SUARA KARYA
             PAKET EKONOMI
            Pasar Sulit ResponsUpaya Pemerintah 



            Selasa, 10 Juli 2007
            JAKARTA (Suara Karya): Pernyataan pemerintah mengenai penyelesaian 
rencana tindak (action plan) terkait pelaksanaan Inpres Nomor 6 Tahun 2007 
tentang kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM, 
dinilai tak akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja sektor riil. 

            Pasar bahkan diperkirakan masih sulit merespons upaya pemerintah 
tersebut, karena rencana tindak itu masih memerlukan langkah-langkah nyata 
untuk implementasinya yang selama ini menjadi kendala dalam setiap kebijakan. 

            Selain itu, pernyataan pemerintah tentang sebanyak 21 dari 28 
rencana tindak bulan Juni 2007 dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2007 sudah 
diselesaikan, hanya merupakan keberhasilan rutinitas birokrasi semata. 

            "Itu tidak menciptakan optimisme pasar, karena pasar sudah tahu 
bahwa perlu seribu langkah lagi untuk melaksanakan Inpres Nomor 6 Tahun 2007 
tersebut," kata Direktur Eksekutif Econit Hendri Saparini kepada Suara Karya, 
di Jakarta, Senin (9/7). 

            Menurut Hendri, apa yang disebut sebagai paket kebijakan ekonomi 
sebagaimana tertuang dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2007 itu sebenarnya bukan paket 
kebijakan yang dapat dilaksanakan secara optimal dan acuan kerangka waktu 
tertentu. Paket kebijakan itu tidak lebih hanya hasil perumusan dari kegiatan 
rutin birokrasi, tanpa harus memusingkan apakah bisa dilaksanakan dengan baik 
atau tidak. 

            "Kalau dikatakan paket kebijakan, seharusnya sudah diputuskan, dan 
dengan keputusan itu tinggal dilaksanakan langkah-langkah apa yang akan 
dilakukan. Tetapi kenapa di antara paket yang dimaksud dikatakan akan efektif 
satu tahun kemudian? Padahal kebutuhannya saat ini dan sudah mendesak," 
ujarnya. 

            Hendri sendiri lantas mempertanyakan fakta bahwa saat ini para 
pelaku usaha tidak menyambut antusias paket kebijakan ekonomi, apalagi terkait 
untuk mempercepat pengembangan kinerja sektor riil dan pemberdayaan UMKM. 

            "Sektor riil dan UMKM sudah seperti orang dahaga yang sangat 
memerlukan air minum. Tetapi ketika air minum disuguhkan, tidak ada yang mau. 
Ini karena air minum tersebut tidak jelas bentuknya," tuturnya. 

            Terkait hal itu, kata Hendri, pemerintah kurang tanggap terhadap 
kebijakan dan insentif yang sebenarnya diperlukan dunia usaha. "Sehingga karena 
pemerintah kurang peka, paket kebijakan itu tidak menjawab kebutuhan masyarakat 
saat ini. Misalnya upaya pengentasan kemiskinan dan pengangguran yang hingga 
kini masih tinggi. Belum lagi masalah daya beli masyarakat yang terus menurun 
serta harga barang kebutuhan pokok yang terus meningkat dan merembet dari satu 
produk ke produk lainnya," katanya. 

            Selain itu, lanjut dia, selama tiga tahun terakhir, penyerapan 
anggaran belanja barang dan modal pemerintah sangat lambat dan cenderung 
dipergunakan untuk suatu program yang tidak konkret alias hanya di atas kertas 
laporan. 

            Tepat Waktu


            Deputi Menko Perekonomian Bidang Pembiayaan dan Kerja Sama Ekonomi 
Internasional Mahendra Siregar sebelumnya mengatakan, dari 28 rencana tindak 
yang dijadwalkan selesai pada Juni 2007, sebanyak 21 telah diselesaikan dengan 
tepat waktu. "Tujuh tindakan lainnya sedang dalam tahap penyelesaian, sedangkan 
empat tindakan yang semula ditargetkan selesai Juli dan Agustus 2007 telah 
diselesaikan pada Juni 2007," katanya. 

            Rencana tindak yang belum selesai, antara lain menyusun perpres 
tentang tata cara pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu (penanggung jawab 
Mendag), perubahan PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan 
Pemerintah Daerah (Mendagri), serta penyusunan pedoman pelaksanaan pengembangan 
bussiness development services provider dan pemberdayaan UMKM. 

            "Sementara empat yang seharusnya diselesaikan Juli dan Agustus 
adalah yang menyangkut kelancaran arus barang dan kepabeanan (3) dan 
penyampaian draf RUU tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) ke 
DPR," kata Mahendra. 

            Mahendra menjelaskan, Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil 
dan Pemberdayaan UMKM terdiri atas empat kelompok kebijakan. Yaitu perbaikan 
iklim investasi, reformasi sektor keuangan, percepatan pembangunan 
infrastruktur, dan pemberdayaan UMKM. 

            Pada kebijakan perbaikan iklim investasi, terdapat 50 rencana 
tindak di mana terdapat 9 rencana tindak yang dijadwalkan selesai pada Juni 
2007. Sebanyak 7 tindakan telah diselesaikan, sementara 2 tindakan masih dalam 
tahap penyelesaian. 

            Sementara pada kebijakan reformasi sektor keuangan terdapat 40 
rencana tindak, di mana khusus pada Juni terdapat lima tindakan yang telah 
diselesaikan pada Juni 2007. 

            Sedangkan pada Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur 
terdapat 41 tindakan, di mana dua tindakan dijadwalkan terlaksana selama Juni. 
Dalam realisasinya, satu tindakan telah diselesaikan, sementara satu tindakan 
masih dalam proses penyelesaian. 

            Sementara pada kebijakan pemberdayaan UMKM, terdapat 34 tindakan 
dan 12 dijadwalkan diselesaikan Juni 2007. Dari 12 rencana, sebanyak delapan 
telah diselesaikan, sementara 4 masih dalam tahap penyelesaian. 

            "Menko Perekonomian telah melaporkan kepada Presiden kemajuan 
pelaksanaan Inpres Nomor 6 Tahun 2007 pada Jumat (6/7) lalu," kata Mahendra 
Siregar. 

            Menurut dia, masing-masing tindakan dan keluaran sebenarnya sudah 
spesifik dengan sasaran yang ingin dituju di masing-masing tindakan. Mahendra 
memberi contoh, perpres daftar negatif investasi (DNI) yang sasarannya adalah 
menjamin kepastian hukum investor. (Indra)  
     
     


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke