Mas Agung,

apa yang dialami mas agung adalah satu kasus yang menarik yang bisa dijadikan 
bahan studi.
apa yang dialami mas agung bisa jadi juga dialami oleh orang tionghua lainnya

katakan misalnya apa yang di alami mas agung bisa kita bagi menjadi 7 periode. 
(catatan: orang lain bisa tidak setuju dengan pembagian periode spt ini tapi 
mohon menahan diri dulu)

1. periode sd
2. periode smp
3. periode sma & pengalaman membuat ktp pertama
4. periode bekerja
5. periode sekitar th 1998
6. periode sekitar th 2000
7. periode sekitar th 2008

ambil contoh pada periode sd

1. tinggal di perkampungan di surabaya, sebut saja kampung X
2. pada tahun sekian sekian, sebut saja tahun 19XX
3. sering diteriakin china china atau diancam teman main

anggap semua kita disini setuju bahwa apa yang di alami mas agung pada periode 
sd ini adalah salah satu bentuk diskriminasi (bisa jadi ada yang nggak setuju, 
tetapi yang nggak setuju mohon menahan diri dulu) ada dua hal yang harus 
dilakukan untuk memberikan gambaran situasi seperti itu

1  survey dengan titik berat periode yang sama

   a. apakah yang di alami mas agung juga di alami oleh orang tionghua lainnya 
yang seusia dengan mas agung dan pada waktu itu juga sd dan juga tinggal di 
perkampungan yang sama, kampung X,  pada saat yang sama tahun sekian sekian 
itu, tahun 19XX ?
   b. pertanyaan seperti ini bisa dikembangkan, apakah anak2 orang tionghua 
yang tinggal di perkampungan di kota lainnya pada tahun sekian sekian (tahun yg 
sama dg mas agung) tahun 19XX dan saat itu masih sd juga mengalami hal yang 
sama?
   c.apakah antara apa yang dialami anak anak itu dalam kampung yang sama 
terjadi perbedaaan intensitas? (misalnya sekian kali dalam setahun)
   d. apakah anak2 orang tionghua yang tidak tinggal di perkampungan mengalami 
hal yang sama?
antara anak orang tionghua yang tinggal di perkampungan dan yang tidak tinggal 
di perkampungan sebenarnya menunjukkan exposure sseorang anak terhadap 
lingkungannya.
   e. apakah perbedaan exposure menyebabkan terjadinya perbedaan intensitas?

tentu saja untuk menjawab pertanyaan2 seperti di atas harus dilakukan survey 
yang cukup ekstensif. dan bahkan bisa jadi bahan studi mahasiswa ilmu sosial.

2. survey dengan titik berat lokasi yang sama.

  a. apakah yang di alami oleh mas agung dan teman teman mas agung di 
perkampungan X pada tahun 19XX masih juga dialami oleh anak lainnya pada tahun 
berikutnya di kampung X yang sama itu juga sampai tahun 2008 ini? 
  b. apakah yang dialami oleh mas agung dan teman teman mas agung di 
perkampungan X pada tahun 19XX dan juga dialami oleh anak tionghua lainnya di 
perkampungan kota lainnya juga dialami oleh anak anak tionghua lainnya pafa 
tahun tahun berikutnya?
  c. apakah terjadi perubahan demografi di kampung X dari tahun 19XX ke tahun2 
berikutnya sampai dengan tahun 2008 ini?
misalnya komposisi orang tionghua dan orang non tionghua, komposisi pendidikan 
orang orang yang tinggal di kampung X, kemampuan finansial orang2 yang tinggal 
di kampung X dari tahun ke tahun.

hasil survey ini bisa menunjukkan perubahan sikap anak anak yang tinggal di 
kampung X. dan siapa yang mau melakukan survey?

tentu saja survey yang dilakukan tidak hanya dengan pertanyaan2 di atas, 
pertanyaan2 di atas adalah pertanyaan2 yang perlu dijawab, tetapi ada 
parameter2 lain yang perlu diukur untuk mngukur kesahi survey itu sendiri, dan 
itu materi bagi mereka yang belajar tentang survey.

begitu seterusnya apa yang dialami oleh mas agung pada periode berikutnya dapat 
di survey lebih jauh, apakah juga dialami oleh orang tionghua lainnya, berapa 
banyak dan mereka tinggal dimana saja.

dari hasil survey dan research yang didapat barulah kita dapat mengatakan 
misalnya apa yang dialami oleh mas agung juga dialami oleh sekian persen anak 
tionghua pada periode tahun  yang sama

mari kita ber andai andai.

bagaimana kalau apa yang dialami oleh mas agung ternyata hanya dialami oleh 10 
persen anak tionghua saja pada periode yang sama dengan setting yang sama dan 
tinggal di perkampungan, masihkah kita sebut diskriminasi. dan bagaimana jika 
dialami oleh 90 persen anak tionghua periode yang sama.

dari hasil survey dan research ini bisa dihasilkan indeks indeks.


tetapi bagaimanapun hasil yang diungkap oleh survey dan research, apa yang 
dialami oleh mas agung adalah pengalaman yang menarik.

benar seperti yang dikatakan mas dono bahwa masalah diskriminasi adalah masalah 
yang a) multi dimensional b) religio - kultural dan c) historis politis.

dan untuk bisa mendapatkan gambaran yang  lengkap dan utuh semua aspek multi 
dimensiuonal, religio kultural dan historis politis harus dipelajari dengan 
seksama dan diikuti dengan baik dari tahun ke tahun, tentunya kalau 
peristiwanya sudah lewat melalui research dan survey.

membahas atau diskusi tentang diskriminasi nya pun tidak bisa hanya satu thread 
saja, perlu beberapa thread misalanya, tentang definisi diskrimnasi, tentang 
aspek ini dan aspek itu. tujuan untuk memecah diskusi tentang diskriminasi 
menjadi beberapa thread adalah agar tidak terjadi saling tubrukan karena masing 
masing mempertahankan pendapat yang berbeda dan sebenarnya berbeda sub-topik 
walaupun sama dalam satu topik diskriminasi.


salam,


harry alim




From: F.X.J. Agung Wijaya, S.T. 
  Subject: Re: [budaya_tionghua] Diskriminasi, sebuah diskusi tak berujung


   
  Maaf, saya jadi ingin nimbrung nih. Biasanya saya cuman ikutan baca diskusi 
aja, tapi skrg jadi ingin ikutan bicara.
  Tentang diskriminasi, mungkin perlu ditegaskan bahwa yg dimaksud adlh 
diskriminasi di Indonesia thd org Tionghoa.
  Saya dibesarkan di perkampungan di Surabaya, di mana saya sering diteriaki 
"China....China....China...!" saat pulang sekolah. Saat bermain, saya sering 
diancam teman2 bermain saya, "Kamu China, jangan macam2, nanti kami pukuli 
ramai2, tahu rasa kamu !"
  Saat SMP, saya pindah ke kampung yg lain, sebagian warganya org Jawa Kristen, 
& saya jarang mendengar kata2 "China" disebut2.
  Tetapi di SMP saya (SMP Katholik yg mayoritas siswanya Tionghoa) ada guru 
(kebetulan Muslim) yg pernah selama 1 jam pelajaran memaki2 Tionghoa krn salah 
satu teman saya ngobrol saat dia menerangkan pelajaran. Dia bilang : "Kalian 
Singkek jangan macam2, di Indonesia kalian cuma numpang hidup, kalau tidak suka 
di Indonesia kalian bisa pulang ke negara kalian !!"
  Kejadian masa kecil saya itu adalah kenangan yg menyakitkan bagi saya. Di 
Surabaya saya juga pernah dimintai uang lebih banyak saat membuat KTP, 
petugasnya terang2an bilang tarif utk Tionghoa lebih mahal (tapi itu sih, 
masalah kecil sekali, tidak ada artinya dibandingkan yg lain2 yg pernah saya 
alami).
  Sekitar thn 2000 saya bertugas di Flores, tepatnya di kota Ende. Saya 
mendengar cerita, saat kerusuhan Mei 1998, kota Ende juga hampir terbakar. Saat 
itu kaum Muslim dari pantai bergerak ke kota, tetapi dihadang oleh para pemuda 
gereja yg turun dari bukit2 sekitarnya. Akhirnya hanya beberapa toko di dekat 
pantai yg terbakar habis, sementara yg agak jauh dari pantai semuanya aman2 
saja.
  Di Flores, rasa kesukuannya masih tinggi sekali, tetapi itu bukan rasa anti 
Tionghoa. Mereka bisa aja bilang : Dasar kamu China pelit. Tetapi itu adalah 
justru makian antara sahabat. Kaum Tionghoa dilindungi di sana.
  Sekitar thn 2004 saya bertugas di kota Kupang, dan saya juga tidak merasakan 
rasa anti Tionghoa di sana, meskipun rasa kesukuan mereka tinggi (mereka 
terdiri dari banyak suku : Sabu, Rote, Sumba, Timor, Alor, Bajawa, dll).
  Sekitar thn 2005 saya bertugas di Bali. Saya menemukan fenomena yg lain lagi. 
Orang Bali jauh lebih welcome thd org Tionghoa drpd thd org Jawa, apalagi 
sesudah Bom Bali. Sahabat saya yg org Jawa Katholik dan sudah lama tinggal di 
Bali, bilang kalau dia stress thd perlakuan org Bali, krn org Bali menganggap 
kebanyakan org Jawa adalah Muslim, yg ujung2nya dianggap sbg tukang bom, 
pencuri, perampok, pelacur, dll. Fenomena lainnya, di Bali, org Tionghoa 
kebanyakan adalah Buddha & Khonghucu, beda dgn di Jawa yg kebanyakan adalah 
Kristen. Di Kuta, Kelentheng hrs mengirim group barongsai ke Pura Hindu tiap 
ada upacara Hindu, sebaliknya Pura Hindu juga hrs mengirim group gamelannya ke 
Kelentheng tiap ada perayaan Khonghucu. Di Pura Besakih ada tempat sembahyang 
leluhur Tionghoa (patungnya dgn pakaian china & mata sipit) & Hiolo (tempat 
menancapkan hiosua khas china) di mana org Bali juga ikut sembahyang di sana. 
Tiap hari raya Galungan ada arak2an Barong Landung (spt ondel-ondel di jakarta) 
di mana patung prianya hitam (personifikasi raja Bali) & patung wanitanya 
kuning bermata segaris/sipit (personifikasi putri china).
  Lalu saya bikin KTP di Bali. Ternyata ngurusnya tidak sulit, biayanya tidak 
lebih mahal, samasekali tidak dipersulit, tidak dimintai surat ini itu, cukup 
surat keterangan pindah & KTP lama aja. Alangkah senangnya, ternyata saya 
diperlakukan sama dengan org Bali lainnya, tidak ditanya ini itu, tidak 
dibebani syarat ini itu.
  Thn 2006 ayah saya meninggal dunia. Orangtua saya tinggal di perumahan di 
pinggiran Surabaya. Kebetulan pas ayah saya meninggal, ketua RT datang ke 
rumah. Begitu tahu ayah meninggal, langsung beritanya disiarkan lewat corong 
Masjid. Bayangkan !! Padahal mereka tahu kami keluarga Tionghoa & bukan Muslim. 
Dan tidak lama kemudian rumah kami penuh dgn tetangga yg datang melayat.
  Kesimpulan / pertanyaan saya :
  1. Diskriminasi thd Tionghoa hanya ada di daerah tertentu atau orang2 
tertentu saja, yg sudah terkontaminasi paham2 tertentu.
  2. Daerah tertentu tsb hanya sebagian saja yg rasis, buktinya pd Mei 1998 
banyak org Tionghoa yg dilindungi oleh penduduk.
  3. Sebagian rasis karena faktor ekonomi, merasa org Tionghoa lebih mudah 
diperas.
  4. Tiap etnis pasti mempunyai rasa kesukuan dengan kadar tertentu.
  5. Rasa kesukuan hrs dibedakan / tidak sama dgn rasis anti Tionghoa.
  6. Sejak reformasi, diskriminasi thd org Tionghoa semakin sedikit, org 
Tionghoa semakin dihargai, lebih bebas berbudaya, yang ada sekarang adalah rasa 
kesukuan, bukan rasis anti Tionghoa.

  Salam damai,
  agung


    ----- Original Message ----- 
    From: harry alim 
    To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
    Sent: Saturday, May 10, 2008 12:37 AM
    Subject: Re: [budaya_tionghua] Diskriminasi, sebuah diskusi tak berujung


     

    ali heng,

    membicarakan diskriminasi memang seyogyanya akan lebih pas kalau spesifik. 
apakah pembicaraan adalah pada tataran peraturan, tataran pelaksanaan peraturan 
atau tataran persepsi masyarakat. dan yang juga penting pada kurun waktu yang 
mana?

    kalau mengutip apa yang dituliskan oleh ali heng, terlihat benar bahwa ali 
heng ingin bicara pada tataran persepsi

    untukbicara pada tataran persepsi, jelas bahwa orang yang mempunyai 
pendapat seperti ali heng ada beberapa. tentu yang jadi pertanyaan adalah 
berapa persenkah yang mempunyai persepsi seperti itu.

    tidak dapat disangkal bahwa ali heng mewakili sekelompok orang tionghua 
yang mempunyai persepsi sama.

    itulah yang sebenarnya saya usulkan dalam tulisan sebelum ini, pada tataran 
persepsi seharusnya perlu dipelajari sebaran persepsi orang tionghua yang di 
indonesia tentang diskriminasi itu sendiri. apakah terdistribusi normal atau 
skewed.

    pendapat yang disampaikan oleh ali heng adalah wajar2 saja dan memang 
menggambarkan salah satu persepsi orang tionghua sendiri, tentu saja untuk 
mengklaim bahwa pendapat ali heng adalah mewakili persepsi seluruh masyarakat 
tionghua yang ada di indonesia perlu didukung dengan data.

    dan semuanya oke2 saja

    salam,


    harry alim 

      From: ALIANTONY ALI 
      Subject: Re: [budaya_tionghua] Diskriminasi, sebuah diskusi tak berujung


      ini lor kok kita orang tionghoa merasa ngak nyaman di negeri ini....ini 
yang mau kita tanyakan .... semua orang udah tahu di negeri ini diskriminasi 
ama orang tionghoa... sejauh mana tionghoa ini berperan di negeri ini.kok harus 
korbanya orang TIONG HOA...kok orang TIONGHOA yang selalu di kambing hitamkan. 
jadi kalau lu bahas diskriminasi aja mah ... sampai bau tanah lu pun ngak 
ngerti ngerti juga....jadi jangan bahas DISKRIMINASI apa itu? artinya apa?.... 
semua yang di sini udah ngerti lor gitu... yang ngak di mengerti adalah 
DISKRIMINASI ALA NEGERI PAMAN CAK ini.sekarang ada tionghoa yang merasa di 
diskriminasi dan ada yang tidak, di negeri paman cak ini.kan udah jadi dua 
kubuh kan antar yang pro dan kontra... so inilah yang menarik kita bahas..jadi 
jangan topik DISKRIMINASI LAGI LAH... tapi PRO dan KONTRA dikriminasi di 
indonesia ingat DISKRIMINASI INDONESIA.

      ___ 



   

Kirim email ke