Refleksi:  Kaum kolonial Belanda saja tidak memunggut uang bangunan dari murid 
sekolah, tetepi negara yang katanya keluar dari belunggu penjajahan dengan 
revolusi 6 jam di Jokja menjalankan pemungutan. Agaknya sistem uang bangunan 
ini unik di dunia dan patent NKRI . Pikir punya pikir agaknya uang bangunan ini 
 dijiplak dari sistem upeti kerajaan Mojopahit. Tidak mengherankan bila 
kemajuan NKRI berada di alam neo-Mojopahit.  


http://www.balipost.com/balipostcetak/2007/5/28/b6.htm


WARUNG GLOBAL---------
Uang Bangunan Dipungut, Gedung SD Tetap Rusak  
SULIT dibayangkan proses belajar-mengajar akan berjalan dengan baik jika gedung 
sekolah dalam kondisi rusak. Di Kabupaten Badung yang katanya PAD-nya tinggi, 
ternyata masih ada gedung SD yang rusak. Sedikitnya ada 92 gedung SD yang perlu 
direhab. Untuk memperbaiki mestinya tidak harus menunggu kondisi gedung semakin 
rusak, padahal dana setiap penerimaan siswa baru, seperti uang bangunan masih 
tetap dipungut. Ke mana dana itu? Paling tidak setiap tahun diadakan perbaikan 
sekolah sehingga tak menunggu kondisi gedung sampai parah. Tentu saja hal ini 
tidak perlu debat kusir yang panjang, yang penting rencana ini segera terwujud 
tanpa halangan apa pun. Itulah salah satu opini dan saran yang muncul dalam 
acara Warung Global, Sabtu (26/5) kemarin yang disiarkan Radio Global FM Bali. 
Berikut rangkumannya.

======================================================



Walek di Gelogor menilai rencana ini sangat bagus ketimbang anggota Dewan 
mengalokasikan dananya untuk beli mobil dinas (mobdin) yang mewah. Lebih baik 
alokasikan anggaran untuk memperbaiki sistem pendidikan. Kalau bisa gedung SD 
baru ditambah lagi mengingat di suatu wilayah banyak anak didik yang bersekolah 
ke luar wilayah sangat jauh, apalagi kondisi sekolah rusak sangat menyedihkan. 
Ia meminta hal ini dikaji kembali. 

Jujur di Sanglah menambahkan, gedung SD yang bagus dengan fasilitas yang 
memadai merupakan harapan kita bersama sebagai masyarakat dan orangtua siswa. 
Namun tergantung kebijakan yang di atas saja. Kalau memang benar adanya tentu 
saja ini merupakan kabar gembira juga bagi para pencetus ide khusunya 
legislatif, sehingga berita miring tentang anggota Dewan dapat dialihkan. 
Selain itu, perlu dipertimbangkan untuk anak didik yang melebihi kapasitas 
kelas. Satu kelas agar diberi patokan jumlah maksimal agar proses 
belajar-mengajar dapat berjalan dengan lancar. Dan, yang terpenting masyarakat 
menunggu bukti, bukan wacana dan janji.

Senada dengan hal itu, Mursi di Denpasar mengatakan, masalah pendidikan memang 
dilema, di satu sisi ada sekolah yang gedungnya bagus, dan di sisi lain ada 
sekolah yang kondisinya menyedihkan temboknya keropos, bahkan bukan hanya di 
bagung saja. Ia menambahkan, kondisi gedung SD sampai ke pelosok desa di 
seluruh Bali juga harus mendapat perbaikan sama. Sehingga proses 
belajar-mengajar jadi lebih baik dan anak didik kita menjadi tambah pintar di 
kemudian hari.

Menurut Gede Biyasa di Denpasar, pemerintah daerah tak semestinya menunggu 
gedungnya sampai rusak. Padahal selama ini pihak sekolah selalu memungut uang 
bangunan kepada siswanya, lalu ke mana larinya uang itu? Paling tidak setiap 
tahun bisa dilakukan perehaban gedung. Jika sekolah dalam kondisi rusak tentu 
saja yang paling pertama kena dampak negatifnya adalah siswa itu sendiri akan 
sulit menerima pelajaran dan akan menghambat kemajuan prestasinya.

Nang Chekov di Payangan menyatakan hal ini juga sebagai pembelajaran bagi 
pemegang kebijakan di atas. Seyogianya pendidikan mendapat perhatian serius 
dari pemerintah. Kini pendidikan terkesan ditelantarkan. Sebab, yang dikerjakan 
pemerintah dan legislatif malah yang tidak penting. Sehingga perlu konsentrasi 
penuh untuk benahi sistem pendidikan. Jangan hiraukan yang lain, utamakan dulu 
untuk kemajuan pendidikan kita.

Ngurah setyawan di Mas Ubud lebih mengutamakan kepada kontrol pengerjaan gedung 
ini. Jika Dewan sudah setuju, lalu birokrasi yang ada di bawahnya juga harus 
mendukung dan saling berkomunikasi. Tentu saja banyak masalah pendidikan yang 
mesti dibenahi.

Adnyana di Pedungan mengusulkan mumpung kondisi cuaca cerah sebaiknya segera 
dikerjakan, jangan lantaran hujan turun pengerjaan jadi batal. Dan, jangan 
menunggu kondisi menjadi lebih parah lagi. Masalah pendidikan yang lain perlu 
dibenahi, jika yang satu ini sukses, tentu Wajar 9 tahun juga harus sukses. 

Lain halnya di Negara, Nengah Arta menilai masalah dunia pendidikan dianggapnya 
masalah klasik. Artinya, harus diikuti oleh yang ada di bawahnya, jangan 
ditunda lagi menunggu yang lebih parah lagi. Semua pihak baik dari Pemprop Bali 
dan semua pihak harus mendukung pelaksanaan ini, jangan hanya janji, buktikan. 

Ia mengatakan ternyata Badung dengan PAD yang tinggi masih ada sekolah yang 
rusak. Terlepas dari tinggi atau tidaknya PAD semua itu tergantung dari 
kebijakan pemimpin untuk mengelola daerahnya. Sebenarnya banyak masalah 
pendidikan yang terajadi di lapangan perlu penanganan segera.

Narawijaya di Abiansemal mengingatkan agar rutin disosialisasikan ke masyarakat 
berapa anggaran dan sisa anggaran yang digunakan dalam pengerjaan proyek. 

Sangging di Kemenuh setuju dengan langkah ini, sudah ada usaha dari Pemkab 
Badung untuk memperbaiki. Mengenai perehaban mes, ia pikir mubazir. Di 
wilayahnya sendiri, Gianyar, banyak mes guru yang terbengkalai alias tidak 
ditempati oleh guru karena jarak rumah dan sekolah sudah dekat, lebih baik 
alokasikan untuk pengadaan buku-buku pelajaran.

Bonbet di Tabanan juga mengingatkan proyek ini jangan diproyeksi dalam arti 
harus adil dengan melakukan tender dan kontrol jangan kendor. Sementara Agung 
Putra di Denpasar menilai di zaman sekarang susah sekali menenderkan proyek, 
paling tidak kebijakan yang diambil harus memihak kepada semua pihak. * sikha


[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to