahan bukan sesuatu yang
sekali dikerjakan dan selesai. Dan menerbitkan edisi revisi, juga bukan
sesuatu dosa atau sesuatu yang patut dimalukan. Karena sebenarnya toh
orang lain menerjemahkan seperti ini saja juga nggak bisa.

Ataupun paling tidak buku ini bisa jadi dokumentasi, sehingga pada jaman
berikutnya kalau tidak pernah direvisi penerjemah yang sekarang,
nantinya muncul yang bisa lebih melengkapi.

Saya sendiri heran kalau ully heng berpikiran sempit kenapa harus
mengajak zhou xiong ikut2an berpikiran sempit. benarkah orang sekaliber
zhou xiong harus berpikiran sempit juga? Kenapa harus menganggap kritik
itu menjatuhkan? Apakah ully xiong ingin zhou xiong seperti sing siok lo
koay, salah satu karakter di thian liong pat poh? saya sendiri merasa
gegabah dan agak congkak (seperti yang saya tuliskan di email itu),
tetapi bukankah lebih congkak untuk merasa sekali menerjemahkan sudah
benar dan tak bisa menerima kritik?

saat ini saya sedang mencoba mengerti dua syair di halaman 174

impian pulang

sejak berpisah musim semi ditengah (bie lai chun ban)
yang menerpa mata membuat hati patah
bunga mei sekacau salju telah digugur jatuh
meski dikebut kembali memenuhi tubuh

bie lai chun ban, kapankah yang dimaksud chun ban? benarkah maksud
pengarang sudah diterjemahkan dengan baik oleh penerjemah? chun ban
apakah sama dengan hari ke 45 setelah musim semi dimulai atau hari minus
ke 45 sebelum musim semi dimulai?
dan kemudian kalimat 'bunga mei sekacau salju telah digugur jatuh'
sungguh susah dipahami.

kabut musim gugur

langit dibirukan awan ( bi yun tien - biru awan langit)
bumi dikuningkan dedaunan (huang ye di - kuning daun bumi)
musim gugur merangkai gelombang (qiu se lian bo - msmgugur warna
rangkaian gelombang)

bi yun tien? benarkah sang pengarang bermaksud menggambarkan langit yang
dibirukan oleh awan?

salam,

harry alim

.

[Non-text portions of this message have been removed]
 


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke