Ada beberapa masukan atas tulisan bp Eddie Lembong;
ad 1. Kata China berasal dari sebutan "orang dinasti Chin" dan seperti biasa 
dalam percakapan orang Tionghoa suka memberi kata hidup "a..." pada akhir kata 
nama. Jadi mereka menyebutnya "China.." Analogi dengan "tenglang" (Hokkian) 
atau "tongyin" (Khe) yang tidak lain "orang dinasti Tang / Tong" 
ad 7.Setahu saya laksamana madya adalah Sudomo bukan Sumitro
Mohon maaf jika ada salah persepsi. RGDS.TG

--- On Thu, 3/11/10, kwartanada <kwartan...@yahoo.com> wrote:


From: kwartanada <kwartan...@yahoo.com>
Subject: [budaya_tionghua] Eddie Lembong: "Cina" dan "China": Tinjauan Historis 
dan Masalah
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Date: Thursday, March 11, 2010, 12:55 PM


  



Rekan2 yth,

Rupanya hingga hari ini, pemakaian istilah "Cina", "China", "Tionghoa" masih 
menjadi perdebatan yg hangat. Tulisan di bawah ini berasal dari Bpk Drs Eddie 
Lembong, ketua pendiri Yayasan Nation Building (Nabil), yg disusun sebagai 
jawaban atas email sdr Dharma Hutahuruk. Barangkali ada baiknya dibagikan juga 
dimilis ini, dengan harapan akan membawa manfaat. Terimakasih dan salam
Didi

Istilah "Cina" dan "China": 
Tinjauan Historis dan Masalah Penggunaannya Dewasa Ini

1.Dalam teks pidato pengukuhan sebagai Guru Besar, tgl 15 Oktober 2008 hal. 2, 
Prof. Dr. A.M. Cecillia Hermina Sutami, pada catatan kaki ada dijelaskan bahwa 
kata "Cina" (Inggris : "China"), (Belanda : China/Chinees) , (Jerman : 
Chinesische) , (Perancis : Chinois) berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti 
"Daerah yang sangat jauh". Kata "China" sudah berada di dalam buku Mahabharata 
sekitar 1400 th sebelum Masehi.

2.Menurut Prof. Wang Gungwu (dalam sebuah konferensi satu dua tahun yang lalu, 
yang saya hadir) pernah menegaskan bahwa orang-orang Tionghoa sendiri tidak 
mengenal apalagi menggunakan istilah "Cina/China" .

3.Istilah "Cina" atau yang mirip dengan itu di bawa/diperkenalkan oleh 
Bangsa-bangsa Barat yang mulai datang ke Nusantara sejak awal Abad ke 17.

4.Mula-mula masyarakat di Nusantara menggunakan istilah itu tanpa konotasi 
buruk.
Tetapi dengan makin "berhasilnya" penerapan politik "Devide et Impera" oleh 
kolonialisme Belanda, hubungan Tionghoa-penduduk setempat yang dulunya selalu 
baik, berangsur-angsur memburuk. Dalam sentimen yg emosional, istilah "Cina" 
sering diucapkan dengan "Aksen" yang penuh rasa kebencian.

5.Di awal Abad 20, ± th 1920-an, koran Sin Po mempelopori penggunaan istilah 
"INDONESIA" sebagai ganti istilah "INLANDER" yang merendahkan bagi masyarakat 
Nederlands Indië. Kemudian ada semacam "gentleman agreement" antara para pemuka 
"Kaum Pergerakan" dengan Sin Po yang mewakili masyarakat Tionghoa, untuk tidak 
lagi menggunakan istilah "Cina" yang berkonotasi menghina/rasa kebencian itu, 
dan diganti dengan sebutan "Tionghoa" (lihat Memoar Ang Yan Goan: Tokoh Pers 
Tionghoa yang Peduli Pembangunan Bangsa Indonesia, 2009, h. 49). Itulah 
sebabnya pada semua dokumen-dokumen historis seperti UUD 1945 dll, semua 
menggunakan istilah "Tionghoa" dan bukan "Cina".

6.Pada masa sengit-sengitnya PERANG DINGIN, setelah terjadi peristiwa Gerakan 
30 September, dalam seminar ke II AD di Bandung pada tanggal 25 s/d 31 Agustus 
1966 diusulkan mengganti sebutan Tionghoa menjadi "Cina" dengan alasan "Demi 
memulihkan dan keseragaman penggunaan istilah dan bahasa yang dipakai secara 
umum diluar dan dalam negeri terhadap sebutan negara dan warganya, dan terutama 
menghilangkan rasa rendah-diri rakyat negeri kita, sekaligus juga untuk 
menghilangkan rasa superior segolongan warga negeri kita." yang dinyatakan oleh 
wakil panglima AD Panggabean dalam laporan kesimpulan Seminar pada Suharto — 
pimpinan Kabinet. (sumber : Kong Yuan Zhi (sebutan "Tiongkok", "Tionghoa" dan 
"Cina")

Hal ini kemudian dituangkan kedalam surat Edaran Presidium Kabinet Ampera No. 
SE.06/Pres.Kab/ 6/1967 tgl 28 Juni 1967.
Menurut sumber intern yang mengetahui, sebenarnya maksud edaran ini hanya 
ditujukan/dialamatk an ke Negara RRT dan orang-orang Tionghoa Asing. Sedang 
untuk WNI keturunan Tionghoa, sebutan keturunan Tionghoa itu tetap 
dipertahankan, tidak diubah. Tapi karena tingginya emosi/sentimen setelah G30S, 
menggunakan istilah "Cina" meluber dan membanjiri kesemua orang-orang, termasuk 
WNI keturunan Tionghoa.

7.Menarik untuk dicatat/diketahui, bahwa dalam buku "KESATRIA BANGSA : 
Perjalanan Hati dan Karir Seorang Prajurit Laut" tulisan Laksamana Madya 
SUMITRO hal. 135 ada catatan sebagai berikut :

"Bukankah merupakan perintah Allah SWT pula bahwa janganlah satu kaum 
mengolok-olok kaum yang lain karena boleh jadi mereka lebih baik, dan jangan 
pula kamu panggil memanggil dengan gelar yang buruk...... (Al Quran surat 
Al-Hujuurat- 11). Sepanjang pengetahuan saya tidak ada satu pun perkumpulan 
atau organisasi kelompok etnis Tionghoa di Indonesia ini menggunakan sebutan 
Cina, semua menggunakan sebutan Tionghoa. Ini menunjukkan bahwa saudara saya 
sebangsa dari etnis Tionghoa lebih memilih dan menyukai sebutan Tionghoa. 
Alangkah naifnya diri saya kalau merasakan dan mengetahui hal ini, masih juga 
saya menggunakan sebutan Cina. Saya tidak ingin menjadi naïf dalam hal apa pun, 
biarlah orang lain."

Dengan memperhatikan semua hal-hal tersebut diatas, dan dengan menyadari dan 
harus diakui banyak orang yang kini tanpa bermaksud buruk menggunakan istilah 
"Cina". tidaklah perlu untuk kita pertentangkan, akan tetapi atas surat edaran 
Kabinet Ampera No. SE.06/Pres.Kab/ 6/1967 tgl 28 Juni 1967, yang nyata-nyata 
mempunyai dampak dan pengaruh "menghasut" untuk membenci sebuah Negara Asing 
ataupun masyarakatnya ataupun yang mengenai siapa saja itu, dengan telah 
berakhirnya "Perang Dingin" serta makin menjadi jelasnya "duduk perkara" di 
sekitar soal itu, kami berpendapat betapa indahnya kalau Pemerintah menyadari 
bahwa sudah waktunya untuk secara resmi mencabut/membatalka n surat edaran itu.

Bagaimana selanjutnya kebijakan masyarakat dalam penggunaan istilah-istilah 
itu. Tidaklah perlu kita pertentangkan; terserah kepada pengertian dan itikad 
baik masing-masing pihak dengan memperhatikan semua hal-hal tersebut diatas.

Sekian, semoga bisa ada manfaatnya.

Eddie Lembong 
Yayasan NABIL (Nation Building)









      

Kirim email ke