Liang laoqianbei,

sebelumnya saya minta maaf, pada saat pertemuan pertama kita itu tidak
pada saat yang tepat dan waktu yang luang. Mohon Liang qianbei
memaafkan kesibukan wanbei.

Liang qianbei, buku marga yang anda susun itu begitu berharga dan saya
pribadi mengatakan buku marga yang anda susun sebenarnya jauh lebih
lengkap daripada buku marga Tionghoa yang diterbitkan dalam bahasa
Indonesia.

Saya pernah menanyakan kepada sdr.King Hian kendala apa yang
menghambat penerbit tidak mau menerbitkan ?
Apakah hanya masalah editing ? 
Jika masalah editing, saya minta ijin untuk membantu qianbei.

Terimakasih atas perhatiannya.



Hormat saya,


Xuan Tong
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, liang u <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> 梁
>  
> Pada zaman dinasti Zhou (Ciu), dinasti ketiga dalam sejarah
Tiongkok, pendiri dinasti kaisar Zhou Wuwang (Ciu Bu Ong) menggunakan
sistem seperti negara federal zaman sekarang. Dinasti dibagi dalam
banyak negara bagian yang disebut negara zhuhou Orang-orangnya yang
berjasa diangkat sebagai kepala negara yaitu hou atau zhuhou. Para
penerjemah cerita kuno dan cerita silat di Indonesia menterjemahkannya
sebagai raja muda. 
>  
> Dinasti Zhou berdiri abad 11 sebelum Masehi, tapi kemudian
sedikit-sedikit melorot, sampailah suatu ketika pemerintah pusat
menjadi sangat lemah dan diganggu terus oleh kaum minoritas di
utara.dan barat. Kaisar Xuanwang (Ciu Suan Ong) hanya berhasil
mengatasi kesulitan negara untuk sementara atas jasanya pejabat yang
bernama Qin Zhong (Cin Tiong). Tapi waktu kaisar berikutnya, negara
melemah lagi, sampai akhirnya kaisar Zhou Pingwang (Ciu Ping Ong)
terpaksa memindahkan ibukota ke sebelah timur untuk mencegah gangguan
dari sebelah barat. 
>  
> Kaisai Zhou Pingwang mengangkat cucu Qin Zhong yang bernama Kang
(Khang) menjadi rajamuda di suatu tempat di propinsi Shaanxi yang
bernama Liangshan (di kota Hancheng sekarang). Di sanalah didirikan
negara Liang. Pada akhir zaman dinasti Zhou negara zhuhou ini sudah
tidak tunduk pada pemerintah pusat yang lemah dan saling serbu
memperluas wilayah masing-masing, zaman ini disebut zaman Chunqiu.
Pada saat itulah negara Liang dihancurkan negara Qin (Tjin). Negara
Qin ini akhirnya berhasil mengalahkan seluruh lawannya termasuk
menghancurkan dinasti Zhou yang sudah lemah, dan mendirikan kekaisaran
baru yaitu dinasti Qin (Tjin) dengan Qin Shihuang (Tjin Se Ong)
sebagai kaisarnya.
>  
> Sebagaimana kebiasaan waktu itu, anak cucu keturunan raja Liang
menggunakan Liang sebagai xing (sne, marga) nya. Jadi orang xing
Liang, adalah keturunan Qin Zhong, sedang Qin Zhong adalah keturunan
Bo Yi, Bo Yi adalah keturunan Huangdi (*Ui Te atau Kaisar Kuning) yang
dianggap salah seorang leluhur orang Han. Orang Han selalu menganggap
dirinya adalah keturuan Yan-Huang yaitu Yandi (Yan Te) dan Huangdi.
(*Ui Te).
>  
> Sne Liang mempunyai tambahan dari suku non Han yang terasimilasi
dengan orang Han dan mengganti xingnya dari Balielan menjadi Liang juga.
>  
> Karena Liang adalah xing yang besar (yang jumlah penduduknya banyak)
maka pusat leluhurnya juga ada beberapa tempat. Pusat leluhur atau
junwang adalah tempat di mana xing itu berkembang menjadi xing yang
besar dan didirikan sebuah kelenteng leluhur yang biasanya digunakan
untuk penghormatan leluhur dan menyimpan semua silsilah orang xing tsb
di tempat tsb beserta keturunannya. Karena orang xing Liang ini
akhirnya menyebar ke seluruh Tiongkok, tentu tak praktis kalau semua
harus datang bersembahyang ke junwang asli yang ribuan km jauhnya,
padahal lalu lintas zaman dulu sulit, karena itu bila di tempat  yang
baru mereka berkembang, maka didirikan junwang cabang. 
>  
> Hampir semua orang Tionghoa di Indonesia berasal dari Tiongkok
selatan, terbanyak dari propinsi Fujian (orang Hokkian, Hokchnia,
Hinhua, Hakka), propinsi Guangdong (orang Konghu, orang Tiociu, orang
Hakka), Hainan (orang Hainan yang keturunan orang Hokkian juga) dan
sedikit Hakka, Guangxi (orang Konghu, orang Hakka) dll. 
>  
> Pencarian leluhur pertama biasanya mencari junwang cabang di daerah
yang disebut di atas, zaman sekarang orang tak cukup mencari di sana,
setelah ketemu dicari lagi leluhurnya dari mana, orang Han di Tiongkok
selatan semua berasal dari Tiongkok utara, dicarilah junwang yang
asli. Misalnya orang xing Wang (Ong) berhasil menemukan junwang
pusatnya di Taiyuan, ibu kota propinsi Shanxi di Tiongkok utara sekarang.
>  
> Junwang cabang biasanya dapat dicari di kota kabupaten atau kota
prefektorat di propinsi ybs. Zaman dulu orang selalu melapor kepada
junwang pusat untuk dicatat silsilahnya, kebudayaan, buku dll yang
bersangkutan dengan xing yang bersangkutan.
>  
> Xing Liang adalah dalam Mandarin, dalam dialek Hokkian menjadi Nio,
Tiociu tetap Liang, dalam dialek Hakka menjadi Liong, sedang dalam
dialek Konghu adalah Leung.
>  
> Junwang atau pusat leluhur xing Liang yang terutama ada tiga tempat:
>  
> 1.      Anding,  terletak di perbatasan propinsi Gansu daerah
Pingliang dan Daerah Otonomi Hui Ningxia kota Guyuan.
> 2.      Tianshui, propinsi Gansu
> 3.      Henan, dekat kota Luoyang.
>  
> Mencari kelenteng leluhur untuk xing kecil tidak mudah, tapi untuk
xing besar lebih mudah. Meskipun dalam sejarah nama tempat dapat
berganti, dan kelenteng dapat hancur karena tak terawatt rusak karena
bencana alam, perang dll, keturunannya biasanya membangun kembali. 
>  
> Untuk yang masih mempunyai meja leluhur, pada dinding di belakang
meja leluhur ada sederet huruf. Di tengah adalah gambar. Deret kiri
dan kanan vertikal lazimnya adalah pepatah atau petuah yang dibuat
oleh leluhur dari xing tersebut yang berhasil dalam kehidupannya. Ini
diperuntukkan sebagai petuah dalam menempuh kehidupan anak cucunya. Di
bagian atas horizontal  biasanya disebutkan mereka adalah dari junwang
mana. Contohnya xing Liang ini dapat ditulis Tianshui Liangshi. Atau
keluarga Liang turunan dari junwang Tianshui. Sayang sekarang yang
menyimpan meja leluhur sudah tak banyak. Ada yang karena berganti
agama, ada yang ketakutan dicap Cina jaman Orba. 
>  
> Junwang atau kampung halaman sering ditulis di atas batu nisan
bongpay orang Tionghoa, jadi menelusur bongpay dapat dijadikan alat
menelusur leluhur.
>  
> Sebetulnya leluhur kita tetap berjasa dan tetap itu-itu juga
meskipun kita sudah pindah agama. Tanpa leluhur tak akan ada kita.
Tanpa jasa leluhur kita tak akan hidup. Jadi penghormatan kepada
leluhur seharusnya tetap ada, meskipun caranya berbeda. Kalau
penghormatan dan penghargaan kepada leluhur hilang, terjadilah krisis
orang tua seperti di negara barat, banyak yang mati baru ketahuan
setelah busuk, sebab tinggal sendirian, bahkan ada yang bunuh diri,
karena menderita tak ada anak cucu yang merawat.
>  
> Untuk mencari leluhur (xungen) dalam tahap pertama harus tahu
berasal dari daerah mana, kabupaten apa? Misalnya kita xing Liang dari
propinsi Fujian kabupaten Nan’an. Maka carilah ke kelenteng leluhur di
situ. Kalau tak ada berarti orang xing Liang di situ tak banyak maka
beberapa kabupaten bergabung menjadi satu di protektorat
(keresidenan). Di sana biasanya ada. Kalau anda orang Hakka dari
kabupaten apa? Meixian, cari ke sanalah. 
>  
> Kalau mau mencari junwang asli atau pusat, dari Junwang cabang sana
dapat dicari data lagi, dari mana asal usul keluarga xing Liang di sana. 
>  
> Untuk: Ria_Tan 
> [EMAIL PROTECTED]
> 
> --- On Sat, 6/28/08, angelulari_tan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> From: angelulari_tan <[EMAIL PROTECTED]>
> Subject: [budaya_tionghua] Nama Marga Liang
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Date: Saturday, June 28, 2008, 10:17 AM
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> Bpk Liang U yang terhormat, saya ingin menanyakan asal-usul marga 
> Liang, dan kata lain dari marga liang tersebut, saya membutuhkan itu 
> untuk memberi nama anak2 saya kelak, karena suami saya memiliki marga 
> Liang, sedangkan saya tidak terlalu familiar dengan marga Liang.
> Atas perhatian dan bantuan Bapak saya ucapkan terimakasih
> 
> Best regards
> -Ria_Tan-
>


Reply via email to