Analisa anda agak bias.

Orang hokian paling banyak di indonesia, benar. Orang hokian lebih dulu datang, 
juga benar. Dua hal inilah yg membuat bhs hokian mendominasi, bukan alasan 
profesi.

Zaman dulu, orang tionghoa kebanyakan adalah pedagang kecil, tdk seperti 
sekarang sbg pengusaha besar. Jadi tdk benar mengelompokkan pengusaha dan 
pedagang berdasarkan suku asal. yg berhasil menjadi profesional juga tdk 
banyak, dan yg profesional umumnya juga sudah holand spreken. Latar etnis tak 
terlalu berpengaruh lagi. Begitu juga, yg menjadi penulis maupun penerbit bisa 
dr berbagai kalangan/suku. Spt ouwyang pengkoen adalah orang hakka. Namun 
karena bhs hokian sudah duluan populer, yg lain ikutan saja.

Jika mau mengkaitkan profesi dng asal suku, lebih tepatnya begini:
Orang hokian kebanyakan usaha hasil bumi. Orang hakka usaha kelontong. Hokjia 
usaha tekstil, konghu meubel, hinhua sepeda, hubei tukang gigi. Berangkat dari 
jenis usaha kecil ini, kemudian hari baru bisa berkembang menjadi pengusaha 
besar. Hokian membuka kebun sawit dan mendirikan pabrik minyak goreng. Hakka 
membuka pabrik plastik dan alat rumah tangga. Hokjia membuka pabrik tekstil, 
hinhua menjadi dealer sepeda motor dsb dsb.
  
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-----Original Message-----
From: Tjandra Ghozalli <ghozalli2...@yahoo.com>
Date: Thu, 25 Mar 2010 21:51:42 
To: <budaya_tionghua@yahoogroups.com>
Subject: [budaya_tionghua] Re: (budaya_tionghua) ASAL OWE DARI MANA?


Dear member,
Istilah yang berasal dari suku Hokkian memang mempengaruhi bahasa Melayu, sebab 
suku Hokkian adalah suku Tionghoa yang terbesar (terbanyak) di Indonesia. 
Selain itu dahulu di negeri ini orang Tionghoa terkatagorikan sbb: Hokkian 
dikenal sebagai pebisnis, profesional (dokter, insinyur, ahli hukum dsb), 
penulis dan penerbit. Khe dikenal sebagai pedagang kelontong, Konghu dikenal 
sebagai pengusaha meubel, Hokcia dikenal sebagai pemilik restoran dan lain 
sebagainya. Redaksi SinPo, Star Weekly, Pancawarna, Panorama, Liberty, 
Perniagaan dll dipegang oleh orang Hokkian. Bahkan Si Put On tidak lain 
penjawantahan orang Hokkian peranakan yang sarat dengan istilah: owe, ne, ngko, 
nci, nso, ngku, ngkong, thiokong, juga istilah gosu, phoatang, ciacay, captun, 
gotun. Jadi oleh karena suku Hokkian memegang kendali penerbitan dan penulis 
novel maka istilah istilah Hokkian mudah mengalir ke masyarakat Tionghoa 
(termasuk non Hokkian) dan masyarakat non Tionghoa di
 Indonesia. Demikian penjelasan dari saya mengapa istilah atau penulisan nama 
bergaya Hokkian dipakai di Indonesia sejak zaman Belanda..  RGDS.TG


      

Kirim email ke