10 Tahun, "Qo Vadis"Indonesia-Tionghoa?

KOMPAS/ALIF ICHWAN      
Perayaan Satu Dasawarsa Perhimpunan Indonesia-Tionghoa (Inti) di
Istora Senayan, Jakarta, Selasa (23/6) malam, dihadiri Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dan Ny Ani Yudhoyono. Sesuai dengan tema yang
diambil dalam acara tersebut, yakni "Menghayati Kebhinnekaan,
Memperkokoh Persatuan", berbagai tarian dari sejumlah daerah, seperti
Bali, Aceh, dan Dayak, mengisi acara tersebut.

Rabu, 24 Juni 2009 | 02:52 WIB
M Clara wresti dan IWAN SANTOSA

Tahun ini Perhimpunan Indonesia-Tionghoa merayakan ulang tahunnya yang
ke-10. Sejumlah perbaikan terhadap diskriminasi yang menimpa warga
Tionghoa di Indonesia telah dilakukan. Sejak zaman pemerintahan
Belanda hingga masa Orde Baru, kesenjangan antara warga Tionghoa dan
masyarakat umum sudah terjadi. Kesenjangan itu sudah menjadi racun
yang menyakitkan di kedua belah pihak.

Kerusuhan yang terjadi pada Mei 1998 dan adanya reformasi akhirnya
mendorong warga Tionghoa mendirikan Perhimpunan Indonesia-Tionghoa
(Inti) pada tahun 1999. ”Tujuan kami mendirikan perkumpulan ini adalah
menyelesaikan persoalan Tionghoa di Tanah Air,” kata Benny G Setiono,
salah seorang pendiri Inti yang sekarang menjabat sebagai Ketua Inti
DKI Jakarta, Kamis (18/6).

Para pendiri Inti yakin, perjuangan mereka bukanlah perjuangan yang
mudah. Mungkin dibutuhkan waktu dua generasi.

Namun, perjuangan mereka telah menghasilkan sejumlah kebijakan yang
sangat progresif hanya dalam waktu 10 tahun. Presiden Habibie telah
menghapuskan istilah ”pribumi” dan ”nonpribumi”. Presiden Abdurrahman
Wahid telah mencabut larangan terhadap warga Tionghoa melakukan
tradisi, budaya, aksara, dan kepercayaan mereka. Sedangkan Presiden
Megawati menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional.

Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sejumlah kebijaksanaan
telah diambil, seperti mengembalikan Konghuchu sebagai agama resmi
yang diakui negara, serta disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2006 tentang Kewarganegaraan RI yang hanya membedakan warga negara
Indonesia dan warga negara asing. Pasal 6 Undang-Undang Dasar 1945
telah diamandemen, yakni Presiden Indonesia adalah orang Indonesia dan
yang mendapatkan kewarganegaraan bukan karena naturalisasi. Dengan
amandemen ini, warga Tionghoa pun mempunyai kesempatan yang sama untuk
menjadi presiden.

Terakhir, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan yang disahkan tahun lalu telah memudahkan warga Tionghoa
untuk mengurus surat lahir, kawin, dan kematian. Kini, setelah
kebijaksanaan di bidang hukum dan politik telah diambil, masih ada
lagikah yang perlu diperjuangkan warga Tionghoa?

Terjun ke masyarakat

”Kondisi saat ini adalah kondisi yang terbaik bagi warga Tionghoa.
Sekarang perjuangan memasuki tahap baru dan ini justru yang terberat,”
kata Eddie Lembong, mantan Ketua Umum Inti sekaligus juga salah
seorang pendiri Inti, Jumat lalu.

Tahap baru yang dimaksudkan adalah masalah kemasyarakatan saat warga
Tionghoa dan masyarakat umum makin membuka diri dan membaur tanpa
prasangka.

Kesenjangan sosial, seperti hanya menerima etnis atau golongan
tertentu di pekerjaan, juga harus dihapuskan. ”Masalah sosial seperti
ini harus ditanggulangi bersama agar tidak lagi timbul kecurigaan,”
ujar Eddie.

Ia juga mendukung supremasi hukum terhadap kejahatan yang dilakukan
oleh warga Tionghoa, termasuk juga konglomerat Tionghoa yang melakukan
pengemplangan sehingga merugikan negara. ”Sebagai warga negara
Indonesia, warga Tionghoa juga harus mengikuti hukum Indonesia,” ujar
Eddie.

Ia menambahkan, krisis identitas di dalam diri warga Tionghoa sendiri
juga harus segera dituntaskan. ”Masih ada orang Tionghoa yang
mempertanyakan dirinya, siapa dirinya. Mereka ragu bahwa mereka adalah
warga Indonesia sepenuhnya. Itu terjadi karena kurang pengetahuan soal
bangsa dan negara,” katanya.

Di lain pihak, ada sikap sebagian kalangan bangsa Indonesia terhadap
warga Tionghoa yang belum menganggapnya sebagai bagian tidak
terpisahkan. Pekerjaan rumah yang terbesar adalah menuntaskan
keindonesiaan di dalam sanubari semua pihak. ”Harus diakui, apa yang
terjadi dulu, terutama warisan zaman kolonial, telah membebani semua
pihak,” kata Eddie.

Karena yang terbebani kedua belah pihak, kunci penyelesaian harus
dilakukan kedua belah pihak. ”Harus semakin banyak warga Tionghoa
terjun ke masyarakat luas dan masyarakat menerima dengan tangan
terbuka,” kata Benny.

Warga Tionghoa tak lagi hanya berinteraksi di bidang bisnis, tetapi
juga di bidang-bidang lain, terutama pendidikan untuk kemajuan bangsa
Indonesia seluruhnya. Melalui pendidikan, ujar Benny, kemiskinan dan
kebodohan dapat diberantas.

Kesetaraan ekonomi

Menurut Eddie, setelah kesenjangan formal lenyap, persatuan Indonesia
secara utuh bisa dicapai lewat pemerataan kesejahteraan. Proses cross
culture fertilization antara Tionghoa dan suku-suku bangsa yang ada di
Indonesia mutlak harus dilakukan.

Inti kini ingin mendorong warga Tionghoa untuk membaur, membagikan ke
masyarakat bagaimana cara mereka berbisnis sehingga semua orang bisa
maju bersama menjadi Indonesia kuat secara ekonomi. ”Sebagian besar
rakyat Indonesia tidak memahami cara mengumpulkan modal dan mengelola
uang. Jiwa kewirausahaan tidak bisa diajarkan setelah mereka dewasa.
Untuk itu, kami ingin berbagi sejak masa kanak-kanak melalui
pendidikan formal dasar secara nasional,” ujar Eddie.

Setelah kesenjangan formal dihapuskan oleh negara, kebersamaan bisa
dicapai dengan keterbukaan. Tidak ada lagi kolusi cukong-penguasa.
Peluang ke depan adalah menciptakan kombinasi kemampuan berbisnis dan
solidaritas sosial seluruh bangsa.


------------------------------------

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Website global http://www.budaya-tionghoa.net :.

.: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :.

Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:budaya_tionghua-dig...@yahoogroups.com 
    mailto:budaya_tionghua-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    budaya_tionghua-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke