REFLEKSI:  Apa yang akan terjadi bila dalam 10 minggu tidak diselesaikan ganti 
rugi? 

Sebagai presiden yang langsung  dipilih oleh rakyat seharusnya bertemu langsung 
dengan rakyat yang menderita, tetapi apa mau dikatakan bila beliau tidak mau 
bertemu dan hanya melihat dari jauh. Gambaran yang diberikan menunjukkan bahwa 
SBY keliru dipilih oleh rakyat lapisan bawah.   

Berhubung Pemilu tahun depat sudah mulai dihangati dengan berbagai desa-desus 
dan aktor-aktornya maka barangkali juga tidak keliru diajukan pertanyaan apakah 
akan ada petinggi negara yang benar-benar  memperjuangkan aspirasi dan  
tuntutan kebutuhan rakyat dalam perbaikan tingkat hidup serta mengkokohkan 
hak-hak demokratis berazasskan HAM  sebagai  hasil Pemilu  yang akan datang? 


KOMPAS
Rabu, 27 Juni 2007

 
Korban Lumpur Panas Kecewa 
Presiden Beri Waktu 10 Minggu untuk Menyelesaikan Ganti Rugi





Sidoarjo, Kompas - Korban lumpur panas di Sidoarjo kecewa karena Presiden 
Susilo Bambang Yudhoyono tidak bertemu langsung dengan para pengungsi di Pasar 
Baru Porong, Selasa (26/6). 

Warga menutup bekas Jalan Tol Surabaya-Gempol yang merupakan akses truk berisi 
pasir dan batu untuk memperkuat tanggul. Di Pasar Baru Porong, sejumlah 
pengungsi dari Desa Renokenongo yang menolak menerima uang kontrak Rp 5 juta 
untuk dua tahun berunjuk rasa di pasar. 

Warga menggelar berbagai spanduk yang bertuliskan kekecewaan mereka karena 
tidak dapat berkeluh kesah secara langsung dengan Presiden Yudhoyono mengenai 
penderitaan pengungsi. Sebelumnya, mereka mendengar kabar, Presiden berencana 
berdialog langsung dengan para pengungsi. 

Salah seorang warga Renokenongo, Pitanto, mengatakan, banyak hal yang ingin 
diungkapkan oleh warga kepada Presiden, terkait dengan lambannya proses ganti 
rugi yang diberikan PT Minarak Lapindo Jaya. 

"Kami minta Presiden datang ke sini (pengungsian) dan melihat langsung 
kenyataan, jangan hanya melihat dari helikopter," ujar Pitanto. 

Sebenarnya, Presiden Yudhoyono hari Minggu lalu sudah mendengar keluh kesah 
para wakil korban lumpur Lapindo di kediamannya di Cikeas, Bogor. Setelah 
bertemu dengan korban, Presiden memutuskan ke Surabaya dan berkantor di sana 
selama tiga hari. 

Namun, Pitanto menegaskan, mendengar keluhan wakil korban saja tidak cukup 
karena apa yang mereka sampaikan belum bisa menggambarkan dengan jelas situasi 
sebenarnya di Pasar Baru Porong. Ia mengatakan, para pengungsi sudah lelah 
mendengar janji pemerintah dan Lapindo Brantas Inc untuk secepatnya membayar 
ganti rugi kepada para pengungsi. 

Ekspresi kekecewaan warga tak hanya ditumpahkan di Pasar Baru Porong. Sebagian 
warga Desa Besuki, Kecamatan Jabon, juga berunjuk rasa di bekas Jalan Tol 
Surabaya-Gempol. Mereka menutup akses bekas jalan tol itu dan hanya 
memperbolehkan kendaraan pribadi, sepeda motor, dan kendaraan besar yang tidak 
berhubungan dengan kegiatan penguatan tanggul. Warga memblokir jalan tol 
sekitar tiga jam sejak pukul 12.00. Akibatnya, belasan truk yang hendak ke 
pusat pusat semburan terhenti. Warga juga membagi-bagikan stiker, yang berisi 
pesan agar Lapindo membayar ganti rugi. 

Humas Tim Pelaksana Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Achmad 
Zulkarnaen mengatakan, agar bisa menguatkan tanggul, truk diarahkan lewat Jalan 
Raya Porong dan menuju ke pusat semburan melalui Desa Siring. "Akibat penutupan 
ini, peninggian tanggul di Desa Renokenongo hingga Perumtas terhenti karena 
jalan tol ini menjadi satu-satunya akses, tapi untuk tanggul lainnya tidak 
masalah," ujar Zulkarnaen. 

Beri waktu 10 minggu 

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, semalam, memerintahkan pencairan uang muka 
ganti rugi tanah dan bangunan yang terendam lumpur Lapindo dipercepat. Presiden 
memberikan batas waktu sepuluh minggu uang muka ganti rugi harus sudah 
diperoleh semua korban lumpur. 

Hal itu merupakan satu dari beberapa hal yang diperintahkan Presiden kepada 
BPLS, pemerintah daerah, dan manajemen Lapindo Brantas Inc di Wisma Perwira, 
Pangkalan Udara TNI AL, Sidoarjo, Selasa. 

Presiden mengungkapkan hal itu dalam konferensi pers setelah rapat selama dua 
hari dengan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, manajemen Lapindo Brantas Inc, Dewan 
Pengarah BPLS, dan Badan Pelaksana BPLS. 

Percepatan pencairan uang muka itu akan ditunjukkan dengan penyelesaian semua 
bidang yang telah diverifikasi oleh Tim Nasional Penanggulangan Lumpur di 
Sidoarjo dan telah masuk ke PT Minarak Lapindo Jaya tetapi belum direalisasikan 
pencairan uang mukanya. 

Dari 522 bidang yang telah diverifikasi Tim Nasional, sebanyak 359 bidang telah 
dicairkan uang muka ganti ruginya sebesar 20 persen dari total ganti rugi. 
Adapun 163 bidang lainnya akan dicairkan hari ini. 

Setelah bidang-bidang itu diselesaikan pencairan uang muka ganti ruginya, 
Presiden memerintahkan agar dalam sepuluh minggu selanjutnya atau dari 1 Juli 
2007 sampai dengan 14 September 2007, semua korban lumpur harus sudah menerima 
uang muka ganti rugi. Dalam waktu satu minggu harus ada bidang tanah atau 
bangunan milik 1.000 keluarga yang diganti rugi. 

Untuk mencapai hal itu dan agar tidak ada kendala dana, Presiden memerintahkan 
Lapindo Brantas Inc memasukkan dana sebesar Rp 100 miliar ke escrow account 
(atas nama joint BPLS dan Lapindo) setiap minggu. Adapun sisa ganti rugi 
sebesar 80 persen dari total ganti rugi akan diberikan satu bulan sebelum masa 
kontrakan habis. 

Pemimpin Lapindo Brantas Inc Nirwan Bakrie mengatakan Lapindo akan mengikuti 
arahan Presiden dan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007. "Dalam rapat dua 
hari ini kami telah melihat apa yang harus diperbaiki, dan kami akan perbaiki 
dan kemudian mengikuti Perpres No 14/2007," kata Nirwan. 

Dengan adanya kesanggupan dan komitmen dari Lapindo Brantas Inc ini, Presiden 
mengatakan rencana pengalokasian dana talangan pada Anggaran Pendapatan dan 
Belanja Negara Perubahan untuk pencairan ganti rugi korban lumpur tidak 
diperlukan lagi. Namun, Presiden dalam kesempatan itu tidak menyebutkan sanksi 
apa yang akan diberikan kepada Lapindo jika dalam waktu 10 minggu pemberian 
ganti rugi itu tidak dapat diselesaikan. 

Persyaratan administrasi 

Lumpur panas di Sidoarjo yang meluap setahun lebih menyisakan banyak masalah. 
Penanganan permasalahan di berbagai sektor seolah jalan di tempat. Jangankan 
upaya penghentian semburan dan pengaliran lumpur ke Sungai Porong, masalah 
sosial terkait ganti rugi jauh dari tuntas. 

Masalah pelik terutama menyangkut pembayaran ganti rugi kepada korban lumpur. 
Persyaratan administrasi yang lengkap membuat korban nyaris putus asa. Hingga 
kini PT Minarak Lapindo Jaya baru membayar tak lebih dari 400 bidang tanah dari 
belasan ribu bidang yang ada di empat desa yang terendam lumpur, yakni Desa 
Siring, Jatirejo, Kedungbendo, dan Renokenongo. 

Dampak lumpur terhadap kondisi perekonomian yang lumpuh juga tidaklah kecil. 
Wakil Ketua Kadin Jatim Shahputra mengatakan, selama semburan lumpur Lapindo di 
Porong, kerugian mencapai Rp 3,5 triliun. Kerugian itu dialami pengusaha 
berbagai sektor, terutama yang berorientasi ekspor. 

Kedatangan ratusan warga korban lumpur Lapindo ke Jakarta disambut anggota DPR. 
Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Permadi, 
bahkan turut berorasi di tengah-tengah warga. Permadi menekankan, tidak ada 
gunanya Presiden Yudhoyono berkantor di Porong. 

Wakil Presiden Jusuf Kalla yang kemarin berada di Lido, Sukabumi, menyatakan, 
Presiden Yudhoyono sedang mengadakan rapat untuk membahas rencana alternatif 
untuk memberikan dana talangan kepada Lapindo Brantas Inc, yang bertanggung 
jawab untuk memberikan ganti rugi kepada ribuan warga korban semburan lumpur 
panas di Sidoarjo. (AB8/APA/ETA/NEL/ SUT/INU


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke