KOMPAS Selasa, 05 Juni 2007 Masalah Tanah Perlawanan Rakyat, Cermin Kesulitan Hidup
Jakarta, Kompas - Kuatnya perlawanan terhadap kebijakan pemerintah dan praktik yang secara langsung mengancam nasib rakyat merupakan cermin tekanan dan kesulitan hidup rakyat yang hampir melewati batas toleransi. Kesulitan hidup ini telah memosisikan rakyat pada pilihan sulit, harus bertarung antara hidup atau mati. Hal ini disampaikan Koordinator Masyarakat Profesional Madani Ismed Hasan Putro di Jakarta, Minggu (3/6). "Peristiwa penembakan rakyat sipil di Pasuruan, Jawa Timur, lumpur Lapindo yang tidak tertangani, dan konflik pertanahan di Meruya Selatan memperlihatkan betapa pemerintah tidak cukup andal dalam mengelola negara," ujarnya. Peristiwa-peristiwa ini, menurut Ismed, hendaknya menyadarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk bertindak cepat dan tepat. Tindakan ini diperlukan untuk mengatasi kegamangan dan ketidakpuasan sosial yang dirasakan rakyat. "Beratnya kesulitan hidup dan kemiskinan telah menjadi bahaya laten yang mengepung rakyat. Mestinya segera menjadi prioritas perhatian Presiden Yudhoyono agar tidak terjadi gejolak dan anarki sosial yang bersifat masif dan massal," ujarnya. Menurut Ismed, kekeliruan dan keterlambatan bertindak akan berimplikasi pada meningkatnya rasa kecewa dan frustrasi sosial dalam masyarakat yang merasa dikorban oleh kebijakan pemerintah, seperti kebijakan diskriminatif bagi korban lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Direktur Eksekutif Propatria Hari T Prihartono menilai sudah saatnya pemerintah memikirkan suatu kebijakan yang memungkinkan adanya relokasi area fasilitas latihan militer yang selama ini dimiliki ketiga matra angkatan TNI ke dalam satu kawasan bersama. Kebijakan seperti itu dinilai sangat menguntungkan pemerintah sendiri karena akan sangat membantu dalam upaya membangun sistem pertahanan terintegrasi. (DWA/MA [Non-text portions of this message have been removed]