http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/072007/02/0101.htm


Bendera "Bintang Kejora" Sempat Dikibarkan di Jayapura
BIN Keberatan Disalahkan 
JAKARTA, (PR).-
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Syamsir Siregar menyayangkan pernyataan 
Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto tentang kasus penyusupan kelompok separatis 
Republik Maluku Selatan (RMS) dalam peringatan Hari Keluarga Nasional 
(Harganas). Menurut Syamsir, BIN sudah bekerja secara maksimal.

"Tersenyum dan menyayangkan pernyataan Panglima TNI. Itulah ekspresi Pak 
Syamsir saat mendengar pernyataan Panglima TNI," kata Staf Khusus Kepala BIN 
Janzi Sofyan, dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu (1/7).

Diungkapkan, temuan BIN mengenai rencana aksi pendukung RMS itu sebelumnya 
telah dipaparkan dalam rapat internal bersama Pangdam XVI/Pattimura Mayjen TNI 
Sudarmaidy Soebandi, Kapolda Maluku Brigjen Pol. Gatot Guntur Setiawan sebelum 
kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Sebenarnya jauh hari sebelum SBY datang, Mensesneg mengundang Gubernur Maluku, 
Pangdam, Kapolda untuk memaparkan kesiapan unsur-unsur untuk menyambut 
kedatangan SBY," ujarnya.

Dalam rapat itu, menurut Janzi, dipaparkan hal-hal apa saja yang pantas ataupun 
tidak pantas dalam susunan acara Harganas XVI di Ambon. Susunan acara itu pun 
adalah tanggung jawab Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu.

"Setelah itu mereka kembali ke daerahnya. Kemudian geladi resik terus 
dilaporkan lagi ke Jakarta. Pangdam dan Kapolda lalu rapat internal. Di situ 
ada unsur intelnya," ujarnya.

Dikatakan, dalam rapat itulah, BIN sudah sampaikan tiga informasi yang harus 
diperhatikan secara khusus untuk menyambut kedatangan SBY. Pertama, RMS akan 
melakukan aksi pengibaran bendera, kedua akan ada demonstrasi dari kalangan 
pengungsi, dan ketiga ada demonstrasi soal lingkungan hidup. "Dari segi 
intelijen semua sudah disampaikan. Dari Menko Polkam juga sudah dipaparkan, 
tiga hal itu harus diwaspadai," ujarnya.

Namun demikian, menurut Janzi, Syamsir bisa memaklumi hal tersebut. Syamsir 
menilai, pernyataan Panglima itu keluar karena tidak mengetahui prosedur yang 
berlaku.

"Kalau panglima tahu prosedurnya, tentu statement-nya tidak begitu. Kami hanya 
ingin meluruskan seolah-olah intelijen tidak bekerja. Padahal kita bekerja 
siang malam," ungkapnya.

Dalam jumpa pers bersama Kapolri Jenderal Pol. Sutanto di kantor Menko Polkam, 
Sabtu (30/6), Panglima TNI mengakui penyusupan RMS dalam puncak peringatan 
Harganas itu karena kelalaian aparat.

"Analisis singkat kita sementara memang ada ketidakcermatan, kelalaian, dan 
tidak proaktif serta tidak adanya inisiatif yang tinggi untuk mencegah 
penyusupan ke lapangan," kata Djoko. 

Oleh karena itu, tambah Janzi, BIN meminta kasus ini diusut sampai selesai. 
Karena pengamanan Presiden sendiri terdiri atas 3 ring, ring Polri, TNI, dan 
Paspampres. "Tiba-tiba kok bisa masuk anggota RMS. Ini pertanyaan besar," 
ungkapnya.

Rawan

Di tempat terpisah, pengamat intelijen Soeripto mengatakan, aksi penyusupan 
pendukung RMS pada puncak peringatan Harganas di Ambon, tidak hanya membuktikan 
buruknya kinerja intelijen. Peristiwa itu juga menunjukkan rawannya keselamatan 
Presiden SBY. "Kerawanan itu termasuk juga kemungkinan Presiden bisa ditembak 
dan sebagainya," katanya di Jakarta, Minggu (1/7). 

Soeripto juga mengatakan, inti persoalan ini terletak pada kelemahan intelijen 
Polri. Sebab dalam daerah yang berstatus tertib sipil, tanggung jawab keamanan 
berada di tangan polisi. "Menurut saya ini kelemahan intelijen polisi. Kapolda 
Maluku harus bertanggung jawab atas kejadian ini. Dia harus dicopot karena 
peristiwa itu memalukan sekali," katanya.

Oleh karena itu, aksi pendukung RMS itu juga berdampak buruk bagi citra 
Indonesia di luar negeri. Banyak pihak akan memanfaatkan insiden tersebut 
sebagai black campaign terhadap Indonesia. "Mereka akan bilang keamanan dalam 
negeri Indonesia sangat rawan. Di depan Presiden SBY saja RMS berani beraksi," 
tuturnya.

Menurut Soeripto, ke depannya intelijen Polri harus lebih ditingkatkan. Polisi 
jangan sekadar reaktif, tetapi harus bisa bersikap proaktif.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR Almuzzammil Yusuf menyayangkan sikap 
pemerintah dan Polri yang dinilai telah menunjukkan sikap toleran untuk kasus 
upaya pengibaran bendera separatis RMS. 

"Tetapi sebaliknya, selalu bersikap represif untuk kasus orang atau tersangka 
yang dituduh teroris, sampai-sampai tidak memedulikan adanya pelanggaran KUHAP 
dan HAM untuk kasus teroris," katanya di Jakarta, kemarin. 

Dikatakan, sikap standar ganda seperti itu membuat orang bertanya di mana 
independensi dan objektivitas Polri sebagai aparat penegak hukum. "Apakah 
karena RMS didukung oleh donatur Barat," tanya Almuzzammil yang merupakan 
anggota Fraksi PKS. 

Bintang kejora

Belum habis masalah RMS, manuver lainnya dari kelompok separatis kemarin 
muncul. Aksi itu dilakukan sekelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) 
yang sedang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Abepura, Jayapura, 
Papua, baik narapidana politik (napol) maupun tahanan politik (tapol) dengan 
mengibarkan bendera Bintang Kejora dalam rangka HUT OPM (1 Juli 1969-2007). 

Pengibaran bendera dilakukan Yusak Pakage, yang merupakan tapol yang pernah 
pula mengibarkan bendera yang sama pada 1 Desember 2005 bersama rekannya Filep 
Karma. Hadir pula Cosmos Yual, napol kasus peristiwa berdarah 16 Maret 2006 di 
depan Universitas Cenderawasih (Uncen), Abepura, Jatapura. 

Yusak Pakage, kepada wartawan mengatakan, HUT OPM yang mereka rayakan bukan 
merupakan hal yang baru, sebab telah dideklarasikan di Kamp Victoria, Kabupaten 
Kerom oleh Pimpinan OPM, Jacob Pray dan Zeth Rumkorem. 

Berdasarkan pemantauan, pengibaran Bintang Kejora di atas atap rumah Lapas 
Abepura i tidak berlangsung lama, sebab aparat keamanan Lapas segera 
memerintahkan menghentikan perbuatan itu dan turun dari atas atap rumah 
tersebut. Mereka langsung diamankan untuk dimintai pertanggungjawabannya. 
(A-78/dtc


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke