Boleh saya ikut menambahkan, saya rasa kita harus memisahkan / membedakan Cina dan China (harap dibaca Cai-na dgn vokal a pada Cai yg jelas, bukan Ci-na tanpa vokal a pad Ci ) China (Cai-na) berasal dari bangsa Barat, yg artinya porselen / tembikar (Jalur Sutra), jadi jelas berbeda konotasi nya dgn Cina (bisa disetarakan dgn cerita Tembok Besar Dinasti Qin, dimana rakyat mengutuk raja / pemerintahannya dgn "Qin-na, Qin-na" (terdengar seperti Jin-na, Jin-na dan di Indonesia menjadi Cin-na, Cin-na. Ini seperti layaknya kata "Singkek" yg berasal dari kata "Xin-ge" = Tamu Baru, di Indonesia terdengar seperti Singkek-singkek. Hal ini masih juga berlangsung sampai sekarang, misal : Gong Xi Fa Cai, di Indonesia ada yg menulis Gong Xi Fa Choi, dll. Dari contoh diatas, Apakah kita harus menerima Singkek sbg hal yg benar ? Harus menerima Gong Xi Fa Choi ? dan harus menerima Cina (baca : Ci(tanpa a)-na atau Chi(baca Cai,dgn a yg jelas)-na ?
Kita saja akan marah bila bangsa Indonesia disebut / dipanggil sebagai bangsa Indon (oleh bangsa Malaysia, yg artinya kurang lebih sbg Budak), dan tetap ingin disebut Indonesia bukan Indon. --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ardian_c" <ardia...@...> wrote: > > org2 serikat jesuit waktu jaman ming itu beranggepan istilah china itu dari > kata dinasti qin, padahal waktu itu artinya adalah porselein or ya negara > penghasil porselein, sama kayak sebutan org yunani ama roma dulu sebut seres. > > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zhoufy@ wrote: > > > > China bukan berasal dari nama dinasti Qin, ini adalah kesalah pahaman > > belaka. Dinasti Qin berkuasanya hanya singkat, belum sempat mempopulerkan > > istilah Qin Ren spt halnya Tangren atau Hanrendan. Dan dlm bhs tionghoa, > > juga tdk lazim menambahkan akhiran a, yg ada adalah awalan a, spt a cai, a > > hok dll. > > > > Sent from my BlackBerry® > > powered by Sinyal Kuat INDOSAT > > > > -----Original Message----- > > From: Tjandra Ghozalli <ghozalli2002@> > > Date: Wed, 10 Mar 2010 22:52:27 > > To: <budaya_tionghua@yahoogroups.com> > > Subject: Re: [budaya_tionghua] Eddie Lembong: "Cina" dan "China": Tinjauan > > Historis dan Masalah > > > > Ada beberapa masukan atas tulisan bp Eddie Lembong; > > ad 1. Kata China berasal dari sebutan "orang dinasti Chin" dan seperti > > biasa dalam percakapan orang Tionghoa suka memberi kata hidup "a..." pada > > akhir kata nama. Jadi mereka menyebutnya "China.." Analogi dengan > > "tenglang" (Hokkian) atau "tongyin" (Khe) yang tidak lain "orang dinasti > > Tang / Tong" > > ad 7.Setahu saya laksamana madya adalah Sudomo bukan Sumitro > > Mohon maaf jika ada salah persepsi. RGDS.TG > > > > --- On Thu, 3/11/10, kwartanada <kwartanada@> wrote: > > > > > > From: kwartanada <kwartanada@> > > Subject: [budaya_tionghua] Eddie Lembong: "Cina" dan "China": Tinjauan > > Historis dan Masalah > > To: budaya_tionghua@yahoogroups.com > > Date: Thursday, March 11, 2010, 12:55 PM > > > > > >  > > > > > > > > Rekan2 yth, > > > > Rupanya hingga hari ini, pemakaian istilah "Cina", "China", "Tionghoa" > > masih menjadi perdebatan yg hangat. Tulisan di bawah ini berasal dari Bpk > > Drs Eddie Lembong, ketua pendiri Yayasan Nation Building (Nabil), yg > > disusun sebagai jawaban atas email sdr Dharma Hutahuruk. Barangkali ada > > baiknya dibagikan juga dimilis ini, dengan harapan akan membawa manfaat. > > Terimakasih dan salam > > Didi > > > > Istilah "Cina" dan "China": > > Tinjauan Historis dan Masalah Penggunaannya Dewasa Ini > > > > 1.Dalam teks pidato pengukuhan sebagai Guru Besar, tgl 15 Oktober 2008 hal. > > 2, Prof. Dr. A.M. Cecillia Hermina Sutami, pada catatan kaki ada dijelaskan > > bahwa kata "Cina" (Inggris : "China"), (Belanda : China/Chinees) , (Jerman > > : Chinesische) , (Perancis : Chinois) berasal dari bahasa Sansekerta yang > > berarti "Daerah yang sangat jauh". Kata "China" sudah berada di dalam buku > > Mahabharata sekitar 1400 th sebelum Masehi. > > > > 2.Menurut Prof. Wang Gungwu (dalam sebuah konferensi satu dua tahun yang > > lalu, yang saya hadir) pernah menegaskan bahwa orang-orang Tionghoa sendiri > > tidak mengenal apalagi menggunakan istilah "Cina/China" . > > > > 3.Istilah "Cina" atau yang mirip dengan itu di bawa/diperkenalkan oleh > > Bangsa-bangsa Barat yang mulai datang ke Nusantara sejak awal Abad ke 17. > > > > 4.Mula-mula masyarakat di Nusantara menggunakan istilah itu tanpa konotasi > > buruk. > > Tetapi dengan makin "berhasilnya" penerapan politik "Devide et Impera" oleh > > kolonialisme Belanda, hubungan Tionghoa-penduduk setempat yang dulunya > > selalu baik, berangsur-angsur memburuk. Dalam sentimen yg emosional, > > istilah "Cina" sering diucapkan dengan "Aksen" yang penuh rasa kebencian. > > > > 5.Di awal Abad 20, ± th 1920-an, koran Sin Po mempelopori penggunaan > > istilah "INDONESIA" sebagai ganti istilah "INLANDER" yang merendahkan bagi > > masyarakat Nederlands Indië. Kemudian ada semacam "gentleman agreement" > > antara para pemuka "Kaum Pergerakan" dengan Sin Po yang mewakili masyarakat > > Tionghoa, untuk tidak lagi menggunakan istilah "Cina" yang berkonotasi > > menghina/rasa kebencian itu, dan diganti dengan sebutan "Tionghoa" (lihat > > Memoar Ang Yan Goan: Tokoh Pers Tionghoa yang Peduli Pembangunan Bangsa > > Indonesia, 2009, h. 49). Itulah sebabnya pada semua dokumen-dokumen > > historis seperti UUD 1945 dll, semua menggunakan istilah "Tionghoa" dan > > bukan "Cina". > > > > 6.Pada masa sengit-sengitnya PERANG DINGIN, setelah terjadi peristiwa > > Gerakan 30 September, dalam seminar ke II AD di Bandung pada tanggal 25 s/d > > 31 Agustus 1966 diusulkan mengganti sebutan Tionghoa menjadi "Cina" dengan > > alasan "Demi memulihkan dan keseragaman penggunaan istilah dan bahasa yang > > dipakai secara umum diluar dan dalam negeri terhadap sebutan negara dan > > warganya, dan terutama menghilangkan rasa rendah-diri rakyat negeri kita, > > sekaligus juga untuk menghilangkan rasa superior segolongan warga negeri > > kita." yang dinyatakan oleh wakil panglima AD Panggabean dalam laporan > > kesimpulan Seminar pada Suharto â" pimpinan Kabinet. (sumber : Kong Yuan > > Zhi (sebutan "Tiongkok", "Tionghoa" dan "Cina") > > > > Hal ini kemudian dituangkan kedalam surat Edaran Presidium Kabinet Ampera > > No. SE.06/Pres.Kab/ 6/1967 tgl 28 Juni 1967. > > Menurut sumber intern yang mengetahui, sebenarnya maksud edaran ini hanya > > ditujukan/dialamatk an ke Negara RRT dan orang-orang Tionghoa Asing. Sedang > > untuk WNI keturunan Tionghoa, sebutan keturunan Tionghoa itu tetap > > dipertahankan, tidak diubah. Tapi karena tingginya emosi/sentimen setelah > > G30S, menggunakan istilah "Cina" meluber dan membanjiri kesemua > > orang-orang, termasuk WNI keturunan Tionghoa. > > > > 7.Menarik untuk dicatat/diketahui, bahwa dalam buku "KESATRIA BANGSA : > > Perjalanan Hati dan Karir Seorang Prajurit Laut" tulisan Laksamana Madya > > SUMITRO hal. 135 ada catatan sebagai berikut : > > > > "Bukankah merupakan perintah Allah SWT pula bahwa janganlah satu kaum > > mengolok-olok kaum yang lain karena boleh jadi mereka lebih baik, dan > > jangan pula kamu panggil memanggil dengan gelar yang buruk...... (Al Quran > > surat Al-Hujuurat- 11). Sepanjang pengetahuan saya tidak ada satu pun > > perkumpulan atau organisasi kelompok etnis Tionghoa di Indonesia ini > > menggunakan sebutan Cina, semua menggunakan sebutan Tionghoa. Ini > > menunjukkan bahwa saudara saya sebangsa dari etnis Tionghoa lebih memilih > > dan menyukai sebutan Tionghoa. Alangkah naifnya diri saya kalau merasakan > > dan mengetahui hal ini, masih juga saya menggunakan sebutan Cina. Saya > > tidak ingin menjadi naïf dalam hal apa pun, biarlah orang lain." > > > > Dengan memperhatikan semua hal-hal tersebut diatas, dan dengan menyadari > > dan harus diakui banyak orang yang kini tanpa bermaksud buruk menggunakan > > istilah "Cina". tidaklah perlu untuk kita pertentangkan, akan tetapi atas > > surat edaran Kabinet Ampera No. SE.06/Pres.Kab/ 6/1967 tgl 28 Juni 1967, > > yang nyata-nyata mempunyai dampak dan pengaruh "menghasut" untuk membenci > > sebuah Negara Asing ataupun masyarakatnya ataupun yang mengenai siapa saja > > itu, dengan telah berakhirnya "Perang Dingin" serta makin menjadi jelasnya > > "duduk perkara" di sekitar soal itu, kami berpendapat betapa indahnya kalau > > Pemerintah menyadari bahwa sudah waktunya untuk secara resmi > > mencabut/membatalka n surat edaran itu. > > > > Bagaimana selanjutnya kebijakan masyarakat dalam penggunaan istilah-istilah > > itu. Tidaklah perlu kita pertentangkan; terserah kepada pengertian dan > > itikad baik masing-masing pihak dengan memperhatikan semua hal-hal tersebut > > diatas. > > > > Sekian, semoga bisa ada manfaatnya. > > > > Eddie Lembong > > Yayasan NABIL (Nation Building) > > >