* Aset Tommy di Garnet Belum Bisa Disingkap Kompas - Jumat, 06 Juli 2007 Salah satu putusan majelis hakim Pengadilan Guernsey, Inggris, yakni disclosure order atau perintah penyingkapan aset Garnet Investment Limited, ditangguhkan. Penangguhan itu dilakukan karena Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto selaku pemilik Garnet mengajukan banding atas putusan tersebut.
Demikian disampaikan Direktur Perdata pada Bagian Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung Yoseph Suardi Sabda kepada Kompas di Jakarta, Kamis (5/7). "Penangguhan itu sampai hakim memutuskan dapat dikuatkan kembali," ujarnya. Dengan putusan itu, Yoseph menambahkan, rekening Garnet di Banque Nationale de Paris and Paribas (BNP Paribas) Guernsey tetap dibekukan selama enam bulan sejak 23 Mei 2007. Majelis hakim Pengadilan Guernsey juga mensyaratkan Indonesia harus mendaftarkan gugatan perdata terhadap Tommy Soeharto, selambat-lambatnya tiga bulan setelah putusan atau maksimal 23 Agustus 2007. Yoseph menambahkan, terkait sikap banding Tommy, sebenarnya Pemerintah Indonesia memiliki tiga alternatif, yakni membiarkan proses banding di pengadilan, membuat kontra memori banding, atau mengajukan banding. "Tetapi, kami lebih memilih mengajukan kontra memori banding. Waktu yang diberikan satu bulan," ujarnya lagi. Pemerintah Indonesia mengajukan gugatan terhadap Tommy karena menduga uang yang tersimpan di BNP Paribas adalah hasil korupsi atau uang negara. Pengacara Tommy, OC Kaligis, pernah menyampaikan, kliennya memang menyatakan banding di Pengadilan Guernsey. (idr) Kompas - Jumat, 06 Juli 2007 -------------------------------------------------------------- * Tommy Soeharto Banding Kompas - Kamis, 14 Juni 2007 Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto menyatakan banding atas putusan Pengadilan Negeri Guernsey, Inggris, yang dibacakan 23 Mei 2007 siang waktu setempat. Dalam putusan itu disebutkan, majelis hakim memperpanjang pembekuan rekening PT Garnet Investment Limited di Banque Nationale de Paris and Paribas cabang Guernsey hingga enam bulan mendatang dengan sejumlah syarat. Kepastian sikap banding Tommy Soeharto selaku pemilik PT Garnet Investment Limited itu disampaikan pengacaranya, OC Kaligis, kepada Kompas, Rabu (13/6) malam. Sikap itu diputuskan dalam rapat pada hari Rabu sore yang melibatkan Tommy Soeharto, OC Kaligis, dan pihak PT Garnet Investment Limited. Pihak pengacara Garnet di Inggris, Christopher Edward, bahkan sudah diinstruksikan untuk mendaftarkan pernyataan banding tersebut hari Kamis ini. (idr) Kompas - Kamis, 14 Juni 2007 =================================== ================= http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/072007/02/0901.htm Pikiran Rakyat, 3 Juli 2007 * Tujuh Yayasan Soeharto Oleh H. ROSIHAN ANWAR KEJAKSAAN Agung akan menggugat mantan Presiden Soeharto secara perdata ke pengadilan, sebelum tanggal 27 Juli 2007, berkaitan dengan masalah Yayasan Supersemar yang didirikan 1974. Saya lalu ingat biografi "Soeharto" yang baru terbit ditulis dalam bahasa Inggris oleh Retnowati Abdulgani-Knapp yang "menyelidiki debat sekitar yayasan yang didirikan tatkala Soeharto berkuasa dan hubungannya dengan konglomerat-konglomerat Indonesia dan keluarganya". Ada tujuh yayasan. Yayasan Supersemar didirikan 16 Mei 1974 untuk memberikan beasiswa kepada mahasiswa yang pintar dari keluarga yang tidak berada. Yayasan Trikora membantu para janda prajurit yang gugur dalam operasi di Irian Barat. Yayasan Dharmais dibentuk 8 Agustus 1975 membantu rumah yatim piatu, kaum invalid. Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila didirikan 17 Februari 1982 membangun masjid- masjid. Yayasan Dana Abadi Karya Bakti (Dakab) memberi kredit kepada usaha kecil dan menengah. Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan membantu korban bencana alam. Yayasan Dana Sejahtera Diri (Damandiri) didirikan 15 Januari 1996 bertujuan mengurangi jumlah orang miskin. Retnowati putri almarhum Dr. Roeslan Abdulgani jelas sekali memaparkan tentang ketujuh yayasan tadi dengan sikap dan tujuan membela Soeharto, menunjukkan bahwa yayasan-yayasan itu telah banyak berjasa memberikan bantuan kepada berbagai pelapisan masyarakat, menandaskan bahwa tidak benar Soeharto secara pribadi melakukan korupsi di situ, mengimbau agar orang-orang yang pernah memperoleh manfaat dan keuntungan dari bantuan yayasan, misalnya begitu banyak mahasiswa yang disantuni oleh Yayasan Supersemar, setelah kini mereka "menjadi orang" dan berhasil dalam karier mereka supaya tampil buka suara melakukan pembelaan terhadap Soeharto. Retnowati tidak menyembunyikan sikap apologetisnya. Sesungguhnya raison d'etre alias alasan keberadaan biografi yang ditulisnya itu adalah "in defense of Soeharto", membela Soeharto, sesuatu yang merupakan hak baik Retnowati. Berbagai informasi disampaikan kepada kita. Dana-dana yang dikumpulkan dari donasi (sumbangan) yang diberikan oleh para pengusaha atau yang dipotong dari gaji pegawai negeri menurut persentase tertentu oleh Soeharto disimpan di berbagai bank sebagai deposito. Yayasan menggunakan suku bunga atau rente dari deposito itu untuk mengoperasionalkan yayasan-yayasan sedangkan jumlah pokok tetap utuh. Dana abadi Yayasan Trikora berjumlah Rp 32,5 miliar dan didepositokan di tiga bank negara. Menurut Retnowati, dana yayasan itu masih ada di bank. "The Chinese conglomerates" Apakah Kejaksaan Agung mampu melacak dana-dana atau harta kekayaan ketujuh yayasan tersebut, berapa jumlahnya, dan dapatkah dikembalikan ke dalam kas negara, hal itu masih merupakan pertanyaan besar? Lagi pula ada sementara dana-dana itu yang telah dipergunakan untuk "keperluan bisnis" anak-anak Soeharto, misalnya Tommy Soeharto dengan projek mobil nasionalnya Timor, apakah ini dapat dibuktikan, dan bila terbukti bisakah uang yang telah nyeleweng itu "diselamatkan"? Hal yang sangat diragukan. Saya amati Soeharto semenjak menjabat sebagai Panglima Diponegoro di Jawa Tengah pada pertengahan tahun 1950-an memang punya hobi bekerja secara "non- budgeter" dan dengan itu menghindari akuntabilitas kepada birokrasi. Pada masa itu dia sudah mendirikan yayasan-yayasan, menjalin kerja sama dengan pengusaha-pengusaha Tionghoa seperti Lim Sieo Liong yang tinggal di Kudus dan Mohammad "Bob" Hasan yang kelak jadi The Chinese conglomerates. Retnowati Abdulgani menulis keterangan Presiden Soeharto "bahwa yayasan digunakan sebagai sebuah cara menghindari bureaucratic red tape" (hal. 235) dan bahwa "Presiden Soeharto, seorang pragmatis, telah menerima fakta adapun potensi di dalam golongan minoritas Tionghoa bersifat lebih tinggi daripada dalam golongan mayoritas pribumi" (hal. 231). Tak dapat disangkal bahwa selama bertahun-tahun bekerja secara "non- budgeter" menerima donasi-donasi bagi yayasan-yayasannya, Soeharto telah berhasil mengumpulkan harta kekayaan yang luar biasa banyaknya yang tiada seorang pun tahu persis berapa jumlahnya. Namun, Retnowati memberikan informasi kepada kita dengan mengutip keterangan mantan PM Singapura Lee Kuan Yew dalam bukunya From Third World to First, The Singapore Story 1965-2000. Lee Kuan Yew menulis "Harta kekayaan yang dimiliki Soeharto dan keluarganya telah diinvestasikan di Indonesia. Wartawan Amerika yang telah melaporkan dalam majalah Forbes bahwa keluarga Soeharto mempunyai aset 42 miliar dolar AS mengatakan kepada saya di New York bulan Oktober 1998 bahwa sebagian besar dari kekayaan itu berada di Indonesia. Setelah krisis moneter di Indonesia, dia (wartawan) memperkirakan bahwa kekayaan itu bernilai hanya 4 miliar dolar AS," ujar Lee Kuan Yew. Pada kulit buku "Soeharto" tertera sebuah kutipan dari percakapan Retnowati dengan Richard Webb, diplomat Inggris yang bertugas di Indonesia (1998-2001) yang berkata "Jika bukan lantaran Pak Soeharto, Indonesia tidak akan berada di mana dia dewasa ini atau memiliki prasarana yang dipunyainya. Menyedihkan, adalah keserakahan anak-anaknya yang memicu kejatuhannya, tapi dia telah meninggalkan sebuah warisan hebat bagi Indonesia dan rakyatnya." Itu kata diplomat Inggris. Itu dikutip oleh Retnowati Abdulgani. Saya pikir mari kita nantikan kerja Kejaksaan Agung yang hendak menggugat Soeharto secara perdata di pengadilan.*** Penulis, wartawan senior Indonesia ------------------------------ --- In [EMAIL PROTECTED], Becky Surya <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Soeharto Beri Amien Rp 500 Juta Terungkap di Buku Habis Manis Sepah Dibuang Amien Rais menghadap Pak Harto di Cendana dan meminta bantuan dana sebesar 1 miliar untuk acara tersebut. Dan Pak Harto memberikan bantuan sebesar Rp 500.000.000. Belum tuntas kasus pengusutan dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan, kini nama Amien Rais kembali mencuat sebagai tokoh yang dituding pernah menerima dana dari Presiden Soeharto dan Probosutedjo. Amien pernah mendatangi Soeharto di Jl Cendana dan meminta bantuan dana sebesar Rp 1 miliar untuk acara Muktamar Muhammadiyah di Aceh tahun 1995. Ketika itu, Soeharto hanya memberi sebesar Rp 500 juta. Selain menghadap Soeharto, pria yang lahir di Solo 26 April 1944, itu juga mendatangi rumah H Probosutedjo di Jl Diponegoro, Jakarta. Kepada adik tiri Soeharto itu, Amien juga meminta bantuan dana yang sama dan Probo hanya memberi Rp 250 juta. Kabar Amien pernah bertemu Soeharto dan Probosutedjo itu terungkap secara gamblang di buku berjudul Pak Harto, Habis Manis Sepah Dibuang. Buku ini diluncurkan ke publik pada Kamis, 7 Juni 2007. Berikut nukilannya di halaman 94. Amien Rais memang dikenal tokoh yang paling vokal dalam menghujat Pak Harto. Namun, mungkin hanya sedikit orang tahu, bahwasannya Pak Harto sesungguhnya pernah ikut andil dalam membantu dan mendukung Amien Rais menjadi Ketua Umum Muhammadiyah dalam Muktamar Muhammadiyah di Aceh tahun 1995. Bukan saja bantuan moril, tapi juga bantuan materiil yang diberikan Pak Harto. Menurut Probosutedjo, untuk melaksanakan Muktamar Muhammadiyah di Aceh tersebut, Amien Rais menghadap Pak Harto di Cendana dan meminta bantuan dana sebesar 1 miliar untuk acara tersebut. Dan Pak Harto memberikan bantuan sebesar Rp 500.000.000. Kemudian Amien Rais juga datang ke Jl Diponegoro, ke kediaman Probosutedjo untuk meminta bantuan yang sama. Dengan disaksikan oleh Rektor UMB dan Rektor Universitas Muhammdiyah, saat itu Probosutedjo memberikan bantuan sebesar Rp 250.000.000. Bahkan, Probosutedjo juga membantu Amien Rais dengan cara meminta Pak Harto untuk membuka acara muktamar dan mendukung Amien Rais menjadi Ketua Umum Muhammadiyah. Di dalam buku itu disebutkan bahwa Amien Rais juga pernah meminta sumbangan untuk pembangunan sejumlah masjid di Yogyakarta. Permintaan Amien itu dipenuhi Soeharto dan hingga kini yayasan yang dipimpin Soeharto juga masih tetap membantu Muhammadiyah. Masih di halaman 94, penulis buku menyebutkan bahwa Amien Rais yang dikenal sebagai 'tokoh reformasi', getol menghujat Soeharto. Seperti yang terjadi di kampus IPB, Dermaga, Bogor, 31 Mei 1998, Amien Rais mengimbau agar pihak berwenang segera membuat keputusan untuk mencegah mantan Presiden Soeharto dan keluarganya pergi ke luar negeri. "Hal ini untuk menenangkan rakyat dan Presiden BJ Habibie juga harus mendukung supaya Soeharto diajukan ke pengadilan. Jika tidak mendukung, berarti dia mengingkari keinginan rakyat." Wah ternyata, kalau sama-sama pengedhenya itu cari duitnya gampang ya. Coba, kalau kelas kita yang cethul-cethul ini, cari 10.000 saja, susahnya setengah mati.... Bisa ngumpulin yang Rp 100 juta saja, mungkin bisa memakan waktu puluhan tahun. Apalagi Rp 500 juta... mungkin sampai kakek-kakek kali... Huaha..ha..ha......... --- End forwarded message ---