RADAR SORONG
Sabtu 26  Mei 2007 

Amien Rais Siapkan Kartu AS
**Yakin Jika Dibuka Pasti Gempar



SLEMAN - Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menyudutkan 
Amien Rais terkait masalah dana nonbujeter dari Departemen Kelautan dan 
Perikanan (DKP), tidak ditanggapi calon presiden ini. Malahan, mantan Ketua MPR 
itu bertekad untuk tetap membongkar masalah dana pemilihan umum lainnya selain 
DKP.

Menurut Amien, dirinya sudah memiliki data-data untuk mengungkap masalah itu. 
Amien tinggal menunggu waktu yang tepat untuk membukanya. ''Saya tidak akan 
berkelit atau lari. Saya malah mengajak semua elemen bangsa ini untuk 
bersama-sama membuka," kata Amien, ketika ditemui wartawan di kediamannya, 
Pandeansari, Sleman, kemarin.

Menurut mantan Ketua Umum DPP PAN itu, dirinya tidak hanya membuka masalah dana 
dari DKP semata. Namun aliran dana-dana yang menyangkut pemilihan presiden yang 
lalu juga bakal dibeber habis guru besar UGM itu. ''Bukan hanya masalah dana 
DKP, tetapi juga masalah dana capres yang banyak misterinya, juga dibuka," 
terang Amien.

Sayangnya, Amien enggan merinci kapan waktu yang tepat untuk membeberkan 
masalah itu. ''Saya belum bisa memberitahu, tetapi saya yakin jika dibuka akan 
sangat menggemparkan," tandasnya.

Sebenarnya, lanjut Amien, terkait masalah dana DKP ada alternatif 
penyelesaiannya. Pertama, membiarkan masalah ini berlalu begitu saja. Kedua, 
meminta kejujuran semua pihak, terutama yang menerima dana, dan diproses di 
pengadilan dengan adil.

Dikatakan, jika nanti dirinya membeberkan masalah dana pemilihan presiden, 
Amien meminta pihak terkait untuk ikut serta. Panwaslu maupun Komisi Pemilihan 
Umum (KPU) juga dilibatkan. ''Kalau maunya buka-bukaan, berarti ini tanda dari 
Tuhan, maka saya akan minta dari Panwaslu untuk bertemu kembali. Kemudian KPU 
dihadirkan, kemudian akan saya menyampaikan sebuah pernyataan. Intinya, ada 
pasangan capres dan cawapres yang menerima sumbangan dari perusahaan, itu 
fiktif. Nanti akan ada alamat dan namanya," ujar Amien.

Sementara itu, secara terpisah Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Dr 
Deny Indrayana SH mengatakan, kesaksian mantan Menteri Kelautan dan Perikanan 
Rokhmin Dahuri bisa menjadi alat bukti pengusutan dugaan korupsi oleh aparat 
penegak hukum. Sebab, keterangan Rokhmin disampaikan dalam majelis persidangan.

''Ini bukan delik aduan. Nggak perlu menunggu laporan masyarakat. Jadi, aparat 
penegak hukum bisa langsung menindaklanjutinya," ujar Deny kepada wartawan di 
kantornya, kemarin.

Hal ini, lanjut Denny, sesuai dengan Pasal 84 KUHP. Dalam pasal ini dijelaskan 
keterangan yang disampaikan di depan pengadilan sudah menjadi alat bukti yang 
sah. "Dan saya harap narasumbernya dilindungi," pintanya. Hanya, untuk 
pengusutan kasus ini harus ada koordinasi dan kerjasama antara kejaksaan, KPK 
dan polisi. ''Jangan seperti yang sudah-sudah. Saling lempar tanggung jawab, 
akhirnya kasusnya justru menggantung," tukasnya.

Namun, Deny pesimistis kelanjutan pengusutan kasus ini. Sebab, hampir semua 
calon presiden dan tim sukses menerima aliran dana. "Saya khawatir Kejagung 
akan mengunakan hak oportunitisnya yakni mengesampingkan perkara dengan alasan 
kepentingan umum, karena yang menerima aliran dana ini mendapat kedudukan di 
pemerintahan," tuturnya.

Deny juga menyebut tindakan Rokhmin membagi-bagikan uang merupakan tindakan 
cukongisasi korupsi. Ia mengibaratkan, sebelum pemilu Rokhmin menanamkan saham 
pada capres dengan harapan mendapatkan deviden politik berupa keuntungan saat 
menjabat, seperti kompensasi, proyek dan jabatan.

''Tindakan ini lazim dilakukan para mafia politik. Bahkan, sudah sampai keluar 
negeri," katanya sambil mencontohkan James Riyadi yang memberikan dana kampanye 
ke Bill Clinton saat pemilihan presiden AS beberapa waktu lalu.

Ia juga menegaskan jika terbukti para capres menerima uang kampanye, hal ini 
merupakan kabar buruk bagi bangsa Indonesia. Sebab, pelaksanaan pilpres tahun 
2004 berasal dari black market funding. "Ini semakin menambah buruk kabar 
rakyat," tukasnya.

Sedang terkait tindakan Rochmin membagikan uang pada capres, Deni mengatakan 
ada dua aturan hokum yang dilanggar. Yakni, UU nomor 15/2002 yang dirubah UU 
nomor 25/2003 tentang tidak pidana pencucian uang dan UU nomor 31 tahun 1999 
tentang tindak pidana korupsi. tindak pidana korupsi. "Apa yang dilakukan 
Rochmin melanggar pasal 6 UU tindak pencucian uang dan pasal 2 ayat 1 UU tindak 
pidana korupsi. Pelanggaran ini bisa diancam dengan hukuman minimal 5 tahun," 
tukasnya.

Bahkan, jika memang terbukti SBY-JK ikut menerima dana ini, maka bisa dilakukan 
pemakzulan (impeachmen articles) terhadap keduanya

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to