--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Fy Zhou <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Logikanya, orang2 yang medukung millis budaya Tionghoa ini otomatis menolak paham asimilasi yang dipaksakan negara. Kalau mendukung paham asimilasi Orde baru, ngapain asyik masyuk berdiskusi ngalor ngidul tentang budaya minoritas di sini? apa mau jadi intel melapor isi diskusi ke BIN? > > Cuman yaitu, ada yang senang bergenit ria bersilat lidah, hanya untuk menunjukkan dia itu mahluk langka dengan pemikiran yang unkonvensional. padahal, rekan2 di sini kan bisa membedakan mana pernyataan yang substansial mana yang sekedar bunga2 kata. >
> **** dan... mas Fy Zhou, tak kurang teman disini, diantaranya awak sandiri lahhh, yang mengalami dan mengenal dari dekat tokoh tokoh ini. HTS itu dizaman bung Karno masih kuasa, keluar masuk rumah ayah saya di jalan Cimahi, Menteng, maklum ayah dahoeloe berada ditengah kekuasaan. Ikut numpang, gitu lhooo. Sok ikut ndukung bung Karno, sebelum munculnya bapak gagah Ali Moertopo, yang membuat kawanan CSIS ini tiba tiba jingkrak jingkrak (gagah uy sejak 1 Oktober 65 hampir tiap hari pakai jaket loreng KOSTRAD tenteng tenteng psitol). Dari doeloe bang HTS ini mewakili spesi Dutch Chinese Christian, dengan background pendidikan Walanda, yang ingin lihat seluruh skenario pecinan amblas. kalau menyebut warga Tionghoa di Pecinan (Tionghoa traditional) dalam obrolan dengan kami sekeluarga bapak bapak ini menyebutnya "tu sengkek sengkek". Atauww ci Uly lebih kenal beliauw pribadi daripada kami sekeluarga? Salam Danardono