Dear Teddy,

Saya teringat sebuah pameo lama, "you are what you eat".
Saya pikir di dunia yang makin kompleks ini, perbedaan justru menunjukkan
keindahan daripada jatidiri, ini adalah modern perspective.
Jadi be yourself, tapi tentunya sangat baik apabila bisa ada kesempatan
untuk mempelajari your root culture, saya telah merasakannya :)

Best,
Richard

2008/9/19 teddy.arthemus <[EMAIL PROTECTED]>

>   Hem...sebelumnya salam kenal,saya anggota baru di milis ini....
> saya ini pernakan Tionghoa, tetapi sejak kecil sudah mengikuti agama
> Kristen. NAh dulu waktu kecil, tinggal di kampung yang mayoritas orang
> tionghoa. Jadi banyak budaya-budaya yang saya alami, mulai dari IMlek,
> Lontong Cap Go meh, bakar2 duit buat orang mati, de el el. Budaya itu
> semakin kental karena tempat pemukiman kami dekat dengan klenteng.
> Banyak juga orang2 pribumi yang tinggal berdekatan dengan lingkungan
> kami juga melakukan hal yang sama, imlek juga ikut imlek, dsb. Nah,
> sekeluarnya dari perkampungan yang lama-lama dimasuki mayoritas ( maaf
> ) suku Madura, hilanglah juga kebudayaan tersebut. Begitu juga dengan
> saya yang jadi jarang mengikuti atau ikut dalam budaya2 nenek moyang
> ini. Palingan juga ikut imlek, itu aja belum tentu dapet angpao.Hehehe...
> Nah, apakah sekarang ( saya sudah keluar dari perkampungan ),menjadi
> suatu keharusan buat saya untuk kembali memakai budaya tionghoa
> tersebut? dan memperkenalkan pada anak2 saya kelak ( masih single neh!
> ). Begitu....ataukah saya harus ikut budaya daerah setempat ?
> Tolong dikasih jawaban atas masalah saya ini...makasih...:P
>

Kirim email ke