Habibie Kembali Berbohong Demi Melindungi Jenderal2 Yang Salah !!!
Berita dari http://www.suaramerdeka.com/: Selasa, 27 Maret 2007 : 23.08 WIB KERUSUHAN DI TIMTIM DIPICU INGKAR JANJI KOFFI ANAN Mantan Presdien RI` BJ Habibie kepada Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia-Timor Leste mengatakan salah satu penyebab meletusnya kerusahan dan kekacauan di Timor Timur karena sikap sekjen PBB, Koffi Anan yang ingkar janji. Komentar Muskitawati: Yang melanggar janji itu adalah Indonesia sehingga memaksa Koffi Anan mengubah rencana yang sudah disepakati dalam soal pengamanan oleh ABRI. Berita dari http://www.suaramerdeka.com/: "Bapak Habibie kepada kami (KKP) mengatakan skala kerusuhan yang terjadi, misalnya dalam 100 bisa diminimalisir menjadi 10 andai kata Koffi Anan tidak ingkar janji," kata anggota KKP Prof. Dr Achmad Ali, di Jakarta, Selasa. Komentar Muskitawati: Kerusuhan akan mengambil korban 10x lebih banyak apabila Koffi Anan tidak cepat mengubah rencana kesepakatan sebelumnya. Berita dari http://www.suaramerdeka.com/: Dia mengatakan hal itu setelah melakukan dengar pendapat tertutup antara KKP dengan BJ Habibie terkait upaya komisi tersebut mengungkap kebenaran peristiwa kekerasan sebelum dan sesudah jajak pendapat tahun 1999 di Timor Timur. Komentar Muskitawati: Tujuan dengar pendapat secara tertutup tidak lain untuk menutupi keterlibatan Habibie dan jenderal2 yang melakukan pelanggaran kekerasan sebelum dan sesudah jajah pendapat tahun 1999 di Timor Timur. Berita dari http://www.suaramerdeka.com/: Ingkar janji yang dimaksud sebagaimana yang disampaikan Habibie kepada KKP adalah sikap Koffi Anan yang tiba-tiba mempercepat pengumuman hasil jajak pendapat yang awalnya disepakati 7 September 1999, dimajukan menjadi 4 September 1999. Komentar Muskitawati: Koffi Anan terpaksa memajukan pengumumannya menjadi 4 September setelah para pengawas PBB yang bertugas melihat sendiri rapat2 Milisi dijalanan yang menghimbau rakyat untuk melakukan aksi kekerasan pada tanggal pengumuman yang disepakati yaitu 7 September 1999 yang akan datang berupa aksi pembakaran, aksi pengejaran dan pembunuhan terhadap pengkhianat yang dianggap melanggar janji untuk mencoblos Indonesia tetapi malah mencoblos Negara Meredeka Timor Leste. Berita dari http://www.suaramerdeka.com/: "Habibie mengatakan PBB menawarkan agar pengumuman jajak pendapat pada tanggal 7 September dan sebelum tanggal tersebut diberlakukan darurat militer. Namun tiba-tiba tanggal 3 September malam, Koffi Anan menghubungi Habibie melalui saluran telepon dan menyatakan akan mempercepat pengumuman jajak pendapat pada tanggal 4 September," kata Ali. Komentar Muskitawati: Pada mulanya harapan dan kepercayaan Koffi Anan kepada pemerintah RI dan ABRI begitu besar, namun setelah terbukti RI kalah suara dalam referendum ternyata sikapnya berubah, darurat militer yang diharapkan agar ABRI membantu petugas PBB dalam mengamankan kemungkinan terjadinya kerusuhan, ternyata justru ABRI itulah yang mendorong pendukung2 milisi Indonesia untuk menimbulkan kerusuhan pada tanggal 7 September sehingga sewaktu Koffi Anan mendapatkan telepon interlokal emergency dari petugas2nya di Timor Leste, maka dengan sigap Koffi Anan dengan cepat memberi tahu Habibi tentang perubahan yang telah terjadi dilapangan. Dengan pemberitahuan Koffi Anan tsb, diharapkan agar Habibi membantu PBB dalam menguasai keadaan. Ternyata justru sebaliknya, pemberitahuan Koffi Anan dibocorkan kepada ABRI yang dengan ter-buru2 memundurkan juga rencana pembumi hangusan TimTim dan segera mengejar mereka yang diduga memilih opsi lepas dari RI untuk dibunuh dijalanan. Berita dari http://www.suaramerdeka.com/: Kepada KKP, Habibie juga mengatakan awalnya ia tidak setuju dilakukan darurat militer, melainkan menawarkan darurat sipil sebelum pengumuman hasil jajak pendapat tanggal 7 September 1999. Komentar Muskitawati: Tindakan Koffi Anan memang tepat, dengan adanya darurat militer kedok ABRI yang mengaku bertindak sebagai pengaman akan terbuka dan terbukti justru merupakan otak dan pelaku utama pembumi hangusan itu. Kalo dilakukan darurat sipil, maka pembumi hangusan yang terjadi bisa melepaskan tanggung jawab ABRI. Berita dari http://www.suaramerdeka.com/: Namun, saran itu tidak diterima Koffi Anan dan akhirnya mereka sepakat memberlakukan darurat militer sebelum tanggal 7 Sepetember. Komentar Muskitawati: Tujuan Koffi Anan justru bermaksud dengan melibatan tanggung jawab ABRI, paling tidak ada rasa malu dari para jenderal2 untuk sengaja meng-aduk2 TimTim yang keamanannya dipercayakan kepada mereka. Berita dari http://www.suaramerdeka.com/: "Pemberlakuan darurat militer itu adalah untuk meminimalisir bentrokan karena siapa pun yang menang dan yang kalah pasti akan berpotensi menimbulkan konflik," kata Ali. Komentar Muskitawati: Tujuan darurat militer bukan untuk meminimalisir melainkan untuk menggagalkan rencana militer yang sudah mempersiapkan para milisi untuk membumi hangus bumi TimTim. Karena yang berpotensi untuk menimbulkan konflik dan pengacauan hanyalah milisi yang dipersenjatai oleh ABRI sedangkan rakyat jelata yang mendambakan kemerdekaannya justru takut terhadap penguasa yang syah waktu itu yaitu ABRI. Jadi tidak benar bahwa pihak yang menang suara dalam voting itu punya potensi untuk melakukan konflik karena mereka justru sudah berbahagia dengan kemenangan itu sendiri sehingga mereka mengharapkan perdamaian akan segera terwujud dengan keluarnya ABRI dengan damai tanpa perlu konflik lagi. Berita dari http://www.suaramerdeka.com/: Lebih lanjut, Ali mengatakan pernyataan Habibie tentang ingkar janji Koffi Anan tersebut adalah temuan yang menarik karena hal ini belum pernah terbuka secara luas kepada publik. Komentar Muskitawati: Itu sih bukan temuan, melainkan cari2 kambing hitam yang jelas tujuannya yaitu ingin memindahkan tanggung jawabnya kepada Koffi Anan yang justru telah membuktikan dirinya benar2 mengabdi kepada HAM sesuai dengan jabatannya memimpin dunia tanpa berpihak. Mungkin temuan ini menarik mereka yang bersalah, dan sama sekali tidak menarik siapapun juga yang diluar Indonesia yang sudah lebih berpengalaman menghadapi cara2 seperti yang dilakukan RI dengan para jenderal2nya. Berita dari http://www.suaramerdeka.com/: Sementara itu, terkait pembumihangusan Timor Timur pascajajak pendapat, Habibie menegaskan bahwa tidak pernah ada kebijakan pemerintah Indonesia untuk hal itu. Komentar Muskitawati: Habibie benar dalam hal ini, karena kebijaksanaan seperti ini diatur oleh para Jenderal dilapangan sementara Habibie cukup memberi masukan atau info kepada para Jenderal yang merencanakan pembumi hangusan ini. Habibie hanya diharapkan oleh para Jenderal itu untuk membocorkan rencana atau jadwal tanggal berapa atau rencana apa yang akan dilakukan para petugas PBB pasca jajak pendapat. Berita dari http://www.suaramerdeka.com/: Dalam dengar pendapat yang selama berlangsung dua jam di Habibie Centre pada pukul 10.00 WIB hingga 12.00 WIB, Habibie mendapat lima pertanyaan. Salah satu pertanyaan di antaranya tentang kebijakan pembumihangusan Timor-Timur pasca jajak pendapat. Komentar Muskitawati: Kelima pertanyaan itu tentunya harus direkayasa sedemikian rupa sehingga bisa disimpulkan se-olah2 kerusuhan itu terjadi akibat kesalahan Koffi Anan. Tapi sudah jelas, cara berpikir orang diluar Indonesia jauh lebih maju, jauh lebih berpengalaman, tak mungkin gampang2 dibohongi meskipun tidak menyaksikannya dengan mata kepala sendiri. Organisasi sebesar PBB yang dipimpin ketuanya Koffi Anan waktu itu merupakan system management yang jauh lebih baik daripada yang di Indonesia sehingga rekayasa penipuan maupun pemutar balikkan realitas dilapangan dengan mudah bisa diketahui hanya dengan menganalisa isi laporan dari para petugas dilapangan. Berita dari http://www.suaramerdeka.com/: Mengenai kebijakan opsi II, Habibibie kepada para anggota KKP menyatakan tidak menyesal. Ia meyakini opsi II yakni menolak otonomi khusus adalah benar. Komentar Muskitawati: Memang opsi itu tidak bisa disesalkan oleh Habibie, karena datangnya justru dari para jenderal yang jadi penasihatnya bahwa dari simulasi jajak pendapat sebelumnya bisa dibuktikan bahwa 80% rakyat TimTim memilih untuk tetap menjadi bagian Indonesia sehingga tak perlu memikirkan otonomi untuk cari gara2. Meskipun pada akhirnya terbukti hasil simulasi yang dilakukan pihak ABRI 100% salah, karena para jenderal ABRI dari sejak di AKMIL tidak pernah mempelajari statistik dan juga kemampuan matematika seluruh jajaran ABRI sangatlah rendahnya, hal ini disebabkan pendidikan AKMIL di Indonesia menitik beratkan cara2 repressive dengan kekerasan yang perlu dilatih dalam penguasaan lapangan. Kalo anda sempat belajar di AKMIL, maka setiap hari anda mendengar semboyan para pelatih disana bahwa meskipun bodoh sebagai anggauta ABRI kita harus tampak se-olah2 pintar, meskipun sebagai anggauta ABRI kita kurang tahu harus bersikap se-olah2 tahu semuanya. Tujuannya adalah melatih setiap calon Jenderal untuk bisa berwibawa dimata masyarakat agar mendapatkan kepercayaan meskipun para jenderal itu sendiri tidak mempercayai apa yang dilakukannya itu benar atau salah. Demikianlah komentar saya Ny. Muslim binti Muskitawati dalam menyadarkan masyarakat bahwa berbohong didunia Internasional merupakan hal yang sangat tercela dan bodoh karena menganggap orang yang lebih pandai dari kita sebagai orang2 bodoh padahal dirinya itulah yang paling bodoh. Selebihnya anda boleh baca sendiri lanjutannya dibawah ini karena sandiwara KKP ini terkait untuk mengelabui dunia luar agar RI bisa berhasil melepaskan tekanan2 berupa sanksi ekonomi yang telah lama dilakukan dunia Internasional secara terbatas. Ny. Muslim binti Muskitawati. Berita dari http://www.suaramerdeka.com/: Habibie merupakan salah satu dari 18 narasumber yang dimintai pendapat dan keterangan oleh KKP terkait upaya mengungkap kebenaran akhir peristiwa kekerasan sebelum dan pasca jajak pendapat di Timor Timur. Ketua Bersama KKP, Benyamin Mangkoedilaga mengatakan kesaksian dan keterangan dari Habibie diharapkan akan memberikan pemahaman lebih utuh mengenai berbagai kebijakan yang diambil pada saat itu. KKP dibentuk atas kesepakatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Timor Leste Xanana Gosmao 11 Agustus 2005 yang bertujuan yang memperkuat persahabatan dan hubungan baik kedua negara di masa mendatang. Komisi ini terdiri dari 10 anggota, masing-masing lima orang dari Indoensia dan lima orang dari Timor Leste. KKP mengagendakan lima kali dengar pendapat untuk mengungkap kebenaran akhir dan memperkokoh persahabatan. Kegiatan pertama digelar di Denpasar 19-20 Pebruari, menyusul kegiatan kedua pada 26-30 Maret 2007 di Jakarta. Pada dengar pendapat I dihadirkan antara lain mantan Menteri Luar Negeri Ali Alatas dan Duta Besar Indonesia untuk Portugal Fransisco Lopez da Cruz. Dengar pendapat KKP kedua ini menghadirkan mantan Presiden BJ Habibie, Uskup Carlos Felipe Belo, Mayjen TNI (Pur) Zacky Anwar Makarim, Mayjen TNI (Pur) Adam Damiri, Mayjen TNI Suhartono Suratman, Galuh Wandita, Domingos Soares, Mateus Maia, Edmundo Conceicao, Martinho Fernandes, Eurico Guterres, Jose Afat, Sera Malik, Joanica Belo, Esmeralda Dos Santos, Nonato Soares, Adelino Brito dan Fares Da Costa. Mereka adalah sebagian tokoh pelaku sejarah, mantan pejabat pemerintahan baik sipil dan TNI yang saat itu bertugas di Timor Timur, para aktivis kelompok pro-otonomi, wakil korban, saksi, serta dari pengamat yang pada periode tersebut bertugas di Timor Timur. Dalam dengar pendapat ini, Habibie diminta keterangan secara tertutup atas permintaannya, sementara 17 narasumber lainnya bersedia memberi keterangan secara terbuka.