He he he... Menteri yang jelas-jelas perusahaan miliknya bikin negara terpaksa 
keluarkan 700 milyar untuk mengganti-rugi korban lumpur Porong saja tidak 
berani dia berhentikan, apalagi yang cuma salah kecil begini...

Wasalam.

---------------------------------


  ----- Original Message ----- 
  From: ChanCT 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Tuesday, March 04, 2008 8:39 PM
  Subject: Re: OOT (Re: [budaya_tionghua] [Fwd: [cefil12] teroris beneran (dari 
milis tetangga), ttg Siti Fadhilah Supari])


  Menarik juga yang terjadi dinegeri ini, ... kalau dokter yang satu ini 
skripsinya saja hasil nyontek dan di Tsunami kelihatan blo'onnya dalam 
menangani kesehatan, kemudian menimbulkan masalah dengan keluarnya buku yang 
menuduh AS dan WHO soal flu-burung, kenapa SBY masih terus gunakan dia sb 
Menteri Kesehatan? ... 

  Salam,
  ChanCT

  ----- Original Message ----- 
  From: Akhmad Bukhari Saleh 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Tuesday, March 04, 2008 1:33 PM
  Subject: OOT (Re: [budaya_tionghua] [Fwd: [cefil12] teroris beneran (dari 
milis tetangga), ttg Siti Fadhilah Supari])

  Ini sebetulnya OOTB (OOT Buanget).
  Tetapi sekali ini saja, bolehlah ditanggapi.

  Senjata biologis? Los Alamos? Amerika janjikan senjata berat dan tank?? SBY 
  minta menarik bukunya dari peredaran?? Ha ha ha...

  Tjongtipu!! Sensasi murahan buat tebar pesona aja tuh!
  Emang banyak nggak beresnya menteri yang satu ini.
  Skripsi doktornya aja nyontek.
  Waktu saya di Aceh bulan pertama setelah tsunami, kelihatan bener blo'onnya 
  Mpok Siti ini ngurusin kesehatan, terutama menanggulangi krisis.

  Soal buku ini, beberapa hari yang lalu mendadak dia bilang terjemahan bahasa 
  Inggrisnya dari bukunya itu salah. Di buku aslinya dia nggak nyerang AS dan 
  WHO koq, katanya, karena dia kelabakan diprotes AS dan WHO tentang isi buku 
  ini, yang tentunya mereka baca terjemahannya.

  Tapi lalu belakangan dia bilang lagi, terjemahannya nggak salah koq. Karena 
  dia kelabakan lagi, mau dituntut penerjemahnya yang merasa 
  dikambing-hitamkan, padahal terjemahannya sudah sesuai dengan buku aslinya 
  yang bahasa Indonesia

  Dan kemarin ini Dirjen Penyakit Menular Depkes sudah resmi bilang pengiriman 
  virus ke AS dan WHO tetap berjalan!

  Satu-satunya yang benar tentang menteri ini cuma sasak rambutnya saja yang 
  tiap hari tambah tinggi...

  Wasalam.

  ----------------------------------------------------------

  ----- Original Message ----- 
  From: @};-PurpleRose};-- 
  To: [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; 
  budaya_tionghua@yahoogroups.com
  Sent: Tuesday, March 04, 2008 10:32 AM
  Subject: [budaya_tionghua] [Fwd: [cefil12] teroris beneran (dari milis 
  tetangga), ttg Siti Fadhilah Supari]

  ada info lanjut tentang ini?

  Julia
  -------- Original Message --------
  Subject: [cefil12] teroris beneran (dari milis tetangga), ttg Siti
  Fadhilah Supari
  Date: Thu, 28 Feb 2008 23:07:32 -0800 (PST)
  From: iftah shiddiq <[EMAIL PROTECTED]>
  Reply-To: [EMAIL PROTECTED]
  To: Alumni Pondok <[EMAIL PROTECTED]>, Mailinglist
  alumni_cefil <[EMAIL PROTECTED]>, wartawan alkisah
  <[EMAIL PROTECTED]>

  Saatnya kita membuka mata dan mengetahui siapa terorisme dunia sesungguhnya. 
  ...

  Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari (59) bikin gerah World Health 
  Organization (WHO) dan Pemerintah Amerika Serikat (AS). Fadilah berhasil 
  menguak konspirasi AS dan badan kesehatan dunia itu dalam mengembangkan 
  senjata biologi dari virus flu burung, Avian influenza (H5N1). Setelah virus 
  itu menyebar dan menghantui dunia, perusahaan-perusahaan dari negara maju 
  memproduksi vaksin lalu dijual ke pasaran dengan harga mahal di negara 
  berkembang, termasuk Indonesia .

  Fadilah menuangkannya dalam bukunya berjudul Saatnya Dunia Berubah! Tangan 
  Tuhan di Balik Virus Flu Burung. Selain dalam edisi Bahasa Indonesia, Siti 
  juga meluncurkan buku yang sama dalam versi Bahasa Inggris dengan judul It's 
  Time for the World to Change.

  Konspirasi tersebut, kata Fadilah, dilakukan negara adikuasa dengan cara 
  mencari kesempatan dalam kesempitan pada penyebaran virus flu burung. "Saya 
  mengira mereka mencari keuntungan dari penyebaran flu burung dengan menjual 
  vaksin ke negara kita," ujar Fadilah kepada Persda Network di Jakarta, Kamis 
  (21/2).

  Situs berita Australia, The Age, mengutip buku Fadilah dengan mengatakan, 
  Pemerintah AS dan WHO berkonpirasi mengembangkan senjata biologi dari 
  penyebaran virus avian H5N1 atau flu burung dengan memproduksi senjata 
  biologi.
  Karena itu pula, bukunya dalam versi bahasa Inggris menuai protes dari 
  petinggi WHO.

  "Kegerahan itu saya tidak tanggapi. Kalau mereka gerah, monggo mawon. Betul 
  apa nggak, mari kita buktikan. Kita bukan saja dibikin gerah, tetapi juga 
  kelaparan dan kemiskinan. Negara-negara maju menidas kita, lewat WTO, lewat 
  Freeport, dan lain-lain. Coba kalau tidak ada kita sudah kaya," ujarnya.

  Fadilah mengatakan, edisi perdana bukunya dicetak masing-masing 
  1.000eksemplar untuk cetakan bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.
  Total sebanyak 2.000 buku. "Saat ini banyak yang meminta jadi dalam waktu 
  dekat saya akan mencetak cetakan kedua dalam jumlah besar. Kalau cetakan 
  pertama dicetak penerbitan kecil, tapi untuk rencana ini, saya sedang 
  mencari bicarakan dengan penerbitan besar," katanya.

  Selain mencetak ulang bukunya, perempuan kelahiran Solo, 6 November 1950, 
  mengatakan telah menyiapkan buku jilid kedua. "Saya sedang menulis jilid 
  kedua. Di dalam buku itu akan saya beberkan semua bagaimana pengalaman saya. 
  Bagaimana saya mengirimkan 58 virus, tetapi saya dikirimkan virus yang sudah 
  berubah dalam bentuk kelontongan. Virus yang saya kirimkan dari Indonesia 
  diubah-ubah Pemerintahan George Bush," ujar menteri kesehatan pertama 
  Indonesia dari kalangan perempuan ini.

  Siti enggan berkomentar tentang permintaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 
  yang memintanya menarik buku dari peredaran. "Bukunya sudah habis. Yang 
  versi bahasa Indonesia, sebagian, sekitar 500 buku saya bagi-bagikan gratis, 
  sebagian lagi dijual ditoko buku. Yang bahasa Inggris dijual," katanya 
  sembari mengatakan, tidak mungkin lagi menarik buku dari peredaran.

  Pemerintah AS dikabarkan menjanjikan imbalan peralatan militer berupa 
  senjata berat atau tank jika Pemerintah RI bersedia menarik buku setebal 182 
  halaman itu.
  Mengubah Kebijakan Apapun komentar pemerintah AS dan WHO, Fadilah sudah 
  membikin sejarah dunia. Gara-gara protesnya terhadap perlakuan diskriminatif 
  soal flu burung, AS dan WHO sampai-sampai mengubah kebijakan fundamentalnya 
  yang sudah dipakai selama 50 tahun.

  Perlawanan Fadilah dimulai sejak korban tewas flu burung mulai terjadi
  di Indonesia pada 2005. Majalah The Economist London menempatkan Fadilah
  sebagai tokoh pendobrak yang memulai revolusi dalam menyelamatkan dunia
  dari dampak flu burung. "Menteri Kesehatan Indonesia itu telah memilih
  senjata yang terbukti lebih
  berguna daripada vaksin terbaik dunia saat ini dalam menanggulangi ancaman
  virus flu burung, yaitu transparansi, " tulis The Economist.

  The Economist, seperti ditulis Asro Kamal Rokan di Republika, edisi
  pekan lalu, mengurai, Fadilah mulai curiga saat Indonesia juga terkena
  endemik flu burung 2005 silam. Ia kelabakan. Obat tamiflu harus ada.
  Namun aneh, obat tersebut justru
  diborong negara-negara kaya yang tak terkena kasus flu burung. Di tengah
  upayanya mencari obat flu burung, dengan alasan penentuan diagnosis, WHO
  melalui WHO Collaborating Center (WHO CC) di Hongkong memerintahkannya
  untuk menyerahkan sampel spesimen.

  Mulanya, perintah itu diikuti Fadilah. Namun, ia juga meminta
  laboratorium litbangkes melakukan penelitian. Hasilnya ternyata sama.
  Tapi, mengapa WHO CC meminta sampel dikirim ke Hongkong? Fadilah merasa
  ada suatu yang aneh. Ia terbayang korban flu burung di Vietnam. Sampel
  virus orang Vietnam yang telah meninggal itu diambil dan dikirim ke WHO
  CC untuk dilakukan risk assessment, diagnosis, dan kemudian dibuat bibit
  virus.

  Dari bibit virus inilah dibuat vaksin. Dari sinilah, ia menemukan fakta,
  pembuat vaksin itu adalah perusahaan-perusaha an besar dari negara maju,
  negara kaya, yang tak terkena flu burung. Mereka mengambilnya dari
  Vietnam, negara korban, kemudian menjualnya ke seluruh dunia tanpa izin.
  Tanpa kompensasi.

  Fadilah marah. Ia merasa kedaulatan, harga diri, hak, dan martabat
  negara-negara tak mampu telah dipermainkan atas dalih Global Influenza
  Surveilance Network (GISN) WHO. Badan ini sangat berkuasa dan telah
  menjalani praktik selama 50 tahun. Mereka telah memerintahkan lebih dari
  110 negara untuk mengirim spesimen virus flu ke GISN tanpa bisa
  menolak. Virus itu menjadi milik mereka, dan mereka berhak memprosesnya
  menjadi vaksin.

  Di saat keraguan atas WHO, Fadilah kembali menemukan fakta bahwa para
  ilmuwan tidak dapat mengakses data sequencing DNA H5N1 yang disimpan WHO
  CC. Data itu, uniknya, disimpan di Los Alamos National Laboratoty di New
  Mexico, AS. Di sini, dari 15 grup peneliti hanya ada empat orang dari
  WHO, selebihnya tak diketahui.

  Los Alamos ternyata berada di bawah Kementerian Energi AS. Di lab inilah
  dahulu dirancang bom atom Hiroshima. Lalu untuk apa data itu, untuk
  vaksin atau senjata kimia? Fadilah tak membiarkan situasi ini. Ia minta
  WHO membuka data itu. Data DNA virus H5N1 harus dibuka, tidak boleh
  hanya dikuasai kelompok tertentu.
  Ia berusaha keras. Dan, berhasil.

  Pada 8 Agustus 2006, WHO mengirim data itu. Ilmuwan dunia yang selama
  ini gagal mendobrak ketertutupan Los Alamos, memujinya. Majalah The
  Economist menyebut peristiwa ini sebagai revolusi bagi transparansi.
  Tidak berhenti di situ. Siti Fadilah terus mengejar WHO CC agar
  mengembalikan 58 virus asal Indonesia, yang konon telah ditempatkan di
  Bio Health Security, lembaga penelitian senjata biologi Pentagon.

  Ini jelas tak mudah. Tapi, ia terus berjuang hingga tercipta pertukaran
  virus yang adil, transparan, dan setara. Ia juga terus melawan dengan
  cara tidak lagi mau mengirim spesimen virus yang diminta WHO, selama
  mekanisme itu mengikuti GISN, yang imperialistik dan membahayakan dunia.
  Dan, perlawanan itu tidak sia-sia. Meski Fadilah dikecam WHO dan
  dianggap menghambat penelitian, namun pada akhirnya dalam sidang
  Pertemuan Kesehatan Sedunia di Jenewa Mei 2007, International Government
  Meeting (IGM) WHO di akhirnya menyetujui segala tuntutan Fadilah, yaitu
  sharing virus disetujui dan GISN dihapuskan. 

  .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

  .: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :.

  .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

  .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :.

  Yahoo! Groups Links

  -- 
  No virus found in this incoming message.
  Checked by AVG Free Edition. 
  Version: 7.5.516 / Virus Database: 269.21.3/1307 - Release Date: 2008/3/2 
_U__ 03:59

  [Non-text portions of this message have been removed]



   

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to