Heheheh, iye bang Harry, 
Zhou xiong sendiri sudah bilang tidak perlu dibatasi, biar saja orang
mau bertanya yang mana, atau berbagi pengetahuan mengenai puisi yang
mana. 
Tanpa batasan, siapa tahu lebih banyak yang bisa di gali. 
 
Siaomei sendiri, belum pernah lihat acara bahas puisi. Paling bater dulu
lagi pelajaran Bahasa Indonesia di SMA, yang dibahas puisi angkatan 33,
45, 66. 
Nah angkatan mana yang dibahas, itu khan pembatasan. Jadi bisa lebih
fokus membahas latar belakang suatu puisi, begituuu. 
 
However, ayuk deh, bahas, tanpa batasan.
Yang ada dalam pikiran, barangkali bisa dilakukan berkesinambungan,
enggak cuman sekali saja, gituh. 
 
Gemana bang Harry, hari Sabtu ini ada sempat untuk bahas puisi???
 
 
-----Original Message-----
From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of harry alim
Sent: Wednesday, June 06, 2007 4:54 AM
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: Re: [budaya_tionghua] Purnama Di Bukit Langit, Sedikit Kritik
 
Uly mei, zhou xiong,

seperti yang ditulis sebelumnya, mungkin hanya 5 % saja sanjak yang
perlu penjelasan lebih lanjut atau perlu dicarikan satu dua kata yang
pas, hanya kalau setuju dengan pendapat ini. 
tentu saja belum semua puisi sudah dibaca, lantas dari mana bisa dapat
angka itu. ini dilakukan secara statistik misalnya dengan random membuka
20 halaman, dan membaca syair disitu apakah ada yang membuat bertanya
tanya? Jawabnya kurang lebih 5 % saja.

ini prestasi hebat. sungguh.

mengadakan satu pertemuan membahas puisi dan dengan dibatasi 10 puisi
pertama tentu saja tidak banyak manfaatnya dan untuk apa? mungkin banyak
puisi perlu dikunyah pelan dan dinikmati atau bisa jadi rombongan yang
ini jadi kurang kena dihati.

kembali ke masalah kritik, sebenarnya yang disesali adalah tidak adanya
index, penerjemahan nama tempat dan footnote (bisa berdebat nggak tidur
dua hari dua malam) dan puisi yang 5%. itu saja. 

dan ini sudah dijawab zhou xiong. ya semoga edisi satu cepat habis dan
muncul edisi kedua yang direvisi, bahkan berani dari sekarang pesan
edisi yang kedua, jika memang perihal di atas dimasukkan.

agaknya lebih menarik membahas impian pulang.
bie lai chun ban, sejak berpisah setengah musim semi? chun ban apakah
maksudnya adalah satu setengah bulan sebelum sin cia? jadi bukan tengah
musim semi yang nota bene adalah satu setengah bulan setelah sin cia.
dan waktu itu bunga mei juga sudah berguguran seperti salju yang rontok,
maksudnya sudah ada jarak beberapa bulan sejak berpisahan

bahkan belibis pun datang sudah, karena belibis pergi ke selatan waktu
masuk musim dingin dan kembali ke utara setelah musim dingin lewat.
apakah ini impian pulang seseorang yang ditugaskan ke utara, atau bisa
jadi di yen men guan? (gerbang pintu belibis)
di sebelah utara yen men guan mulai ada padang rumput, yang digunakan
penulis untuk metafor impian pulangnya.

entah kenapa kok kebetulan puisi kedua di halaman 174, juga menimbulkan
tanda tanya
bi yun tien, huang ye di
langit berawan membiru, bumi rimbun menguning. apakah pemilihan langit
dibirukan awan supaya seimbang dengan bumi dikuningkan dedaunan? tapi
apakah langit bisa dibirukan awan?
pilihan dua kalimat pertama saja yang menimbulkan tanda tanya.
selebihnya meluncur dengan enak.
terlebih tiga kalimat penutup, sungguh mendukakan.

salam,

harry alim

[Non-text portions of this message have been removed]
 


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke