Harry heng, kemungkinan besar, theori anda benar, yakni pemukiman 
awal Tionghoa bukan disekitar Batavia, namun justru didaerah. 
Sebagaimana saya lihat di Minahasa, percampuran Tionghoa dan para 
Kawanua sangat kental, menjadi satu kesatuan. Juga kebaya yang 
dipakai wanita Minahasa adalah, dari awalnya, kebaya encim.

Leluhur istri saya, dimakamkan di sebuah pemakamanan waruga di 
Sawangan, Airmadidi,, yakni bentuk makam Pra Kristen, yang 
menggunakan sarkhopag (seperti di Tapanuli). Disetiap makam, ada 
bekal yang berbentuk guci, piring atau pot Tiongkok, yang menurut 
Jurukunci adalah sekitar episode Ming dynasti.

Juga bentuk anatomis orang Minahasa dipegunungan atau sekitar danau 
Tondano, rata rata mirip orang Tionghoa. 

Orang Tionghoa yang bermukim disana mungkin sekali mengambil jalan 
Timur, bukan melalui selat Malakka.

Salam

Danardono


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "harry alim" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
>
> David heng dan Mas Dono,
> 
> Penulisan sejarah tentang akulturisasi orang Tionghoa di Indonesia, 
selama 
> ini agak 'jakarta sentris' sehingga memberi kesan akulturisasi itu 
dimulai 
> di jakarta dan sekitarnya saja. Dan kemudian menyebar ke bagian 
indonesia 
> lainnya.
> Dengan pengertian demikian seakan menunjukkan bahwa akulturisasi 
hanya 
> seumur jakarta kurang saja. Walaupun jakarta sebelum menjadi 
batavia sudah 
> merupakan pelabuhan, bagaimanapun belum cukup besar.
> Sehingga kalaupun ada komunitas Tionghoa waktu itu tentunya tidak 
sebanyak 
> di Banten misalnya.
> 
> Saya sendiri lebih berpendapat bahwa akulturisasi itu sudah dimulai 
beberapa 
> ratus tahun sebelumnya, dan tidak dimulai di Jakarta tetapi di kota 
> pelabuhan yang terbesar di Jawa pada setiap jamannya, salah satunya 
pada 
> periode tertentu di kota Tuban.
> 
> Saya lebih berpendapat bahwa orang Tionghoa yang datang belakangan 
lah yang 
> terserap kepada penggunaan 'budaya campuran yang unik' itu.
> 
> Ada beberapa argumen yang saya pakai.
> 
> 1. penggunaan kata 'tenglang', yang merujuk ke orang dinasti tang. 
Ini 
> menunjukkan orang Tionghoa waktu itu lebih merujuk dirinya sebagai 
orang 
> dinasti Tang (sekitar 600 sampai 900 masehi). Argumen ini juga 
menunjukkan 
> paling tidak orang Tionghua sudah ada di Jawa mulai dari dinasti 
Tang ini.
> 
> 2. kuliner yang menjadi ciri kelompok Tionghoa peranakan yang 
berada di Jawa 
> lebih mirip dengan masakan Jepang yang disebut masakan chugoku 
(masakan 
> tiongkok).  Orang jepang belajar kuliner ini ketika pada masa 
dinasti tang 
> mengirim ratusan orang ke tiongkok untuk belajar segala sesuatu. 
Sehingga 
> mereka menjadi 'salah satu tempat pelestari budaya dinasti tang'. 
Kuliner 
> ini dalam satu hal dua hal bisa berbeda dengan kuliner Tiongkok 
sekarang.
> 
> 3. mungkin masih ada argumen2 lain yang bisa ditambahkan disini, 
yang 
> kebetulan penulis belum kuasai atau belum ketahui.
> 
> Disamping itu argumen bahasa hokkian yang dikatakan ikut mendukung 
budaya 
