Debat gegeloan di milis lain, ngapain dibawa-bawa kemari?

  ----- Original Message ----- 
  From: Ardian.C 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, November 17, 2008 12:50 AM
  Subject: [budaya_tionghua] Fwd: Chinese Music Pentatonik or Diatonik




  ---------- Forwarded message ----------
  From: King Hian <[EMAIL PROTECTED]>
  Date: Nov 16, 8:35 am
  Subject: Chinese Music Pentatonik or Diatonik was: Kenapa saya tidak
  memilih Barack Obama
  To: komunitas-tionghoa

  Ir. Njoo:
  Nah inilah dia ... Jika orang yang buta akan musik coba2 menulis
  tentang musik.
  MENJIPLAK website lewat Google tanpa mengerti maknanya, tidak ada
  gunanya. 

  KH:
  Ini namanya MALING TERIAK MALING.
  Ir. Njoo Long Hio, ngaca dong! Dari awal diskusi kita, anda itu tidak
  punya referensi yang benar kecuali ISAPAN JEMPOL dan hasil konsultasi
  dengan Mr. GUGEL. Karena pengetahuan anda yang ngaco, hasil konsultasi
  anda dengan Mr. GUGEL pun jadinya ngaco. Sampai sekarang anda masih
  banyak hutang untuk membuktikan ISAPAN JEMPOL anda, diantaranya:
  1. Chinwuba yang bukan orang Korea, anda katakan bernama Dr. Son Lee,
  seorang Korea
  2. Mana bukti Li Shimin anti KHC, mana bukti penulis Sie Djin Koei
  Tjeng Tang adalah orang pembenci Li Shimin karena Li Shimin anti KHC
  3. Banyak PR dari saya dan Ardian yang anda tidak jawab, karena KEOK

  -------------------------------
  Ir. Njoo:
  Musik Tiongkok tradisionil adalah Pentatonik. Saya kutip
  disini dari "Chinese
  Musicology"<http://en.wikipedia.org/wiki/Chinese_musicology>:
  "Most Chinese music uses a PENTATONIC scale, with the intervals (in
  terms of lǜ) the same as those of the major PENTATONIC scale. The
  notes of this scale are called gong, shang, jue, zhi, and yu."

  KH:
  Sekarang anda menggunakan wikipedia, karena isinya anda anggap sesuai
  dengan pendapat anda. Kalau isinya berbeda anda bilang wikipedia tidak
  pantas dijadikan referensi. Jadi, saya harus meladeni LOGICAL FALLACY
  anda??
  Sekarang kembali ke kalimat yang anda kutip:
  "Most Chinese music uses a PENTATONIC scale, with the intervals (in
  terms of lǜ) the same as those of the major PENTATONIC scale. The
  notes of this scale are called gong, shang, jue, zhi, and yu."

  Most itu artinya: sebagian besar, bukan SEMUA. Kalimat tsb sebenarnya
  sudah membantah ISAPAN JEMPOL anda bahwa musik Tionghoa kekurangan 2
  nada, karena sebenarnya mengenal 12 nada dalam satu oktaf.
  --------------------------------------
  Ir. Njoo:
  Sampai disini jelas bahwa musik Pentatonis Tiongkok bisa dimainkan
  diatas piano hanya dengan tombol2 hitam (note2 tengahan) saja, yaitu
  do(sharp) - re(sharp) - fa(sharp) - sol(sharp) dan la(sharp), atau
  dalam istilah senimusik C# - D# - F# - G# dan A#, karena rentetan
  frekwensinya membentuk interval 1, 1 1/2, 1, 1, 1 1/2, yang jika diteruskan
  akan membentuk interval 1, 1 1/2, 1, 1, 1 1/2, 1, 1 1/2, 1, dstnya, yaitu
  tangganada Pentatonis dengan F# sebagai nada dasarnya. Cepat atau
  lambat setiap pelajar instrument piano akan memaklumi hal ini, hingga
  dengan demikian akan menyadari kelemahan musik tradisionil Tiongkok.
  Inilah fakta yang dulu mendorong Jiang Qing melarang alat musik piano.

  KH:
  Anda sama sekali tidak mengetahui musik Tionghoa. Coba kita ambil
  contoh salah alat musik Tionghoa kuno: Guqin. Apakah Guqin hanya bisa
  memainkan 5 nada?
  Mungkin anda belum pernah mendengar apa itu Guqin, apalagi
  memainkannya, jadi silakan konsultasikan ke Mr. Gugel.

