Ibu Siti Fadilah Supari  juga harus transparan mengenai susu Formula utk bayi 
yg terkontaminasi bakteri dan kalau benar sebutkan saja mereknya dan jangan 
neko-neko dgn pihak pabrik yg sebagian besar dari produk asing.

"@};-PurpleRose};--" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:          ada info lanjut 
tentang ini?

Julia
-------- Original Message --------
Subject: [cefil12] teroris beneran (dari milis tetangga), ttg Siti 
Fadhilah Supari
Date: Thu, 28 Feb 2008 23:07:32 -0800 (PST)
From: iftah shiddiq <[EMAIL PROTECTED]>
Reply-To: [EMAIL PROTECTED]
To: Alumni Pondok <[EMAIL PROTECTED]>, Mailinglist 
alumni_cefil <[EMAIL PROTECTED]>, wartawan alkisah 
<[EMAIL PROTECTED]>

Saatnya kita membuka mata dan mengetahui siapa terorisme dunia
sesungguhnya. ...

Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari (59) bikin gerah World Health 
Organization (WHO) dan Pemerintah Amerika Serikat (AS). Fadilah berhasil 
menguak konspirasi AS dan badan kesehatan dunia itu dalam mengembangkan 
senjata biologi dari virus flu burung, Avian influenza (H5N1). Setelah 
virus itu menyebar dan menghantui dunia, perusahaan-perusaha an dari 
negara maju memproduksi vaksin lalu dijual ke pasaran dengan harga mahal 
di negara berkembang, termasuk Indonesia .

Fadilah menuangkannya dalam bukunya berjudul Saatnya Dunia Berubah! Tangan
Tuhan di Balik Virus Flu Burung. Selain dalam edisi Bahasa Indonesia, 
Siti juga meluncurkan buku yang sama dalam versi Bahasa Inggris dengan 
judul It's Time for the World to Change.

Konspirasi tersebut, kata Fadilah, dilakukan negara adikuasa dengan cara 
mencari kesempatan dalam kesempitan pada penyebaran virus flu burung. 
"Saya mengira mereka mencari keuntungan dari penyebaran flu burung 
dengan menjual vaksin ke negara kita," ujar Fadilah kepada Persda 
Network di Jakarta, Kamis (21/2).

Situs berita Australia, The Age, mengutip buku Fadilah dengan 
mengatakan, Pemerintah AS dan WHO berkonpirasi mengembangkan senjata 
biologi dari penyebaran virus avian H5N1 atau flu burung dengan 
memproduksi senjata biologi.
Karena itu pula, bukunya dalam versi bahasa Inggris menuai protes dari 
petinggi WHO.

"Kegerahan itu saya tidak tanggapi. Kalau mereka gerah, monggo mawon. 
Betul apa nggak, mari kita buktikan. Kita bukan saja dibikin gerah, 
tetapi juga kelaparan dan kemiskinan. Negara-negara maju menidas kita, 
lewat WTO, lewat Freeport , dan lain-lain. Coba kalau tidak ada kita 
sudah kaya," ujarnya.

Fadilah mengatakan, edisi perdana bukunya dicetak masing-masing 
1.000eksemplar untuk cetakan bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. 
Total sebanyak 2.000 buku. "Saat ini banyak yang meminta jadi dalam 
waktu dekat saya akan mencetak cetakan kedua dalam jumlah besar. Kalau 
cetakan pertama dicetak penerbitan kecil, tapi untuk rencana ini, saya 
sedang mencari bicarakan dengan penerbitan besar," katanya.

Selain mencetak ulang bukunya, perempuan kelahiran Solo, 6 November 
1950, mengatakan telah menyiapkan buku jilid kedua. "Saya sedang menulis 
jilid kedua. Di dalam buku itu akan saya beberkan semua bagaimana 
pengalaman saya. Bagaimana saya mengirimkan 58 virus, tetapi saya 
dikirimkan virus yang sudah berubah dalam bentuk kelontongan. Virus yang 
saya kirimkan dari Indonesia diubah-ubah Pemerintahan George Bush," ujar 
menteri kesehatan pertama Indonesia dari kalangan perempuan ini.

Siti enggan berkomentar tentang permintaan Presiden Susilo Bambang 
Yudhoyono yang memintanya menarik buku dari peredaran. "Bukunya sudah 
habis. Yang versi bahasa Indonesia, sebagian, sekitar 500 buku saya 
bagi-bagikan gratis, sebagian lagi dijual ditoko buku. Yang bahasa 
Inggris dijual," katanya sembari mengatakan, tidak mungkin lagi menarik 
buku dari peredaran.

Pemerintah AS dikabarkan menjanjikan imbalan peralatan militer berupa 
senjata berat atau tank jika Pemerintah RI bersedia menarik buku setebal 
182 halaman itu.
Mengubah Kebijakan Apapun komentar pemerintah AS dan WHO, Fadilah sudah 
membikin sejarah dunia. Gara-gara protesnya terhadap perlakuan 
diskriminatif soal flu burung, AS dan WHO sampai-sampai mengubah 
kebijakan fundamentalnya yang sudah dipakai selama 50 tahun.

Perlawanan Fadilah dimulai sejak korban tewas flu burung mulai terjadi 
di Indonesia pada 2005. Majalah The Economist London menempatkan Fadilah 
sebagai tokoh pendobrak yang memulai revolusi dalam menyelamatkan dunia 
dari dampak flu burung. "Menteri Kesehatan Indonesia itu telah memilih 
senjata yang terbukti lebih
berguna daripada vaksin terbaik dunia saat ini dalam menanggulangi ancaman
virus flu burung, yaitu transparansi, " tulis The Economist.

The Economist, seperti ditulis Asro Kamal Rokan di Republika, edisi 
pekan lalu, mengurai, Fadilah mulai curiga saat Indonesia juga terkena 
endemik flu burung 2005 silam. Ia kelabakan. Obat tamiflu harus ada. 
Namun aneh, obat tersebut justru
diborong negara-negara kaya yang tak terkena kasus flu burung. Di tengah 
upayanya mencari obat flu burung, dengan alasan penentuan diagnosis, WHO 
melalui WHO Collaborating Center (WHO CC) di Hongkong memerintahkannya 
untuk menyerahkan sampel spesimen.

Mulanya, perintah itu diikuti Fadilah. Namun, ia juga meminta 
laboratorium litbangkes melakukan penelitian. Hasilnya ternyata sama. 
Tapi, mengapa WHO CC meminta sampel dikirim ke Hongkong? Fadilah merasa 
ada suatu yang aneh. Ia terbayang korban flu burung di Vietnam. Sampel 
virus orang Vietnam yang telah meninggal itu diambil dan dikirim ke WHO 
CC untuk dilakukan risk assessment, diagnosis, dan kemudian dibuat bibit 
virus.

Dari bibit virus inilah dibuat vaksin. Dari sinilah, ia menemukan fakta, 
pembuat vaksin itu adalah perusahaan-perusaha an besar dari negara maju, 
negara kaya, yang tak terkena flu burung. Mereka mengambilnya dari 
Vietnam, negara korban, kemudian menjualnya ke seluruh dunia tanpa izin. 
Tanpa kompensasi.

Fadilah marah. Ia merasa kedaulatan, harga diri, hak, dan martabat 
negara-negara tak mampu telah dipermainkan atas dalih Global Influenza 
Surveilance Network (GISN) WHO. Badan ini sangat berkuasa dan telah 
menjalani praktik selama 50 tahun. Mereka telah memerintahkan lebih dari 
110 negara untuk mengirim spesimen virus flu ke GISN tanpa bisa 
menolak. Virus itu menjadi milik mereka, dan mereka berhak memprosesnya 
menjadi vaksin.

Di saat keraguan atas WHO, Fadilah kembali menemukan fakta bahwa para 
ilmuwan tidak dapat mengakses data sequencing DNA H5N1 yang disimpan WHO 
CC. Data itu, uniknya, disimpan di Los Alamos National Laboratoty di New 
Mexico, AS. Di sini, dari 15 grup peneliti hanya ada empat orang dari 
WHO, selebihnya tak diketahui.

Los Alamos ternyata berada di bawah Kementerian Energi AS. Di lab inilah 
dahulu dirancang bom atom Hiroshima. Lalu untuk apa data itu, untuk 
vaksin atau senjata kimia? Fadilah tak membiarkan situasi ini. Ia minta 
WHO membuka data itu. Data DNA virus H5N1 harus dibuka, tidak boleh 
hanya dikuasai kelompok tertentu.
Ia berusaha keras. Dan, berhasil.

Pada 8 Agustus 2006, WHO mengirim data itu. Ilmuwan dunia yang selama 
ini gagal mendobrak ketertutupan Los Alamos, memujinya. Majalah The 
Economist menyebut peristiwa ini sebagai revolusi bagi transparansi. 
Tidak berhenti di situ. Siti Fadilah terus mengejar WHO CC agar 
mengembalikan 58 virus asal Indonesia, yang konon telah ditempatkan di 
Bio Health Security, lembaga penelitian senjata biologi Pentagon.

Ini jelas tak mudah. Tapi, ia terus berjuang hingga tercipta pertukaran 
virus yang adil, transparan, dan setara. Ia juga terus melawan dengan 
cara tidak lagi mau mengirim spesimen virus yang diminta WHO, selama 
mekanisme itu mengikuti GISN, yang imperialistik dan membahayakan dunia. 
Dan, perlawanan itu tidak sia-sia. Meski Fadilah dikecam WHO dan 
dianggap menghambat penelitian, namun pada akhirnya dalam sidang 
Pertemuan Kesehatan Sedunia di Jenewa Mei 2007, International Government 
Meeting (IGM) WHO di akhirnya menyetujui segala tuntutan Fadilah, yaitu 
sharing virus disetujui dan GISN dihapuskan.

----------------------------------------------------------
Never miss a thing. Make Yahoo your homepage. 
<http://us.rd.yahoo.com/evt=51438/*http://www.yahoo.com/r/hs>



                         


Thio Kee Po
       
---------------------------------
Never miss a thing.   Make Yahoo your homepage.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke