---------- Forwarded message ----------
From: King Hian <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Nov 16, 7:56 am
Subject: Banyak BLUNDER dalam komentar Ir. Njoo
To: komunitas-tionghoa


Njoo:
Western music normally does not use all of the keys on a piano in one
song or even in one symphony. A song in the key of C uses the white
keys. If a black key is used, it is perceived as being a sharpened or
a flattened version of one of the "standard" white keys.

Orang yang menulis diwebsite diatas TIDAK MENGERTI MUSIK, apalagi
symphony.  Suatu musik yang ditulis dalam tangganada (key) C TIDAK
HANYA memakai tombol2 putih saja, melainkan campur-aduk.  Ini seni
musik sudah sejak jaman Vivaldi dan Bach (tahun 1600-an).  Orang yang
menulis artikel diatas ini jelas BUTA akan SENI musik.  Dia tahunya
cuma musik populer melulu, yang sebagian besar memang ditulis dalam
SATU tangga nada saja. 
 
 
KH:
Kembali Ir. Njoo mengulang kesalahan yang sering dilakukannya: TIDAK
BISA MEMBACA DENGAN BENAR.  -> dia tidak bisa membaca (atau tidak bisa
mengerti) kata "normally" dalam kalimat di bawah:
Western music normally does not use all of the keys on a piano in one
song or even in one symphony.

Apakah yang dibacanya adalah "ALWAYS" ???
Coba Ir. Njoo tuliskan judul lagu/symphony yang menggunakan ke-12 not
dalam satu oktaf. Kalau ada, berapa persentasenya dari seluruh lagu
barat?
 
Maksud Ir. Njoo adalah untuk menunjukkan bahwa penulis kalimat diatas
tidak mengerti musik, supaya tulisannya yang lain tentang Chinese
Music (yang bertentangan dengan ISAPAN JEMPOL Ir. Njoo) bisa dia
bantah. Tetapi sayang Ir. Njoo TERTANGKAP BASAH melakukan LOGICAL
FALLACY.
--------------------------------------------------------
 
Ir. Njoo:
Ke-12 tangganda musik Tiongkok KUNO dibikin hanya atas dasar
perhitungan matematik, di realisasi kan barangkali a.l. dengan
panjangnya tali dan tegangan tali.  Tapi karena atas dasar
perhitungan, tanpa fisika, maka hasilnya merupakan barang BIKINAN yang
tidak alamiah, karena tidak eksis dalam alam.  Maka dari itu musik
KUNO ini sekarang sudah dilupakan orang.  Sebaliknya, ke-7 nada dalam
tangganada diatonis barat benar2 eksis dalam alam, yaitu sebagai
OVERTONES dari setiap nada.  Karena hakekatnya yang alamiah, musiknya
lebih bisa mengekspresikan perasaan manusia.  Hal ini sudah dibahas
panjang lebar dalam tulisan saya yang lain. 

 
KH:
Kalimat di atas menunjukkan bahwa Ir. Njoo tidak mengerti dasar Musik
Tionghoa. Website tersebut bermaksud memberikan penjelasan dasar teori
tangga nada musik Tionghoa, untuk mempermudah penjelasan digunakanlah
contoh alat musik bersenar.
Ini kalimat dari website tersebut::
"It will be easier to explain things in terms of stringed
instruments."
 
Standardisasi nada musik Tionghoa yang tertua adalah menggunakan zhong
(bel). Kalau kita perhatikan bel di Tiongkok memang mempunyai nada
yang sama. Standardisasi nada bel ini juga digunakan sebagai alat
untuk menentukan standard volume dan panjang untuk dipergunakan oleh
rakyat. Coba anda tonton serial "What the Ancients Did for Us" dari
BBC.
 
Ini kutipan dari buku: "The Genius of China" tulisan Robert
Temple, penerbit: Andre Deutsch, ISBN: 978-0-233-00202-6, halaman 220:
"The Chinese divided the octave into twelve notes. Consequently, there
came to be offical sets of twelve bells giving out these fundamental
notes, and grom them all other instruments would be tuned. Also, at
the beginning of any piece of music, the apporopriiate bell would be
sounded to give the key."
 
dari buku yang sama halaman 222: ada foto satu set bel yang ditemukan
di makam Zheng Hou Yi yang dimakamkan abad ke 5 SM. Saya tidak sempat
meng-scan nya di sini, tetapi kalau anda ingin tahu bagaimana tangga
nadanya, bisa dibaca dari link ini:
 http://www.travelblog.org/Asia/China/Guangxi/Guilin/blog-307310.html
ini kutipannya:
 
The most elaborate ancient bianzhong, a set of 65 bells, was unearthed
in 1978 in Suixian County, Hubei Province, from the tomb of the
Marquis of Zeng dating from the Warring States Period (475-221 B.C.).
Their total weight is over 2,500 kilograms, and they were found hung
on a three-tiered rack. The biggest of the bells has an overall height
of 153.4 centimetres and a weight of 203.6 kilograms. The whole chime,
unprecedented disovery in the history of musical instrument ever
brought to light--not only in China but in the world as a whole.
Although buried underground for over 2,400 years, the bells still
produce fine tones. Ancient and modern music, including tunes from
Beethoven's Ninth Symphony, revived ancient tunes of the Tang Dynasty
and theme tunes of modern Chinese operas, has been played on them with
satisfying results.
Careful study of the bells has revealed that they were cast according
to the 7-tone scale with 5 semitones in between, completing a well-
integrated system of 12 tones. The scale of the whole chime agrees
with the modern 7-tone scale in C major, and its range covers 5
octaves, just two octaves less than the modern piano. What is more
amazing, each bell can produce two different tones, a unique feature
in percussion imstruments.
An inscription of 2,500 characters engraved on the bells tells of the
musical theories and the names of the tones prevalent at the time as
well as the positions where the tones can be produced. The unearthing
of this set of bells has proved beyond all doubt the application of
the twelve-tone equal temperament in Chinese music as early as the 5th
century B.C., providing one more evidence of the antiquity of the
Chinese civilization.
The 65-bell bianzhong can be seen at the Provincial Museum of Hubei in
the Central China city of Wuhan.
 
-------------------------------
Ir. Njoo:
Kecuali kesalahan diatas,
12 nadadasar dalam musik Tiongkok KUNO ini pun juga sudah termasuk
dalam tangganada musik barat, karena setiap note bisa dijadikan nada
dasar (baca tulisan saya yang lain).  Jadi anggapan si penulis
salah-kaprah. 
 
 
KH:
Sekarang anda bilang 12 nada dasar musik Tiongkok Kuno sudah termasuk
dalam tangga nada musik barat -> berarti anda menyetujui bahwa
Tiongkok Kuno sudah mengenal adanya 12 nada dasar dalam 1 oktaf.
Ini kan BERTENTANGAN dengan ISAPAN JEMPOL anda yang mengatakan bahwa
musik Tionghoa HANYA MENGENAL LIMA NADA dalam satu oktaf.
 
----------------------------------
Ir. Njoo:
Malahan sebenarnya musik barat mengenal 24 tangganada,
yaitu jika 12 tangganada MAJOR (nada dasar =do) ditambah dengan 12
tangganda MINOR (nada dasar = la).

 
KH:
Hahahaha...
Kalimat di atas menunjukkan Ir. Njoo sama sekali tidak mengerti musik.
24 nada itu frekuensinya berapa saja mas?
 

--- On Sun, 11/16/08, haoliong njoo <[EMAIL PROTECTED]>
wrote:

From: haoliong njoo <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: [komunitas-tionghoa] Dua buah BLUNDER dalam tulisan KingHian
To: [EMAIL PROTECTED]
Cc: [EMAIL PROTECTED]
Date: Sunday, November 16, 2008, 11:32 AM

The Theory Behind Chinese Music

King Hian menulis sbb.:

http://www.wfu.edu/~moran/G_tar2.html
ini kutipan dari site di atas:

Blunder pertama:
Western music normally does not use all of the keys on a piano in one
song or even in one symphony. A song in the key of C uses the white
keys. If a black key is used, it is perceived as being a sharpened or
a flattened version of one of the "standard" white keys.

Ir. Njoo:
Orang yang menulis diwebsite diatas TIDAK MENGERTI MUSIK, apalagi
symphony.  Suatu musik yang ditulis dalam tangganada (key) C TIDAK
HANYA memakai tombol2 putih saja, melainkan campur-aduk.  Ini seni
musik sudah sejak jaman Vivaldi dan Bach (tahun 1600-an).  Orang yang
menulis artikel diatas ini jelas BUTA akan SENI musik.  Dia tahunya
cuma musik populer melulu, yang sebagian besar memang ditulis dalam
SATU tangga nada saja.  Tetapi musik klasik barat berpindah2 tangganda
terus menerus, hingga sekalipun mulai dalam kunci C, sebentar kemudian
akan berkelana menerjang banyak sekali kunci2 lainnya, hingga tombol2
hitam-putih akan dimainkan.  Malahan banyak ciptaan2 yang tidak jelas
digubah dalam kunci apa.  Contoh yang tipikal adalah Konser untuk 2
Biola + Orkes dalam D minor ciptaan Bach.  Meskipun nominalnya D
minor, jika didengar, dalam kalimat musik yang pertama saja tangga
nadanya sudah ber-pindah2.

Blunder kedua:
The Chinese system is based on the mathematical method of working back
and forth by taking 3/2 of a base frequency, 3/4 of the frequency so
produced, and so forth. Once a series of 12 frequencies is produced,
they use each of those 12 frequencies as the fundamental frequency for
a new scale. The result is 144 frequencies. (It turns out that there
are quite a few duplications.) That gives the Chinese musician quite a
large set of frequencies to play music with.

Ir. Njoo:
Ke-12 tangganda musik Tiongkok KUNO dibikin hanya atas dasar
perhitungan matematik, di realisasi kan barangkali a.l. dengan
panjangnya tali dan tegangan tali.  Tapi karena atas dasar
perhitungan, tanpa fisika, maka hasilnya merupakan barang BIKINAN yang
tidak alamiah, karena tidak eksis dalam alam.  Maka dari itu musik
KUNO ini sekarang sudah dilupakan orang.  Sebaliknya, ke-7 nada dalam
tangganada diatonis barat benar2 eksis dalam alam, yaitu sebagai
OVERTONES dari setiap nada.  Karena hakekatnya yang alamiah, musiknya
lebih bisa mengekspresikan perasaan manusia.  Hal ini sudah dibahas
panjang lebar dalam tulisan saya yang lain.  Kecuali kesalahan diatas,
12 nadadasar dalam musik Tiongkok KUNO ini pun juga sudah termasuk
dalam tangganada musik barat, karena setiap note bisa dijadikan nada
dasar (baca tulisan saya yang lain).  Jadi anggapan si penulis
salah-kaprah.  Malahan sebenarnya musik barat mengenal 24 tangganada,
yaitu jika 12 tangganada MAJOR (nada dasar =do) ditambah dengan 12
tangganda MINOR (nada dasar = la).

Salam,
Ir. Haoliong Njoo

Reply via email to