  ---------------------------
  Ir. Njoo:
  Padahal kenyataannya tangganada Tiongkok ini secara objektif memang
  tidak lengkap. Penilaian ini BUKAN penilaian subjektif
  (kesombongannya bangsa barat), tetapi punya landasan ilmiah. Jika
  suatu nada yang keluar dari alat musik (apa saja, asal bukannya NOISE)
  spectrum frekwensinya di UKUR secara ilmiah dalam satuan Hz (getaran
  per detik), maka ternyata bahwa nadanya merupakan campuran
  (superposisi) dari nada-dasar (misalnya C) ditambah dengan serangkaian
  OVERTONES yang terdiri dari note2 C-C3-G3-C4-E4 G4-B-Flat4*-C5-D5
  E5-F-Sharp5*-G5-A5*-B Flat5*-B5-C6 (angka menyatakan tingkat
  octavenya). Dengan demikian, setiap nada yang keluar dari setiap alat
  musik otomatis sudah mengandung ke-7 nada dalam tangganada Major
  diatonis, sedangkan note2 B-Flat dan F-Sharp membentuk tangganada
  Minor diatonis. Overtones ini yang membedakan timbre (warnasuara)
  satu alat musik dengan lainnya. Misalnya, suling paling sedikit
  mengandung overtones, sedangkan alat2 tiup yang terbuat dari tembaga
  (misalnya trompet) paling kaya dengan overtones. Jika terlalu banyak
  Overtones yang tidak harmonis (overtones yang harmonis misalnya adalah
  C-E-G) maka kesannya menuju kearah Noise. Jadi kesimpulannya,
  tangganda Diatonis memang memiliki landasan yang objektif sebagai
  tangganada yang LENGKAP. Juga tangganada Minor memiliki landasan
  ilmiah yang serupa. Sedangkan tangganada Pentatonis ternyata tidak
  lengkap, kekurangan dua notes. Sebagai referensi, silahkan baca
  sendiri <http://www.music.vt.edu/musicdictionary/texto/Overtone.html>

  KH:
  Bisa saja anda berkoar-koar macam2 teori, tetapi ini tidak menyinggung
  inti permasalahan: APAKAH BENAR MUSIK TIONGHOA HANYA MENGENAL 5 NADA?
  Semua isapan jempol anda sudah dijawab pada tulisan saya yang lain.

  Sekarang coba anda cari tahu tentang:
  Zhu Zaiyu yang menerbitkan tulisannya tentang musik di tahun 1584, dan
  bagaimana Matteo Ricci membawa tulisan Zhu Zaiyu ini ke Eropa, yang
  kemudian dipelajari oleh Pere Marin Mersenne dan Werkmeister,
  akhirnya Johann Sebastian Bach menggubah Das Wohl-temperierte Klavier.

  Sejauh ini, berdiskusi dengan anda hanya membuang-buang waktu saya.
  Karena anda sama sekali tidak mepunyai pengetahuan tentang sejarah,
  filsafat, dan budaya Tionghoa yang memadai. Sungguh bertolak belakang
  dengan kesombongan anda yang bertingkah seperti seorang pakar, tetapi
  NOL BESAR.

  Jadi, seperti teman2 yang lain: Xuan Tong dan Dada, mungkin saya akan
  mundur, mengaku takluk dengan KEHEBATAN ANDA, yang ahli dalam MEMUTAR
  BALIKKAN FAKTA, MENJILAT LUDAH SENDIRI.

  Saran saya yang terakhir:
  Cobalah ikuti saran dari Sdr. Dada ketika ia mengatakan Joseph Needham
  (siluman ular putih) dan Li Yuese 李约瑟 (manusia).
  Waktu itu anda tidak mengerti, maksud sdr. Dada. Saya maklum kalau
  anda tidak mengerti karena anda tidak bisa bhs Tionghoa. Li Yuese
  adalah nama Tionghoa dari Joseph Needham seorang Sinolog.

  Sdr. Dada menuliskan "siluman ular putih" dan "manusia" untuk orang
  yang sama, adalah untuk MENYINDIR anda, yang ngotot bahwa Sie Djin
  Koei: siluman macan putih, dan Xue Rengui: manusia.

  Joseph Needham menulis buku "Science and Civilization in China" yang
  terdiri dari 7 volume. Anda yang tidak menguasai bhs Tionghoa, harus
  membaca buku ini, sebelum menulis tentang TIONGKOK KUNO.

  Sebagai guru besar, tentu bukan masalah besar bagi anda untuk mencari
  buku2 tsb.

  KH
  ----------------------------------------------


  --- On Sun, 11/16/08, haoliong njoo <[EMAIL PROTECTED]>
  wrote:

  From: haoliong njoo <[EMAIL PROTECTED]>
  Subject: [komunitas-tionghoa] Re: Chinese Music Pentatonik or Diatonik
  was: Kenapa saya tidak memilih Barack Obama
  To: [EMAIL PROTECTED]
  Cc: "King Hian" <[EMAIL PROTECTED]>
  Date: Sunday, November 16, 2008, 11:04 AM

  Nah inilah dia ... Jika orang yang buta akan musik coba2 menulis
  tentang musik.
  MENJIPLAK website lewat Google tanpa mengerti maknanya, tidak ada
  gunanya. Musik Tiongkok tradisionil adalah Pentatonik. Saya kutip
  disini dari "Chinese
  Musicology"<http://en.wikipedia.org/wiki/Chinese_musicology>:
  "Most Chinese music uses a PENTATONIC scale, with the intervals (in
  terms of lǜ) the same as those of the major PENTATONIC scale. The
  notes of this scale are called gong, shang, jue, zhi, and yu."

  Tentang adanya tangganada yang berisi 7 nada (atau bahkan lebih) dalam
  musik Tiongkok KUNO, penjelasan saya adalah sbb. (tidak menjiplak):

  Sebelum mulai, agaknya perlu diluruskan lebih dulu arti-kata
  tangga-nada (scale), yaitu rangkaian nada2 (notes) dalam interval satu
  octave. Satu octave adalah jarak antara dua notes yang frekwensinya
  2:1, misalnya do (rendah) dan DO (tinggi). Sebuah tangganada Diatonik
  terdiri dari 7 nada, atau notes, dalam satu octave, yakni
  do-re-mi-fa-sol-la-si-DO. Perbandingan frekwensinya untuk ketujuh
  notes tsb ber-turut2 adalah 9/8, 5/4, 4/3, 3/2, 5/3, 15/8 dan 2/1.
  Artinya, jika do (rendah) frekwensinya (diambil) sama dengan 264 Hz,
  maka frekwensinya note re =264*9/8=297 Hz dan frekwensinya note la =
  264*5/3=440 Hz. Lengkapnya, frekwensi2 notes do-re-mi-fa-sol-la-si-DO
  ber-turut2 adalah 264-297-330-352-396-440-495-528 Hz. Frekwensi 440
  Hz inilah yang hari ini dipakai sebagai sebagai standard internasional
  untuk nada A, yaitu note la dalam tangganada (key) C major (standard
  lama A=435 Hz).

  Dalam sebuah tangganada Diatonik interval antara sebuah note dengan
  note yang berikutnya adalah 33-33-22-44-44-55-33. Secara intuitif
  ketujuh interval 33-33-22-44-44-55-33 ini bisa kita andaikan sebagai
  1, 1, 1/2, 1, 1, 1, 1/2. Setiap note bisa diambil sebagai nada-dasar
  (base-note atau ground-note) dari sebuah scale (tangganada), yaitu
  note yang biasanya menjadi note yang terakhir dari sebuah lagu.
  Misalnya, "do" bisa dipilih sama dengan C, bisa dipilih sama dengan
  G,
  bisa juga dipilih sama dengan F (satu flat b), dan selanjutnya. Jadi
  semuanya ada 12 tangganada, karena ditambah dengan note2 tengahan
  antara do-re, re-mi, fa-sol, sol-la, la-si (5 not kromatis), jadi
  semuanya (7+5) = 12. (antara mi-fa dan si-do tidak ada note tengahan,
  sebab intervalnya memang sudah setengah).

  Tangganada Pentatonik adalah sebuah tangganada yang hanya terdiri dari
  5 notes saja dalam satu Octave. Dalam tangganada Pentatonik Tiongkok,
  5 notes ini terdiri dari note2 do-re-mi-sol-la-DO, dus intervalnya
  berbanding seperti 1, 1, 1 1/2, 1, 1 1/2 (ada lagi tangganada Pentatonis
  lain yang mirip dengan tangganada Minor Diatonis, tetapi terlalu
  panjang untuk dibahas disini). Dipandang dari sudut matematika,
  pembagian satu octave menjadi beberapa nada ini bisa dibikin
  sesukanya, artinya tidak perlu 5 atau 7, misalnya seperti dalam
  tangganada SLENDRO dalam musik Jawa, dimana satu Octave dibagi dalam
  lima interval yang kurang lebih sama, hingga tidak ada persesuaian
  dengan note2 tangganada diatonis barat.

  Sampai disini jelas bahwa musik Pentatonis Tiongkok bisa dimainkan
  diatas piano hanya dengan tombol2 hitam (note2 tengahan) saja, yaitu
  do(sharp) - re(sharp) - fa(sharp) - sol(sharp) dan la(sharp), atau
  dalam istilah senimusik C# - D# - F# - G# dan A#, karena rentetan
  frekwensinya membentuk interval 1, 1 1/2, 1, 1, 1 1/2, yang jika diteruskan
  akan membentuk interval 1, 1 1/2, 1, 1, 1 1/2, 1, 1 1/2, 1, dstnya, yaitu
  tangganada Pentatonis dengan F# sebagai nada dasarnya. Cepat atau
  lambat setiap pelajar instrument piano akan memaklumi hal ini, hingga
  dengan demikian akan menyadari kelemahan musik tradisionil Tiongkok.
  Inilah fakta yang dulu mendorong Jiang Qing melarang alat musik piano.

  Padahal kenyataannya tangganada Tiongkok ini secara objektif memang
  tidak lengkap. Penilaian ini BUKAN penilaian subjektif
  (kesombongannya bangsa barat), tetapi punya landasan ilmiah. Jika
  suatu nada yang keluar dari alat musik (apa saja, asal bukannya NOISE)
  spectrum frekwensinya di UKUR secara ilmiah dalam satuan Hz (getaran
  per detik), maka ternyata bahwa nadanya merupakan campuran
  (superposisi) dari nada-dasar (misalnya C) ditambah dengan serangkaian
  OVERTONES yang terdiri dari note2 C-C3-G3-C4-E4 G4-B-Flat4*-C5-D5
  E5-F-Sharp5*-G5-A5*-B Flat5*-B5-C6 (angka menyatakan tingkat
  octavenya). Dengan demikian, setiap nada yang keluar dari setiap alat
  musik otomatis sudah mengandung ke-7 nada dalam tangganada Major
  diatonis, sedangkan note2 B-Flat dan F-Sharp membentuk tangganada
  Minor diatonis. Overtones ini yang membedakan timbre (warnasuara)
  satu alat musik dengan lainnya. Misalnya, suling paling sedikit
  mengandung overtones, sedangkan alat2 tiup yang terbuat dari tembaga
  (misalnya trompet) paling kaya dengan overtones. Jika terlalu banyak
  Overtones yang tidak harmonis (overtones yang harmonis misalnya adalah
  C-E-G) maka kesannya menuju kearah Noise. Jadi kesimpulannya,
  tangganda Diatonis memang memiliki landasan yang objektif sebagai
  tangganada yang LENGKAP. Juga tangganada Minor memiliki landasan
  ilmiah yang serupa. Sedangkan tangganada Pentatonis ternyata tidak
  lengkap, kekurangan dua notes. Sebagai referensi, silahkan baca
  sendiri <http://www.music.vt.edu/musicdictionary/texto/Overtone.html>

  Agaknya manusia kuno secara intuitif sempat mengenali adanya overtones
  ini, hingga mereka menggunakan elemen2 overtone ini untuk membentuk
  tangganada musik mereka. Perbandingan frekwensi sebuah overtone
  dengan nada-dasar selalu merupakan rasio dari dua bilangan yang kecil,
  misalnya antara frekwensi nada G (sol) dengan C (do) rasionya persis
  3/2. Seperti diatas tadi, perbandingannya untuk ketujuh notes
  ber-turut2 adalah 9/8, 5/4, 4/3, 3/2, 5/3, 15/8 dan 2/1. Musik
  pentatonis Tiongkok kekurangan dua notes dengan rasio 4/3 dan 15/8,
  tetapi masih termasuk dalam rangkaian Overtone yang alamiah. Landasan
  fisika nya adalah, jika dua (atau lebih) nada yang perbandingan
  frekwensinya merupakan rasio bilangan kecil, misalnya 3/2 antara note
  G dan C, setelah gelombang overtone G mengalami refleksi 2 kali dan
  gelombang nada-dasar C mengalami refleksi 3 kali, keduanya akan
  mencapai kondisi persis sama seperti kondisi pada titik mula. Jadi
  getarannya saling menguatkan. Tetapi bila perbandingan frekwensinya
  bukan merupakan rasio bilangan kecil dan/atau bulat (misalnya 137 dan
  158), interferensi antara keduanya tidak bisa konstruktif, sebab
  masing2 perlu memantul 158 kali dan 137 kali buat kembali kepada titik
  mula. Dalam jangka waktu yang terlalu lama itu kedua gelombang sudah
  akan kehilangan energinya masing2. Maka dari itu, jika sebuah
  tangganada disusun dengan note2 yang bukan termasuk Overtone, secara
  intuitif kesannya seperti dipaksa/di-bikin2, tidak alamiah.

  Sudah barang tentu perbandingan antara note2 dalam satu Octave boleh
  saja dibikin sesukanya (seperti dalam tangganada Slendro), atau bahkan
  dibagi menjadi lebih daripada tujuh notes (seperti dalam tangganada
  Tiongkok KUNO, baca misalnya "Chinese Musicology"
  <http://en.wikipedia.org/wiki/Chinese_musicology>).
  Tetapi tangganda seperti itu secara intuitf akan dirasakan sebagai
  ANEH atau TIDAK ALAMIAH, sebab TIDAK EKSIS sebagai OVERTONE, hingga
  akibatnya tidak akan berumur panjang (maka itu sekarang sudah
  dilupakan orang). Tangganada Pentatonik Tiongkok bisa berumur
  panjang, sebab masih merupakan bagian dari tangganada diatonis yang
  alamiah, sekalipun secara objektif dan ilmiah sebenarnya kekurangan
  dua nada.

  Salam,
  Ir. Haoliong Njoo

  On 11/10/08, King Hian <[EMAIL PROTECTED]> wrote:> Ir, Njoo:
  > Saya kira Yulie Sie keliru. Kebudayaan dunia yang global itu trendnya
  > tetap menuju kebudayaan Eropa, yang dewasa ini mencapai tingkat
  > perkembangan yang paling tinggi. Lihat saja, Tiongkok pun dewasa ini
  > sudah menggubah musiknya menurut musik Eropa. Dulu Jiang Qing sempat
  > melarang alat musik piano, sebab membuat rakyat Tiongkok sadar musik
  > Tiongkok kekurangan dua nada.

  > KH:
  > Ir. Njoo selalu mengulang2 pernyataan di atas. Karena merasa sangat
  > "MEMAHAMI MUSIK TIONGKOK KLASIK".
  > Sekarang saya kasih PR, coba cari apa arti "12 LV".
  > Pentatonik itu dihubungkan dengan wuxing, sedangkan 12 lv itu berhubungan
  > dengan dizhi.
  > Buat bahan bacaan pertama, coba buka:

  > The Theory Behind Chinese Music
  >http://www.wfu.edu/~moran/G_tar2.html
  > ini kutipan dari site di atas:
  > The Chinese system is based on the mathematical method of working back and
  > forth by taking 3/2 of a base frequency, 3/4 of the frequency so produced,
  > and so forth. Once a series of 12 frequencies is produced, they use each
  of
  > those 12 frequencies as the fundamental frequency for a new scale. The
  > result is 144 frequencies. (It turns out that there are quite a few
  > duplications.) That gives the Chinese musician quite a large set of
  > frequencies to play music with.

  > Western music normally does not use all of the keys on a piano in one song
  > or even in one symphony. A song in the key of C uses the white keys. If a
  > black key is used, it is perceived as being a sharpened or a flattened
  > version of one of the "standard" white keys.

  > The Creation of Musical Scales, part II.
  >http://home22.inet.tele.dk/hightower/scales2.htm

  > ini kutipan dari site di atas:
  > We notice that the Chinese scale is much identical with the Pythagorean
  > tuning, which also was produced by generating a perfect fifth (3: 2). How
  > the Chinese derived their scale goes back to 3000 BC, when the European
  > stone-age man still was beating wood logs. The prevalent opinion in the
  West
  > about our music superiority should hereby be moderated.

  > KH


   


------------------------------------------------------------------------------



  No virus found in this incoming message.
  Checked by AVG - http://www.avg.com 
  Version: 8.0.175 / Virus Database: 270.9.4/1791 - Release Date: 11/15/2008 
6:57 PM

Reply via email to