JANJI WIRANTO,AJUDAN SUHARTON?
27 mrt 2007,rebo

Dia pun memegang jabatan komando yang lengkap, 
mulai Pangdam, Pangkostrad, KSAD,
dan panglima TNI-Menhankam. 
Dia pernah menjadi ajudan Presiden Soeharto. Lalu,
menjadi Menko Polsoskam di era Presiden Abdurrahman Wahid.

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Komentaranku,
Apah enggak ada JENDRAL YANG BERSIH NURANINYAH?
Sakhingga kita perlu memilih AJUDAN SUHARTON?

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Hehehe,emang sungsah,

Milih wangkil rahayat, dalem nagari

Yang carut marut peninggalan Suharton.

Dimana DEMORALISASINYAH UDAH BERHASIL.

Apah lagih Wiranto didikan langsung SUHARTON.

Pigihmana kalian bisak percaya dengen Nuraninyah?

Dari awal kejatuhan SUHARTON, sakbenernyah

Wiranto udah KETAUKAN SAKBAGAE BEMPER CENDANAH.

Lah, enggak mungkinkah AGENDAH CENDANA PULAK

Yang di GULIRKEN OLEH WIRANTOH?

Jadi emang bener, JENDRAL CERDIK INIH,

PUNYAK PENGALAMAN SAKGUDANG,

Buat MENEPU BANGSANYAH, YANG KOPLOK BUKAN?

Jadi pilihlah WIRANTOH, mangka kalian akan ditepu lagih!!

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Selasa, 27 Mar 2007,



Janji Wiranto


Jenderal (pur)Wiranto yakin bahwa partai politik masih laku "dijual" 
untuk
mendapatan dukungan pemilih dalam pemilu. Dia, misalnya, dengan 
Partai Hati
Nurati Rakyat (Hanura) yang didirikannya, ingin menjadikan partai 
sebagai basis
kontribusi moral bagi akhlak berpolitik.

Padahal, pasar politik lesu darah belakangan ini justru karena 
mengalami
demoralisasi. Partai dijadikan alat mencari kekuasaan ekonomi 
politik semata
oleh para elite parpol justru tanpa lagi memedulikan moral politik.

Dapatkah Wiranto memulihkan citra partai politik? Masih terlalu dini
menjawabnya. Masih perlu ditunggu, apakah Hanura dalam perjalanannya 
ke depan,
ikut pemilu 2009 dan ikut pemilihan presiden 2009, dapat menepati 
janji
politiknya.

Dalam hal ini, Hanura bukan semata-mata sebagai kendaraan politik 
untuk meraih
kekuasaan, melainkan juga justru untuk membangun akhlak dan moral 
politik yang
rusak parah.

Masyarakat saat ini tengah berada dalam kondisi krisis kepercayaan 
yang buruk
terhadap partai politik. Tetapi, di sini lain tidak ada demokrasi 
tanpa partai
politik dan parlemen.

Dengan kata lain, sesungguhnya partai politik adalah tiang penyangga 
demokrasi.
Melalui partai politik, warga masyarakat menggunakan kebebasannya 
untuk memilih
kader-kader politik menjadi wakil-wakil mereka di parlemen.

Melalui partai politik, warga negara bebas berkompetisi memberikan 
suaranya
untuk menentukan masa depan negara dan bangsanya lewat parlemen.

Kebebasan memilih dalam pemilu merupakan saah satu ajaran demokrasi 
yang hakiki.
Karena itu, mustahil demokrasi dapat berjalan di rel yang benar 
tanpa partai
politik. Bahkan, ajaran demokrasi pun mensyaratkan partai politik 
harus lebih
dari satu dalam suatu negara agar menjamin pelaksanaan demokrasi yang
berkualitas.

Tetapi, dalam kenyataannya, ajaran-ajaran demokrasi tentang 
kebebasan memilih
dalam pemilu, multipartai, dan persamaan dalam menggunakan hak-hak 
politik tidak
cukup menjamin terwujudnya demokrasi.

Persyaratan-persyaratan demokrasi tersebut sering hanyalah tuntutan 
prosedural
belaka. Yang substansial tidaklah cukup hanya dikondisikan oleh
prosedur-prosedur formal.

Lalu, apakah persyaratan demokrasi yang substansial? Antara lain, 
fairness dan
moral berpolitik ketika berkompetisi dalam pemilu serta akhlak dan 
kejujuran
ketika memperjuangkan atau menggunakan partai politik sebagai alat 
meraih
kekuasaan.

Di sinilah janji Wiranto menemukan maknanya sehingga patut kita 
tunggu. Apakah
kelak janji itu ditepati atau ingkar, sama saja dengan kebanyakan 
kader dan para
pemimpin partai yang lain yang mengakibatkan kiprah partai mengalami
demoralisasi?

Wiranto adalah pemimpin politik yang tergolong komplet, dilihat dari 
karirnya
yang panjang. Dia salah seorang kader TNI terbaik. Dia menapaki 
karir dari
bawah, dari taruna, perwira, perwira menengah, sampai perwira tinggi.
Perjalanannya tergolong lancar.

Dia pun memegang jabatan komando yang lengkap, mulai Pangdam, 
Pangkostrad, KSAD,
dan panglima TNI-Menhankam. Dia pernah menjadi ajudan Presiden 
Soeharto. Lalu,
menjadi Menko Polsoskam di era Presiden Abdurrahman Wahid.

Oleh karena itu, masuk akal jika dia dengan partai Hanura-nya tidak 
lagi ingin
meraih jabatan-jabatan politik lain kecuali mungkin jabatan presiden.

Tugas Wiranto (melalui Hanura) seharusnya memang lebih banyak 
memperbaiki akhlak
dan moral politik. Sesuatu yang belakangan ini mengalami erosi luar 
biasa.
Ayo.... jenderal mulai


Reply via email to