Tentu saja kerusuhan Tibet beda dengan kerusuhan Sinkiang. Hampir tidak ada kerusuhan yang sama.
Tetapi sebaliknya hampir semua kerusuhan ada kesamaannya. Dalam menanggulanginya harus diperhitungkan aspek-aspek besaran skalanya, motif penyebabnya, dan potensinya untuk berkembang lebih rusuh lagi. Dan diukur dengan semua aspek itu, kerusuhan Tibet masih jauh, jauh lebih berat daripada kerusuhan Sinkiang, terutama karena gerakan free Tibet yang jutaan orang di luar RRT sangat jauh lebih established dan kuat daripada gerakan free Sinkiang yang cuma seorang perempuan tua di AS. Namun begitu toh baik kerusuhan Tibet apalagi kerusuhan Sinkiang keduanya tidak memerlukan repotnya seorang Presiden RRT. Ingat waktu kerusuhan etnis serupa Uighur vs. Han terjadi antara Dayak vs. Madura di Kalimantan Barat? Bahkan seorang Menteri pun tidak ada yang perlu datang dari Jakarta ke Pontianak. Begitu pula dalam halnya Sinkiang tidak ada Menteri yang perlu datang dari Beijing ke Urumqi. Sebaliknya di Italia, kehadiran Presiden RRT pada G-8 Summit mengemban tanggung-jawab sangat besar, bukan hanya mewakili aspirasi sosialisme milyaran rakyat RRT, tetapi juga sebagai satu-satunya wakil seantero rakyat dunia ketiga, dalam berhadapan dengan para kampiun ekonomi kapitalisme liberal yang sedang meroyan. Jadi, jangan bicara tentang wujud tanggung-jawab seorang pemimpin dalam melihat kepulangan Presiden RRT dari Italia. Karena kalau begitu, itu adalah lari dari tanggungjawab yang maha besar dengan berkedok tanggungjawab yang sangat sepele. Wasalam. ================================= ----- Original Message ----- From: zho...@yahoo.com To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sunday, July 12, 2009 9:50 AM Subject: Re: Kebodohan Membuka Peluang (Re: [budaya_tionghua] Berita yang provokatif berbau SARA, bibit perpecahan) Peristiwa Tibet agak lain dng xinjiang, di tibet para perusuh sasarannya jelas terlihat, yakni pemerintah. Pemerintah lebih mudah bertindak dng tangan besi. Di Xinjiang yg menjadi sasaran adalah kelompok masyarakat! Ini kalau tidak ditangani dng hati2 bisa berlanjut menjadi bentrokan etnis secara masif. Mengingat di xinjiang jumlah orang han dan uigur relatif berimbang. Yg jelas, di media2 yg saya percaya tak ada satupun yg mengaitkan kepulangan Hu dng masalah dipermalukan! Kalau masalah pencitraan di massmedia barat, mau gimana corectnya tindakan Rrt, tetap saja bisa dibelokkan menjadi citra negatif! Ini sudah jamak. Egp kata anak2 muda.