Sumber: www.myrmnews.com

Sejarawan Ong Hok Ham Tutup Usia
Jumat, 31 Agustus 2007, 07:56:18 WIB

Jakarta, myRMnews. Ong Hok Ham, sejarawan terkemuka Indonesia, meninggal dunia 
kemarin petang. Pak Ong -panggilan akrab Ong Hok Ham- tutup usia pada umur 74 
tahun setelah berjuang melawan penyakit stroke yang dideritanya sejak 2001. 

Bambang, keponakan mendiang, menuturkan bahwa Pak Ong meninggal pada pukul 
18.00 di kediamannya, kawasan Cipinang Muara, Jakarta Timur. Oleh keluarga, 
jasad doktor sejarah lulusan Yale University, Amerika Serikat, itu dibawa ke RS 
Mitra Keluarga untuk divisum. Sampai berita ini diturunkan pada pukul 24.00, 
jasad Pak Ong masih disemayamkan di ruang jenazah RS Dharmais. Direncanakan, 
jenazah mendiang akan dibawa ke rumah persemayaman Dharmais No E dan F, Jalan 
S. Parman, Slipi, sekitar pukul 11.00. 

Saat wartawan koran ini mendatangi rumah Pak Ong di kawasan Cipinang Muara, 
Jakarta Timur, tadi malam, keadaan sepi. Hanya ada beberapa tetangga dan 
keluarga dekatnya. 

Penyakit stroke memang memaksa Pak Ong beraktivitas di atas kursi roda sebelum 
meninggal. Saat wartawan koran ini, Ridlwan Habib, berkunjung ke rumahnya akhir 
tahun lalu, Ong Hok Ham tak terlihat patah semangat. Meskipun tubuhnya terlihat 
kurus, ilmuwan kelahiran Surabaya itu masih aktif menulis dan menjadi jujukan 
para peneliti dan sejarawan muda. "Saya masih menulis, baca buku, baca koran, 
dan melayani wawancara," kata Pak Ong saat ditanya tentang aktifitasnya saat 
itu. 

Dosen ilmu sejarah Universitas Indonesia yang pensiun pada 1989 itu masih aktif 
melayani peneliti dan mahasiswa yang berkunjung ke rumahnya. Setiap hari ada 
saja bekas mahasiswa mulai angkatan 1978 hingga 1990 yang menjenguk. 

Selain itu, penulis buku Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa itu juga masih 
antusias mengikuti perkembangan berita aktual di masyarakat. Salah satu yang 
menjadi perhatiannya adalah Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru saja 
disahkan tahun lalu. "Itu bukan sebuah terobosan baru, seharusnya sejak dulu. 
Prinsipnya ius soli, berdasar tempat lahir. Bukan darah, bukan keturunan," 
katanya. Pak Ong memang paham benar soal diskriminasi. Panjang jalan sudah 
dilalui anak pertama Ny Tan Siang Tjia itu sebelum akhirnya tumbuh menjadi 
sejarawan dengan spesialisasi sejarah Jawa sekitar abad ke-19. 

Menyelesaikan pendidikan di HBS Surabaya, Ong melanjutkan ke SMA di Bandung. 
Singgah sebentar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Ong muda pindah 
ke Fakultas Sastra, masuk Jurusan Sejarah dan selesai pada 1968. Gelar doktor 
diraihnya pada 1975 dengan disertasi berjudul The Residency of Madiun; Priyayi 
and Peasant in the Nineteenth Century. 

Sifat ulet dan bersemangat Pak Ong diakui murid dan koleganya. Salah satunya 
adalah Andi Achdian. Kandidat doktor di Universitas Nottingham itu mengaku 
salut dengan komitmen mendiang gurunya dalam menjelaskan sejarah. "Bapak selalu 
memulai dengan bertanya apa amarahmu terhadap masalah ini," katanya. Ong, kata 
Andi, juga kurang suka unggah-ungguh yang formal dan birokratis. "Kami tidak 
pernah dianggap murid, tapi teman," tambahnya. 

Menurut Andi, yang paling unik adalah keahlian Ong mengenal karakter orang. 
"Bapak bisa mengenal watak orang dengan hanya melihat matanya. Tiba-tiba, dia 
sudah bilang orang ini pemberani atau pengecut, orang ini jujur atau tidak. Ini 
bagi saya luar biasa," katanya. 

Untuk mengenang ketokohan Ong Hok Ham, Andi dan beberapa kawannya berencana 
mendirikan Ong Hok Ham Institute. Lembaga ini diharapkan menjadi learning 
centre (pusat pembelajaran) yang terbuka bagi siapa saja. jpnn 

---------------------------------
Fussy? Opinionated? Impossible to please? Perfect. Join Yahoo!'s user panel and 
lay it on us.

[Non-text portions of this message have been removed]



 

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to