> betawi sebenarnya juga dipakai oleh hampir semua orang Tionghua 
peranakan di 
> jawa timur misalnya. Mulai dari istilah pangkeng, sentong, kemoceng 
sampai 
> penyebutan angka cetun sampai cetiauw, dari boceng sampai bogang.
> 
> Waktu itu orang2 seumuran ayah saya akan saling bicara dengan 
temannya 
> dengan membahasakan dirinya gwa dan lawan bicaranya lu atau 
terkadang lie. 
> Mereka umumnya menggunakan bahasa melayu yang ditaburi dengan 
istilah 
> istilah hokkian dialek Ciangcioe. Semua istilah yang disebutkan 
terdahulu di 
> dalam tulisan yang dimuat ulang Mas danardono adalah juga istilah 
yang biasa 
> dipakai di lingkungan keluarga tionghoa peranakan di jawa timur dan 
jawa 
> tengah.
> 
> Pada masa sebelumnya kedatangan orang Tionghua dari manapun akan 
terserap 
> untuk masuk kedalam kelompok peranakan ini, karena mereka tidak 
datang dalam 
> jumlah yan sekaligus bisa mendukung satu komunitas. Tetapi keadaan 
memang 
> berubah. Ini kemudian terlihat ketika orang Tionghua yang datang 
belakangan 
> dari satu daerah tertentu cukup banyak untuk mendukung satu 
komunitas, 
> mereka tidak lagi terserap ke komunitas yang sudah ada. Mereka 
membentuk 
> komunitas sendiri, seperti Hokcia (fuqing), Khek dllsb.
> 
> Tetapi komunitas lama yang sudah ada di Jawa sebelumnya cukup besar 
dan 
> cukup tersebar di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kenapa di Jawa Timur 
dan Jawa 
> Tengah,  tentu saja karena orientasi komunitas Tionghua peranakan 
ini adalah 
> Surakarta dan Yogyakarta, pusat kerajaan di Jawa. Tidaklah aneh di 
banyak 
> keluarga Tionghoa peranakan yang mampu waktu itu mempunyai 
seperangkat 
> gamelan dan satu set wayang yang komplit.
> 
> Orang Tionghoa peranakan di Jawa bisa jadi diluar dugaan juga jadi 
pelestari 
> budaya dinasti Tang.  (walaupun sungguh sayang bisa jadi mati suri 
budaya 
> selama 32 th bisa jadi ikut menghilangkan sebagian budaya itu juga).
> 
> Penulisan yang Jakarta sentris tentu saja tidak bisa disalahkan 
karena 
> memang kemudian  Jakarta menjadi pusat Indonesia. Tetapi perlu 
disebutkan 
> sampai dengan sebelum kemerdekaan orientasi orang Tionghoa 
peranakan di jawa 
> bagian timur (tengah dan timur), baik dalam berdagang, pendidikan 
dan 
> kesenian lebih berpusat ke tiga kota ini semarang, solo dan 
surabaya.
> 
> salam,
> 
> 
> harry alim
> 
> 
> 
> From: "RM Danardono HADINOTO" <[EMAIL PROTECTED]>
> Sent: Monday, March 03, 2008 10:24 PM
> 
> 
> Mas David yang baik, dalam thema akulturisasi berwujud Kebaya Encim
> ini, saya temukan sebuah tulisan mengenai munculnya bentuk budaya "
> Tionghoa-Betawi" atau "Betawi-Tionghoa". Mohon maaf, kalau tulisan
> ini pernah digelar di milis ini. Selamat membaca.
> 
> Salam
> 
> Danardono
> 
> -------------
> 
> 
> Pengaruh Budaya Tionghoa dalam Budaya Betawi
> 
> 
> Orang Tionghoa sudah lama sekali berada di Jakarta. Pada waktu
> Belanda pertama kali menginjakkan kaki di bumi Jayakarta di sana
> sudah ada pemukiman Tionghoa di muara sungai Ciliwung. Ini
> menunjukkan bahwa hubungan yang sangat baik antara etnik yang di
> kemudian hari dikenal sebagai etnik Betawi dengan etnik Tionghoa
> sudah berlangsung sangat lama, jauh sebelum datangnya bangsa-bangsa
> Barat ke Nusantara.
> 
> Orang-orang Tionghoa yang datang ke Jawa umumnya berasal dari
> propinsi Hokkian bagian selatan (Ban-lam). Yang dimaksud dengan
> Hokkian selatan ialah wilayah sekitar Ciangciu (Zhangzhou), Emui
> (Xiamen) dan Coanciu (Quanzhou)
> 
> ------------------------------------deleted
> 
> Demikianlah bahasan singkat saya tentang berbagai pengaruh budaya
> Tionghoa dalam budaya Betawi yang berhasil saya telusuri. Pengaruh
> yang sebenarnya juga berlaku timbal balik antara kedua etnik
> tersebut. Pengaruh yang mencerminkan kebhinnekaan yang sesungguhnya
> dalam budaya bangsa kita ini.
> 
> ---------------------------
> 
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "david_kwa2003"
> <david_kwa2003@> wrote:
> >
> > Pa Danardono yth,
> >
> > Memang di Malaysia dan Singapura budaya Peranakan sudah sangat
> > dikenal, perhatian pemerintah juga cukup besar, berbeda dengan di
> > kita. Maka tak heran apabila kita bisa menemukan mulai Museum
> Pusaka
> > Baba-Nyonya di Malaka dan Museum Peradaban Asia di Singapura,
> sampai
> > rumah makan yang menyajikan kuliner Peranakan. Tentu pak Danardono
> > bisa melihat sendiri, betapa di sana bangunan-bangunan tua
> > peninggalan masa lalu dipelihara bagi generasi mendatang, bukan
> > dihancurkan atas nama kepentingan bisnis, untuk dibangun apartemen
> > di atasnya, seperti kasus Gedung Candra Naya (Sin Ming Hui) di
> Jalan
> > Gajah Mada 188!
> >
> -------------------------------deleted
> >
> > Saya sungguh menyayangkan, hasil budaya kaum Peranakan Indonesia
> > masih kurang dikenalapalagi disayangdi negeri sendiri. Padahal,
> > apa yang secara umum disebut Tionghoa/Cina, pada hakekatnya adalah
> > Peranakan, artinya tidak murni Tionghoa atau hanya dibuat di
> > Indonesia, dari bahan baku lokal dan untuk konsumsi kaum 
Peranakan,
> > yang berbeda selera setiap daerah. Contohnya, mebel (ranjang
> > pengantin, lemari, meja sembahyang) Tionghoa. Ranjang pengantin
> yang
> > bertiang delapan (ranjang Banji) berikut lemari dan mejanya ala
> > Peranakan Jakarta-Jawa Barat berbeda model dengan yang dari Jawa
> > Tengah dan Jawa Timur.
> >
> > Akibat kurang dikenalnya budaya Peranakan, sepengamatan saya,
> > ternyata sudah banyak artefak kaum Peranakan di Jawa yang
> > telah "lari" ke luar negeri, di antaranya batik Nyonya.
> > Sebagaimana kita ketahui banyak dari batik Nyonya yang terhalus,
> > yang pernah dihasilkan produsen batik Tionghoa Peranakan di
> Cirebon,
> > Pekalongan, Kudus, Lasem dan Tuban, tetap yang dipakai para Nyonya
> > di kota-kota di Jawa. Batik-batik tersebut kini sangat disukai 
para
> > kolektor di kedua negara jiran tersebut. Batik Nyonya terbukti
> telah
> > memperkaya khazanah perbatikan di Nusantara, khususnya Jawa.
> >
> ----------------------deleted>
> > Kiongchiu,
> > DK
> >
>


Kirim email ke