http://jawapos.com/index.php?act=cetak&id=28
[ Jum'at, 02 Oktober 2009 ] 
Dahlan Iskan : Shou Zhang Hao! 

60 Tiongkok 

KETIKA bangun pagi kemarin, yang pertama saya perhatikan adalah langit. 
Benarkah cuaca bu?ruk yang sudah melanda Beijing lima hari ter?akhir bisa 
dibuat cerah untuk perayaan Hari Ke?merdekaan Ke-60 Tiongkok? Langit masih 
ge?lap. Baru pukul 4 pagi.

Selama di Beijing delegasi media dari lebih 100 ne??gara ini memang selalu 
kesulitan memotret. Ka??but membuat jarak pandang sangat pendek. Se?tiap 
mengambil foto, latar belakangnya selalu ha?nya kabut. Bangunan berjarak 200 
meter pun ti?dak tampak. Tak ayal bila kemarin pagi para war??tawan pun 
mempertanyakan keberhasilan renc?a?na pemerin?tah Tiongkok dalam membersihkan 
langit Beijing dengan cara mengerahkan pe?sawat pembersih cuaca.

Terjadi! Ketika fajar mulai menyingsing, terlihat?lah langit yang sudah lima 
hari raib. Kian siang kian cerah warna biru di angkasa. Dan, ketika upa?cara 
kenegaraan dimulai, langit begitu bersih?nya. 

Bahkan, terlalu bersih sehingga sinar matahari awal musim gugur itu terasa agak 
terlalu terik untuk acara yang dimulai pukul 10.00 tersebut. 

Saya memang selalu senang melihat acara kemiliteran. Mungkin karena saya tidak 
gagah sehingga ada sedikit mimpi alangkah bahagianya orang yang begitu gagah, 
tegap, disiplin, dan heroik itu. Maka, saya juga ingin memperhatikan tata cara 
upacara militer di Tiongkok, apakah ada yang berbeda. Terutama, saya ingin tahu 
bagaimana cara komandan upacara yang tempatnya berjarak sekitar 1 km dari 
inspektur upacara itu memberikan laporan. Apalagi, inspektur upacaranya 
(Presiden Hu Jintao) berada di ketinggian sekitar 15 meter. Yakni, berdiri di 
atas gerbang Istana Kota Terlarang, tepat di atas foto Mao Zedong yang terkenal 
itu. Sedang?kan komandan upa?caranya tidak terlihat dari situ karena berada di 
tengah jalan arah kiri jauh di depan Beijing Hotel sana.

Ternyata, ketika waktunya tiba, inspektur upacara turun dari atas gerbang 
Istana Kota Terlarang itu untuk naik mobil sedan panjang yang bagian te?ngah 
atapnya berlubang. Presiden Hu naik mobil itu dengan posisi bagian atas 
badannya terlihat menjulang tinggi. Di depannya, di atap sedan itu, terlihat 
ada empat mikrofon.

Bersamaan dengan itu komandan upacara juga naik mobil yang jenisnya sama dengan 
posisi yang sama meninggalkan kawasan Beijing Hotel menuju arah depan Istana 
Kota Terlarang. Ketika mobil inspektur upacara sudah membelok dari gerbang 
Istana Kota Terlarang menuju Jalan Chang An Jie di depan lapa?ngan Tian An Men, 
mobil komandan upacara juga sudah hampir tiba di tempat yang sama. 

Ketika jarak sudah tinggal 15 meter, kedua mobil itu pun berhenti. Posisi 
berhentinya mobil komandan upacara dan inspektur upacara itu ternyata tidak 
langsung berhadapan. Selisih satu jalur. Bukan karena takut bertabrakan, tapi 
ada maksud lain. Di situlah ternyata, sama-sama dalam posisi di atas mobil, 
laporan komandan upacara kepada inspektur upacara dilakukan. Lalu mobil 
presiden bergerak maju menuju arah pasukan yang ada di sekitar 1 km di arah 
timur sana. Itulah gunanya mengapa mobil komandan upacara tidak berhenti tepat 
di depan mobil inspektur upacara. Saat mobil presiden sudah melintas, barulah 
mobil komandan upacara memutar balik mengikuti mobil presiden dari belakang. 
Dimulailah inspeksi pasukan.

Pada upacara militer yang biasa saya lihat, acara meninjau pasukan seperti ini 
tidak disertai kata-kata apa pun. Pasukan membisu dan inspektur upacara juga 
hanya menyambut hormat dengan tangan hormat militer. Di Tiongkok agak khas. 
Setiap pasukan yang dilewati inspektur upacara selalu serentak berteriak 
memberi hormat. Sesaat kemudian, presiden menyambut dengan ucapan lantang: tong 
shi men hao! (Apa kabar, kawan-kawan!). Pasukan membalas dengan teriakan 
serempak: shou zhang hao! (baik, komandan!). 

Di depan pasukan yang lain, inspektur upacara berteriak lantang: tong shi men 
xin ku le! (kawan-kawan ini sudah bersusah payah, ya!). Lalu dijawab serentak 
oleh pasukan: wei ren min fu wu! (demi mengabdi kepada rakyat!). Begitulah, 
setiap melintasi suatu pasukan presiden mengucapkan kalimat tersebut secara 
bergantian dan disambut dengan jawaban yang standar itu.

Semua itu bisa diikuti oleh ratusan ribu hadirin di lapangan Tian An Men karena 
sistem suara yang serbanirkabel (wireless), rupanya, bekerja tanpa cacat. 
Demikian juga layar lebar videotron ada di mana-mana sehingga semua sudut acara 
bisa diikuti dari arah mana pun.

Berbeda dengan acara yang sama 30 tahun lalu (saat Tiongkok belum membuka 
diri), warna militer di perayaan sekarang ini sudah jauh berkurang. Warna 
militer hanya terlihat saat penaikan bende?ra (dilakukan oleh militer) dan 
ketika terjadi parade lu hai gong (AD, AL, AU) berikut persenjataannya yang 
mutakhir. Selebihnya sudah menunjukkan citra baru modernisasi Tiongkok. 

Manusia yang dihadirkan untuk memenuhi lapa?ngan Tian An Men, misalnya, sudah 
tidak kelihatan manusia lagi. Tapi, sudah menjadi bunga berwarna-warni. Kemarin 
seluruh lapangan Tian An Men se?perti kebun bunga yang luas yang setiap saat 
berubah warnanya. Ini karena semua orang yang dihadirkan di situ membawa 
rumbai-rumbai beberapa warna. Setiap saat ada kode tertentu agar mereka 
menaikkan rumbai-rumbai dengan warna tertentu untuk membentuk "kebun bunga" 
yang luas dan indah. 

Demikian juga peserta parade. Setiap kelompok parade yang melintas di depan 
gerbang Istana Kota Terlarang menunjukkan kebolehan aksesori dan dekorasi yang 
jauh dari kesan "masih komunis". Karena itu, parade ini sangat menarik. Bukan 
saja hiasan yang mereka bawa, tapi juga jumlah orangnya. Setiap kelompok parade 
setidaknya terdiri atas 3.000 orang. Padahal, ada 41 kelompok. Bayangkan 
ba?nyaknya manusia yang dikerahkan. Serbakolosal. 

Tentu saya lebih banyak memperhatikan yang terjadi di balik itu. Yakni, 
bagaimana cara mengelola acara begitu besar dengan menghadirkan orang begitu 
banyak dan berlangsung dalam ketepatan waktu sampai ke menit-menitnya. Kunci 
utamanya ternyata memang penutupan Kota Beijing dari lalu lintas umum. Kemarin, 
di luar kawasan Tian An Men, Beijing seperti kota mati. Karena itu, pergerakan 
peserta upacara ini bisa dilakukan dengan tepat. 

Pemeriksaan keamanan, misalnya, tidak dilakukan di lokasi upacara. Setiap 
kelompok undangan dikumpulkan di berbagai wilayah sesuai kelompoknya. Tiap 
kelompok bisa mencapai 300 orang. Pemeriksaan keamanan dilakukan di sini. Lalu 
mereka diangkut dengan konvoi bus khusus yang sudah steril menuju Tian An Men. 

Padahal, malamnya masih ada acara besar (banyak teman di Indonesia yang 
mengikiutinya secara langsung lewat CCTV 4) yang juga memerlukan 
pengorganisasian yang rumit. Maka memperhatikan manajemen acaranya saja sudah 
sangat berharga.

Acara-acara besar ternyata juga bisa meningkatkan kemampuan manajemen banyak 
orang. Saya bayangkan, berapa puluh ribu orang yang harus belajar manajemen 
dari acara ini saja. Tanpa manajemen yang prima, mustahil acara yang 
menge?rahkan ratusan ribu orang dengan dihadiri VVIP bisa berlangsung begitu 
mulusnya. (*)

Reply via email to