Bung Jonathan,

Terima kasih atas masukannya. Saya tanggapi sedikit dibawah tulisan anda.

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "jonathangoeij"
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Masalah pencabutan SBKRI, Khonghucu, Barongsay, dsb. itu sebenarnya 
> sama saja dengan seseorang yg tidak bersalah apa2 yg 
> ditahan/dipenjara, kemudian dilepaskan. Orang yg tidak bersalah ya 
> tidak seharusnya dipenjara, hal yg normal saja bila orang yg tidak 
> bersalah bebas merdeka diluar penjara. Sebagai warga negara, orang 
> tionghoa juga seharusnya tidak perlu menggunakan SBKRI (sama dengan 
> warga negara lain non tionghoa) pada waktu mengurus pasport. Sebagai 
> warga negara, orang tionghoa seharusnya bebas merayakan budayanya 
> sama seperti warga negara yg lain.

Contoh saya soal SBKRI rasanya tidak cocok memang. Maaf.

> Maksudnya Jim, jangan dianggap sebagai orang tionghoa seakan telah 
> mendapat hadiah banyak sehingga harus dihimbau mawas diri segala. 

Kesan yg ada seperti itu pak. Contoh paling jelas (mungkin) soal imlek
sebagai libur nasional. Coba dilihat, berapa banyak suku yg ada di
indonesia yg mendapat privilige seperti itu? Kecuali kalau hal ini
juga bukan tanda privilige (alias menjadi kewajaran).
 
> Di Surabaya juga ada pada setiap lebaran seorang (atau beberapa) 
> pengusaha Madura yg sukses yg buang-buang duit bagaikan sultan 
> sahibul hikayat layaknya, tetapi toh hal seperti ini tidak dijadikan 
> contoh kesalahan kolektif dengan meng-intropeksi orang madura harus 
> mawas diri segala.
> 
> Adanya orang tionghoa mengadakan pesta kawin mewah tanpa peka keadaan 
> sosial tetangga2nya adalah urusan pribadi orang itu sendiri Jim, 
> jangan digeret sebagai tanggung jawab kolektif. 

Bedanya adalah, kaum tionghoa -suka atau tidak- menjadi sorotan.
(Diakui atau tidak) Ada jarak antara tionghoa dan non-tionghoa. Nah
dalam konteks relasi yg delicate ini, saya rasa karena kaum tionghoa
menjadi sorotan, maka kita perlu lebih berhati2 (or mawas) dalam
bertindak.

Stigma yg ada adalah, kaum tionghoa tidak peka sosial, angkuh, dll.
Perkawinan 1001 malam tersebut (meskipun uang2 mereka sendiri) bisa
memperkuat/membenarkan stigma tersebut.

> JG

Salam,
Jimmy
PS: soal madura, no comment :p

Kirim email ke