*** Saya teringat pengalaman yang mengesankan beberapa waktu yang lalu. Ketika 
melawat ke Semarang, saya kunjungi vihara Zhenghe yang sudah direnovasi itu. 
Kini, para pelawat yang berdoa masuk kedalam vihara, sedangkan para wisatawan 
melalui wilayah luar vihara.

Saya melihat satu kelompok pengunjung, 2 pria dan tiga wanita. Pria dan wanita 
yang agak tua kelihatannya orang tua, yang muda muda mungkin anak anak. Yang 
mentakjubkan saya, adalah, bahwa mereka ini orang orang Jawa, dan yang wanita 
semua berjilbab.

Saya ikuti mereka dengan pandangan mata secara terpesona dan kagum. mengapa? 
mereka memasuki wilayah pejiarah yang berdoa. Mereka juga membawa hio. Mereka 
berdoa secara khusuk sebagaimana kita berdoa di sebuah vihara Tridharma.

Saya katakan pada istri saya, lihatlah, mereka juga merasakan kebesaran Sang 
Pencipta disini, Thian. Istri saya jawab, ya, rumah ibadah ini kan juga 
ditinggalkan pendirinya, bagi umat Tionghoa dan Jawa, baik Buddhist, Tao maupun 
Islam, bukan?

Kerinduan akan berkah sang Pencipta menyatukan mereka yang percaya.

Salam
Danardono




--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ardian_c" <ardia...@...> wrote:
>
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "perfect_harmony2000" 
> <perfect_harmony2000@> wrote:
> 
> 
> Membaca beberapa posting yang sedang dibicarakan membuat saya 
> merenung.
> 
> Tradisi atau budaya merupakan ciri khas suatu bangsa , entah berapa 
> banyak tradisi dan budaya yang lenyap karena benturan dengan tradisi 
> atau budaya lain , entah berapa banyak tradisi dan budaya yang 
> dihapuspaksa dengan label agama atau ideologi.
> 
> Semua yang ada di dunia ini memiliki sisi positif dan negatif , 
> begitu pula agama maupun kitab yang diyakini oleh pemeluk agama 
> apapun.
> 
> Kita secara tidak sadar langsung menghakimi mereka yang berpandangan 
> lain atau berbudaya lain dengan sudut kacamata agama yang kita anut.
> Kita tidak perduli apakah orang tersebut merasa bahagia dengan 
> tradisinya atau merasa suatu bentuk kenyamanan dari budayanya.
> Kita dengan mudah memberi label sesat , iblis , anti Tuhan dan lain-
> lain.
> Jika ada orang lain yang merasa hidup menjadi baik dengan budaya dan 
> tradisinya , silahkan saja kalau perlu kita membantunya agar menjadi 
> lebih baik lagi , bukan dengan mengubahnya menjadi bagian dari kita 
> apalagi menghakiminya.
> 
> Kita merasa bahwa yang kita yakini itu terbaik tanpa pernah 
> merefleksikan kedalam diri kita apa itu yang baik ?
> Semua manusia memiliki suatu keyakinan atau iman terhadap apapun 
> berdasarkan 2 hal yaitu mengalami dan membuktikan.
> Ke 2 hal itu hanya bisa dinyatakan dalam dirinya sendiri dan tidak 
> bisa dinyatakan kepada orang lain apalagi dibuktikan.
> Semua yang bisa dibuktikan itu hanya sebatas kata-kata bukan suatu 
> bentuk pengalaman spiritual.
> 
> Kehidupan setelah kematianpun kita masih bingung dan belum ada bukti 
> sahih bahwa kita setelah meninggal itu berreinkarnasi , tumimbal 
> lahir , rebirth , ke surga atau neraka , pindah dimensi lain , musnah 
> dan lain-lain pemikiran soal kehidupan setelah kematian.
> Kita tidak pernah mendengar cerita dari orang yang telah meninggal 1 
> tahun dan bangkit kembali dari alam kubur kemudian menceritakan apa 
> yang dialami di dunia kematian itu.
> Kita semua tidak pernah mengalami apa itu yang disebut kematian , 
> jadi mengapa kita berani menghakimi mereka yang lain dari kita ?
> Bahkan kita sendiri tidak mampu mengingat-ingat apa yang kita alami 
> sebelum kita lahir.
> 
> Manusia merangkai pemahaman the CREATOR (baik secara impersonal , 
> personal , berkepribadian banyak , tunggal ) secara bertahap.
> Rangkaian pemahaman the CREATOR itu sendiri berdasarkan pengalaman 
> hidup dan budaya tempat kita tumbuh berkembang.
> Kita tidak bisa menyatakan bahwa budaya pemahaman the Creator yang 
> kita percayai itulah yang terbenar.
> Jika masih menganggap terbenar , simpanlah dalam hati kita dan hayati 
> hakekatnya bahwa rangkaian the CREATOR itu luar biasa besarnya dan 
> luasnya.
> 
> Berbicara masalah suatu bentuk kebenaran , tiada yang namanya 
> kebenaran mutlak atau hakiki, kita tidak bisa mengetahui apa itu 
> kebenaran mutlak atau hakiki jika kita tidak bisa mengetahui ragam 
> dunia dan menilainya tanpa ada satu subyektifitas melainkan hanya 
> obyektifitas saja dalam benak kita.
> 
> Kejujuran dalam menilai suatu proses terjadinya agama merupakan hal 
> yang mutlak harus dimiliki oleh siapapun.
> Saya teringat ketika sempat berdiskusi menggunakan sarana YM dengan 
> salah satu netter disini.
> Pada diskusi tersebut saya sempat bertannya ,"Anda sebagai penganut 
> aliran Quan Zhen , apakah anda tahu bahwa pra Zhang DaoLing tidak ada 
> yang disebut San Qing ?". Rekan tersebut menjawab ,"Ya , secara sudut 
> pandang historis saya mesti akui hal tersebut, tapi tidak membuat 
> saya menjadi ragu atau goyah , yang terpenting apa yang bisa saya 
> rasakan dalam perkembangan diri saya itulah yang terutama."
> 
> Kita kadang lupa dalam mempertahankan suatu bentuk keyakinan kita , 
> kita akan bersikeras membantah fakta-fakta bahkan dengan memanipulasi 
> sekalipun kita berani lakukan. Ini adalah suatu bentuk kebohongan 
> luar biasa dan mereka yang melakukan ini adalah mereka yang takut 
> imannya runtuh karena menghadapi suatu bentuk kebenaran historis.
> Iman yang ada dan kuat adalah iman yang berani mengakui kebenaran 
> historis bukan kebenaran semu yang dianggap sebagai suatu bentuk 
> kebenaran hakiki.
> 
> Kita dalam menilai suatu agama , kadang lupa ada sudut fakta historis 
> yang juga harus dikaji , jangan memelintiri fakta historis tersebut 
> hanya karena IMAN. Jika suatu bentuk penjelasan gaya misterius SANG 
> CREATOR dalam bentuk mitos diyakini sebagai suatu bentuk kebenaran 
> mutlak , maka matilah rangkaian gambaran asli THE CREATOR itu sendiri.
> 
> Ada rekan Kristiani menggunakan alasan Paulus bahwa jika Yesus tidak 
> terbukti bangkit dari kematian maka runtuhlah iman (baca:dogma) 
> Kristiani.
> Bagi saya , terserah apa benar Yesus bangkit atau tidak , ke India 
> atau tidak , dikubur di Kashmir atau Jepang , bukanlah suatu hal yang 
> pokok atau terutama.
> Seandainya kebangkitan itu juga memang tidak ada , tidak akan 
> menggoyahkan saya dalam pengenalan salah satu gambaran THE CREATOR 
> melalui KASIH yang mentransformasikan menjadi Yesus.
> 
> Bentuk KASIH lain yang mentransformasikan diri adalah Guan Yin , yang 
> secara historis tidak pernah exist di muka bumi ini sebagai suatu 
> bentuk personal.
> Saya dan beberapa kawan saya pernah berbicara dengan seorang yang 
> tekun beribadat kepada Guan Yin dan akhirnya terlarut pembicaraan 
> kami ini dalam bentuk exist atau tidak putri Miao Shan ini dalam 
> khazanah sejarah manusia. Hasil kesimpulan kami berbicara , KASIH 
> tidak memerlukan suatu bentuk pernyataan atau pembelaan membuta 
> mengenai keberadaanNYA. KASIH tetap exist dengan berbagai macam 
> bentuk cara dan sarana.
> Jika kita mengkotak-kotakkan kasih kita sendiri , maka kita mencoreng 
> makna KASIH itu sendiri.
> Bukankah KASIH itu tidak sombong , rendah hati ?
> Saya perlu menambahkan bahwa KASIH juga harus jujur dan adil serta 
> tidak memaksa atau menghakimi.
> 
> Jika kita mewartakan KASIH dalam bentuk apapun tapi dengan cara 
> sombong , tinggi hati , memaksa , memanipulasi , tidak jujur , 
> menghakimi , maka kita mencoreng KASIH itu sendiri.
> Belajarlah memahami bahwa KASIH tidak memaksa , tidak menghakimi , 
> bisa duduk berdampingan dengan yang lain , bisa bergandengan tangan.
> Tidak mengkotak-kotakkan KASIH itu sendiri.
> Tidak menjadi sombong bahwa KASIH kita itulah yang terbenar.
> 
> Belajarlah saling mengenal dan menghargai.
> 
> "KAMI menciptakan berbagai bangsa (dan budaya menurut saya) agar bisa 
> saling mengenal(bukan saling membantai menurut saya)" dikutip dari 
> Surat Al Hujarat 13 (CMIIW).
> 
> 
> 
> hormat saya ,
> 
> 
> Xuan Tong
> 
> --- End forwarded message ---
>


Kirim email ke